FTFE |13.

127 37 5
                                    

Brayn dan Asya masih menunggu kedatangan Eza bersama gengnya di depan basecamp.

Sejak semalam Asya terus saja mengeluh ingin segera pulang. "Yn, balik yu. Gue males disini banyak nyamuk. Tuh liat tangan gue bentol- bentol kek gini."

"Lo masuk aja ke mobil nanti kunci dari dalam!" balas Brayn.

Saran dari Brayn ada benarnya tapi di sisi lain ada rasa was-was kalau sendiri di mobil terlebih lagi kawasan ini rawan yang namanya kejahatan. "Nggak mau, nanti gue di culik gimana?"

"Asya siapa juga yang mau nyulik Lo?"  tanya Brayn dengan agak kesal.

"Ya Lo yang gak berperasaan, tega banget bawa gue ke kandang macan." beo Asya.

"Tega apanya? cuma minta ditemenin, emang gak boleh? Lagian kalau bisa milih nih gue lebih baik di temenin dia dibandingkan Lo yang berisik kek kaleng rombeng." cerca Brayn.

"Terus aja katain, gue denger! Lagian kalau bukan karena nyari Anin, gue juga ogah sebenarnya. Mending bocan di rumah." gerutu Asya.

"Yaudasi udah kejadian ini." ucap Brayn.

"Pokoknya awas aja kalau gue sampai kenapa-napa!" Brayn memasukkan sapu tangan ke mulut Asya supaya dia diam tidak banyak bicara.

Asya melepehkan sapu tangan itu. "Lo apaan sih gak sopan, kalau mau suapin tuh pake cake atau cokelat gitu yang rada elit. Lah Lo malah suapin gue sapu tangan. Mana bekas keringet lo lagi, dasar jorok!"

"Mulut lo bisa diem gak?" bentak Brayn.

"Ya Lo yang mulai duluan." protes Asya.

"Coba bersikap dewasa sebentar aja. Lo bukan anak kecil lagi Sya. Gak seharusnya lo ngerengek minta pulang kek tadi. Tanpa janji dari Dito pun gue akan jagain Lo. Dan tolong kerja samanya hapus pikiran- pikiran buruk yang belum tentu terjadi."

Penjelasan Brayn berhasil buat Asya bungkam. Menyakitkan memang tapi berhasil buat gue sadar. Seharusnya gue gak egois. "Iya gue bakal berhenti ngoceh. Puas?"

Pertengkaran pun terhenti. Keduanya saling menatap karena mendengar ada suara beberapa motor yang tak jauh mengarah ke sini. "Itu.... dia!"

"Ya, gue rasa itu suara motor Eza sama yang lain." Asya menelan salivanya dan menggenggam erat tangan Brayn. Si macan itu telah datang dengan tampang mengerikan. "Tenang aja, Lo jangan takut! Ada gue." mau Brayn nenangin atau gak, tetep aja keringet dingin gue bercucuran.

Eza dan yang lainnya turun dari motor. Lalu menghampiri keduanya.
"Rupanya ada tamu disini. Setia sekali telah menunggu kedatangan kami selama seharian. Sebutkan tujuan kalian?"

"Kita ke sini cari Anin, lo sembunyiin dia dimana?" tanya Brayn.

"Heh bocah gue gak tau. Emang Lo yakin dia itu beneran hilang?" Eza berbalik tanya sambil duduk santai di sofa.

"Maksud Lo apa njing? Gausah banyak bacot!" sentak Brayn.

"Yn bisa gak sih Lo jangan ngegas! Kalau dia ngapa- ngapain kita gimana?" bisik Asya.

"Lo tenang aja! Gue bisa atasi ini." ucapnya.

"Eh bego, terserah Lo lah yang paling penting gue selamet." Asya menyerah, karena percuma bicara sama Brayn. Dia sangat susah buat di bilangin. Ingin rasanya gue merutuk. Kalau dia itu so jagoan, kurang asem, dan hobinya nyari mati.

"Udah selesai diskusinya?" bentak Eza dengan nada tinggi.

Brayn menarik kerah Eza lalu memukulnya. "Dimana Anin? Lo sembunyikan dia dimana? Motif Lo apaan bangsat?"

Brayn mengira Eza akan membalas pukulannya. Tetapi tidak, karena ia tak sebodoh itu. "Begitu sangat kekanak-kanakan." cetusnya.

Eza memberi isyarat melalui mata pada anak buahnya untuk membekap mulut serta mengikatkan tali pada keduanya. "Bawa mereka, lalu introgasi! Jangan sampai ada orang yang tahu mengenai basecamp kita. Apalagi kalau misal terendus sama polisi dan gue gak mau kita rugi."

"Siap bos!"  Eza juga memberikan instruksi pada yang lain, harus ada orang di basecamp buat jaga.

Asya dan Brayn di kurung di sebuah gudang yang sumpeknya minta ampun melebihi lift yang ada di mall ataupun kantor. Gila banget kan si Eza? Untung aja kita gak penyakitan. Kalau punya kan bahaya, proses buat meninggalkan nama semakin cepat.

FIRST TIME FOR EVERYTHINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang