FTFE |1

578 126 34
                                    

Dua bulan yang lalu kehidupanku sangatlah hancur. Sempat kehilangan arah. Nampak kosong seperti tidak mempunyai jiwa. Peristiwa itu sangat membekaskan luka, kehilangan jati diri hingga membuatku depresi.

Hari ini aku kembali mengharuskan diri untuk kuat. Walaupun begitu hancur dan rapuh. Jujur, jika ada pilihan lain aku tak akan ambil keputusan ini. Namun semua tak bisa dijadikan tawaran.

Tanpa ku ketahui Varo sudah duduk dihadapanku. "Nin, ada acara apa?  Tumben ngajak nongkrong, Alex mana?"

Aku tersadar dari lamunan. "Aku ke sini sendiri, tanpa Alex." Lalu mengedarkan pandangan ke arah lain.

"Ok, terus ada apa manggil gue ke sini?" tanyanya kembali.

"Jauhkan Alex dari aku!" pintaku serius sambil mata berkaca- kaca.

"Gue nggak ngerti, kenapa minta di jauhkan? Emang kalian punya masalah apa?" tanya Alvaro heran.

"Nggak ada. Tapi kamu bisa kan bantu aku?" alibiku.

"Nin... Mana mungkin gue menjauhkan Lo dari Alex tanpa ada alasan yang kuat?" kata Alvaro.

"Kamu tinggal bilang aja kalau selama ini perasaan aku ke Alex nggak tulus sama sekali. Dan aku cuma pilih kamu Ro." dalihku.

"Nggak semudah itu Anin." sanggah Alvaro.

"Tapi kan?" tanyaku.

"Cerita sama gue! Ada apa?" tanya Alvaro.

"Nggak ada apa-apa... " Alibiku sambil terus mencoba untuk menahan air mata.

"Kalo nggak ada apa-apa. Mana mungkin tiba-tiba lo minta gue buat jadi bagian dari hidup Lo." papar Alvaro.

"Karena ini menyangkut masa depan Alex." bentakku.

"Maksud Lo?" tanya Alvaro.

"Kamu tahu kan, aku depresi? Bahkan dianggap gila oleh semua orang. Aku cuma nggak mau masa depan Alex hancur. Dan aku pikir ini keputusan terbaik. Terutama untuk Tante Rani, biar dia nggak semakin berharap aku jadi menantunya." singkapku dengan emosi sampai tak sadar air mata menetes begitu saja.

"Kenapa lo mengambil keputusan ini?" balas Alvaro.

"Semua sudah jelas. Jadi, gimana? Kamu mau bantu?" tanyaku dengan mata yang masih saja berkaca-kaca.

"Iya, gue bakal bantu." jawab Alvaro.

"Makasih Varo...." ucapku.

"Nin... Tapi suatu saat Alex nyari Lo untuk sebuah kepastian gimana? Apa yang akan dilakukan?" tanya Alvaro.

"Aku akan buat dia semakin benci, apapun itu caranya." jawabku.

"Lalu, setelah itu?" tanyanya kembali.

"Aku akan balik ke Indonesia. Dengan harapan penuh semoga Alex nggak akan pernah ada lagi." jawabku.

"Baiklah." ucap Alvaro.

"Ro... Jangan pernah bilang soal permintaan aku ini." pintaku.

"Iya." pungkas Alvaro.

Kami beranjak dari kursi itu. Aku memeluknya sebagai ungkapan rasa terimakasih. Sekarang sudah tidak ada lagi yang menjadi kekhawatiran. Kata syukur terucap berkali-kali dalam hati. Karena aku yakin Tuhan tidak akan pernah mengingkari janji kepada setiap umatnya.

FIRST TIME FOR EVERYTHINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang