FTFE |12.

132 40 6
                                    

Aku senang kehidupan yang seperti ini. Semuanya terlihat jauh lebih baik dari yang pernah dijalani. Yang aku tahu kita cuma memerlukan cara beradaptasi agar terlihat seperti biasa.

Anin berbaring menatapi langit- langit kamar sambil memikirkan sesuatu hal yang ia cemaskan kedepannya. Andai saja kehidupan seperti drama Ftv yang bisa di setting kapan saja atau seperti kantong ajaib Doraemon mungkin setiap masalah bisa teratasi dengan mudah. Sayangnya itu cuma fantasi, tidak di peruntukkan untuk manusia di kehidupan nyata.

Banyak sekali yang ingin diceritakan. Tapi mulutku seolah terkunci, bibirku membisu dan lidahku terasa keluh. Terlihat kuat bukan berarti tak punya kelemahan. Pada dasarnya setiap manusia pasti memiliki takaran dalam kekurangan masing-masing. Entah terlihat oleh mata atau ada juga yang sengaja tuhan sembunyikan.

Tak terasa waktu menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Anin belum juga bangun. Sepertinya merasa kelelahan akibat semalaman begadang. Padahal tidak seharusnya memikirkan segala sesuatu yang pada dasarnya belum terjadi. Kekhawatiran adalah faktor pemicu yang membuatnya tak bisa untuk tenang walau sebentar.

Hari ini adalah hari Selasa, minggu ketiga di bulan Januari. Tepat di bulan inilah seluruh siswa- siswi akan di buat sibuk dengan pendaftaran jalur SNMPTN. Sedangkan Anindita malah tidak memedulikannya bahkan yang lebih mengherankan tanggal penting pun tidak pernah dicatat atau diberi tanda.

Pukul 09.25 Anin terbangun.

"Bibi.... Sarapan apa hari ini?"

"Bibi kok gak bangunin Anin?"

"Dito kampret awas ya jangan sentuh mobil gue nanti lecet! Kalau lo sampai nekat mobil lo harus jadi milik gue."

"Tante Iyang....  mamah- Papah udah pulang belum?"

Seketika teriakannya terhenti. Anin baru ingat, sekarang ia tidak lagi berada di rumah tante Iyang. Tidak seharusnya berteriak seperti tadi.  Bisa-bisa nanti tetangga salah sangka. Sungguh memalukan, namun dibalik itu tidak bisa di pungkiri kalau hati mengatakan sangat merindukan kehangatan keluarga. "Gue harus terbiasa tanpa mereka, semua akan baik-baik saja kalau gue yakin."

Anin membuka laptopnya. Ia melihat kalender, disana tertera acara yang di tulisnya. "Tiga hari lagi Opa Surya ulang tahun. Tahun ini aku tidak datang. Maaf Opa, bukan karena lupa tapi_____" air mata turun dengan derasnya. "Aku gak mau Opa tahu semuanya." lanjutnya.

Anin mendapat video call dari Glen. Ia segera menghapus air mata dengan tisu basah. Lalu mengatur napas supaya Glen tidak curiga.

Panggilan tersambung.

Hai Nta, bagaimana kabarmu sayang?

Aku baik.

Aku tak sabar bertemu denganmu di hari ulang tahun Opa.

Oh ya? Kenapa?

Dasar tidak peka. Tahu gak sih? Kakakmu ini sangat begitu Rindu.

Peka gimana?

Nta peka itu adalah kau memahami apa yang orang sekitar rasakan.

Oh, Aku juga merindukanmu.

Mata kamu sembab, kamu nangis?

Jangan sotoy Kak. Gue gak nangis.

Terus kenapa matanya merah kayak habis nangis.

Abis main komputer seharian.

Dan kamu gak sekolah?

Maaf Kak, aku kesiangan.

Nggak pasang alarm? Emang bibi gak bangunin?

Plis Kak, bisa kan nggak banyak nanya kek Opa?

Oke, Kakak minta maaf. Tapi seenggaknya kamu cerita. Kamu tidak baik-baik saja kan?

Aku mematung, ketika mendengar ucap Kak Glen. Kenapa dia bisa merasakan kekuatan batin itu? Padahal jelas- jelas kami lahir dari rahim yang berbeda. Entah aku anak siapa? Kekuatan tali persaudaraan diantara kami begitu sangat kuat. Aku sampai terharu. Rasanya aku semakin tak sanggup, jika terus- menerus hidup bersama mereka. Ini sangat menyakitkan, dan aku belum siap tuhan.

Nta, barusan Kakak nanya, kenapa tidak dijawab?

Oh, itu Kak. Mmm... Aku gapapa santai saja.

Berbohong tidak akan menyelesaikan masalah.

Kak, tolong berhenti untuk mengintrogasi. Aku bukan tersangka.

Tapi kalau tidak diintrogasi, apa kau mau cerita?

Kak, sudah ku bilang tidak ada masalah. Tenanglah!

Baiklah, kakak percaya.

Udah dulu ya Kak, aku matikan teleponnya! Aku mau nyari bahan buat praktikum kimia di sekolah.

Iya, tapi kalau ada masalah kamu harus bilang. Karena Aku, mamah, papah sama Darren kita akan selalu ada buat kamu Nta.

Iya aku tahu, bye Kak.

Bye.

Click

Glen merasa ada gelagat aneh pada adiknya. Seperti ada sesuatu yang di sembunyikan. Tapi apa? Mengapa ia berbuat demikian? Mungkinkah Anin begini karena tidak ingin semua orang mencemaskannya?

Aku bisa saja memahami sikap Anin barusan. Namun tidak segampang itu. Ku akui sikap adikku seperti teka- teki sama- sama perlu untuk di pecahkan.

Pukul 13. 56 Glen segera check out tiket pesawat online menuju Indonesia. Ia tak sabar ingin berkumpul bersama keluarga setelah lama tidak berjumpa. Selain itu Glen juga akan memulai penelitiannya untuk membuat jurnal ilmiah.

Setelah selesai, ia segera melakukan packing semua barang yang akan  dimasukkan ke dalam koper.

FIRST TIME FOR EVERYTHINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang