FTFE |6.

240 55 3
                                    

"Bi, aku pulang." ucapku serak serasa  gejala tidak enak badan mulai muncul.

Bibi melihat ke arahku. "Woalah Non muka' e pucet dan kelihatan lemas. Sini bibi bantu buat duduk ya."

Aku mengangguk saja.

Usai membantuku, Bibi meminta untuk menunggunya. Sementara Bibi ke dapur membawakan secangkir teh hangat. "Di minum dulu, Non."

"Terimakasih, Bi." balasku.

"Yowis, Bibi nyiapken makanan wenak buat wong ayu." ujar Bibi dengan pujiannya.  

"Bibi bisa aja, tahu banget kalau aku laper." ucapku.

"Emang bener toh." ungkapnya.

Anin memejamkan mata sebentar sambil menunggu Bibi masak. Tak lama ia mendengar ada suara ketukan pintu dari luar. Menandakan ada seseorang yang datang. Ku pikir itu Mamah-Papah dengan semangat aku membukakan pintu. "Welcome to back home."

Senyumanku langsung pudar, setelah melihat siapa yang datang. Aku mematung dan bibir seakan tak sanggup untuk bicara. Tamu yang sama sekali tidak di harapkan sudah ada di hadapan. Dengan cepat aku segera menutup pintu, akan tetapi dia terus menahannya.

Ia berhasil menahan pintu yang tadinya akan ku tutup. Aku tahu pasti dia akan menanyakan akan hal itu.  "What are doing here? Why are you back? For what?"

Alex menatapku tulus mengatakan apa yang di rasakannya. "I returned to apologize to you!"

"After, what you did to me? Baru minta maaf." tersenyum sinis "Kemana aja?" jelasku.

"I'm wrong! I apologize to you. What you see? Is not me." papar Alex

"Pergi dan jangan pasang muka Lo dihadapan gue!" bentakku.

"Apa yang lo liat sampe bisa sebenci ini? Gue cuma butuh penjelasan tentang satu tahun yang lalu dan kita." tanya Alex.

"Karena gue lebih memilih Varo di banding lo yang penyakitan. Paham?" terangku.

"Sumpah ini bukan Anindita yang gue kenal. Kalau emang ucapan tadi benar, tolong ulangi dan tatap mata gue!" pintanya. "Nggak bisa kan?"

Aku memberanikan untuk bicara dan menatapnya "Mau Lo mati sekalipun gue nggak peduli dan tolong pergilah  sejauh mungkin." aku langsung menutup pintu dengan kasar.

"Gue tahu Lo masih ada di balik pintu, kenapa semudah itu Lo lupain semua? Sedangkan gue mencari kabar selama berbulan- bulan, mengirim surat tanpa balasan, dan semua udah dilakukan tanpa hasil. Sekarang kita dipertemukan lagi tapi malah seakan adalah orang asing. Gue cuma butuh penjelasan gak lebih dari itu."

Air mata turun deras mengalir ke pipi "Gue nggak boleh cengeng! Gue kuat,.. Gue kuat..."

Tante Iyang turun dari taxi dan  berpapasan dengan Alex yang akan memasukki mobilnya. "Ya ampun, ieu Alex?"

Alex meraih tangan Tante Iyang untuk menghormatinya "Iya Tante. Bagaimana kabarmu?"

"Tentu baik Alex. Lama sekali ya kita tidak berjumpa. O... Iya kamu buru-buru sekali Naha teu mampir hela?" jawab Tante Iyang.

"Lain kali saja Tante, Alex pamit." ucapnya.

"Baiklah... Tante tunggu kasep." penuh harap. Alex menyalakan mesin mobilnya lalu pergi melaju.

Tante Iyang masuk ke dalam rumah.
"Selamat siang. "

"Siang... " seruku.

"Tadi Tante ketuk pintu naha teu aya nu nyaut hiji- hiji acan." omel Tante Iyang.

"Jaluk hampura nyonya wong kita Iki sedang sibuk ning dapur." jelas Bibi.

"Tinggal masuk apa susahnya." kataku.

"Tante kan tadi mikirna di konci. Kok kamu pulang jam segini. Dito kamana?" pikirnya.

"Aku bolos sekalian di skors. Mending Tante ikut kita makan daripada bahas topik gak penting." Ajakku.

"Kamu nu masak ieu teh? Kacirina enak."tanyanya.

"Aku nggak bisa masak. Tante lupa atau sengaja di lupain?" jawabku.

"Lain kitu, ya Tante heran aja tumben kamu aya di dapur." paparnya.

"Aku cuma bantu sedikit." pungkasku.

Usai makan Tante Iyang bercerita tentang Alex. Dengan panjang kali lebar. Katanya sikap Alex benar- benar tidak berubah. Masih sopan sama seperti dulu.

Aku memang sedikit malas jika harus membicarakan tentangnya. Tapi di sisi lain aku merasa bersalah, sebab aku menyambut kedatangannya dengan kata yang kurang baik. "Tante ketemu dia dimana?"

"Di parkiran rumah ini. Coba tadi Anin pa-amprok jeung eta. Ya ampun meuni handsome pisan." puji Tante Iyang.

"Oh... " Syukurlah Tante Iyang tidak mengetahui percakapan antara aku dan Alex.

"Naha cuma oh hungkul? Yakin, kamu teh nggak ada keinginan untuk bertemu langsung sama dia kitu. Itung- itung kalian reunian kan udah lama hente katimu."

"Untuk apa?"

"Anin jadi perempuan jangan jutek- jutek amat atuh lembut saetik. Kumaha kalau semua cowok teh kabur, gara- gara kamu teh galak?"

"Gak galak cuma malas saja basa- basi. Aku ke kamar ya Tan pengen rebahan."

Iyang tidak habis pikir akan sikap keponakannya yang telah berubah sejak satu tahun lalu. Namun Iyang
juga mengerti, mengapa Anin seperti itu, kemungkinan karena sifatnya masih labil.

FIRST TIME FOR EVERYTHINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang