21. Bahaya

2.4K 317 17
                                    


Alfred mengeluarkan arloji emasnya. "Quinz Celestin, sebagian besar tamu sudah datang. Setengah jam lagi acaranya harus dimulai."

"Kita harus menemukan Elisa!" kata Eugene sambil meringis. Jo mengambil kain lap baru dari baskom berisi air es dan menyerongkannya pada Eugene.

"Kita akan menemukannya," kata George mantap. Matanya menerawang resah keluar jendela Royal Chamber, sepertinya berharap menemukan Elisa sedang minum teh di dekat danau. "Apa kau yakin ingin melakukan ini sekarang, Eugene? Kita bisa menundanya kalau kau mau."

"Kita tidak bisa menundanya, Quinz Celestin," desak Alfred. "Para undangan sudah berkumpul. Raja dan ratu yang lain telah mengirimkan utusannya. Kita tidak bisa tiba-tiba membatalkan acara ini begitu saja!"

"Tidak ada yang mengira Eugene akan diserang," kata George. "Demi Tuhan, bagaimana orang-orang ini bisa melewati perbatasan? Bukankah sudah kuperintahkan untuk melarang siapa pun masuk keluar Calondria sejak Crassulacea diserang? Ini situasi darurat, Alfred! Tidak ada yang mengharapkan kekacauan ini!"

Ratu Raquelle masuk ke dalam ruangan, rambutnya agak mengembang. "Poste minta penjelasan," katanya gamang. "Aku sudah berusaha menjelaskan sebisanya. Mereka menganggap kejadian ini mengada-ada. Aku sudah menugaskan pasukan protokoler istana untuk meminta para tamu menunggu. Sejauh ini mereka belum berkomentar apa-apa."

Pintu ruangan terbuka lagi, Janesse masuk dengan terburu-buru.

"Valione dari Karstdinge, Halmar dan Lacroix berpendapat pelantikan harus tetap dijalankan," katanya lelah. "Menurut mereka, penculikan Elisa tidak relevan dengan pelantikan Eugene. Sisanya setuju pelantikan ditunda. Empat suara berbanding enam, George. Kita tak bisa memutuskan sampai ada mayoritas delapan suara yang mau membatalkan acara hari ini."

"Dengar," potong Eugene tajam. Dadanya terasa mau meledak dan dia sudah setengah mati menahan diri sedari tadi untuk tidak berteriak. "Elisa sahabatku. Tanpa dia, aku tak mungkin ada di Calondria. Bukannya aku bersikap sok George, tapi... aku tak bisa melakukannya."

"Bagaimana kepalamu, Eugene?" tanya Ratu Raquelle peduli. "George, mungkin kita bisa memberitahu para tamu bahwa Eugene terluka dan...."

"Aku tidak apa-apa!" kata Eugene geram. Tangannya otomatis menyentuh pelipisnya yang bengkak kebiruan, tempat dia ditonjok para penjahat itu sebelum sempat melarikan diri. "Ini hanya memar kecil. Kita harus memberitahu kejadian sebenarnya. Elisa diculik! Kita harus menemukan Elisa!"

"Celestin, bukannya saya bermaksud membeda-bedakan," kata Alfred tidak sabar. "Tapi kita juga masih mencari Mark L'alcquerine dan—"

"Mark L'alcquerine tak ada hubungannya dengan semua ini," bantah Ratu Raquelle sengit. "Dia betul-betul sudah hilang akal jika nekat menerobos masuk ke istana lagi, dengan penjagaan super ketat seperti ini."

Eugene ingin berkomentar tapi dia menahan diri sekali lagi. Tangan kanan George terangkat, menyetop siapa pun yang ini bicara.

"Menurutku, Mark bisa saja dalang di balik semua ini," katanya hati-hati, mencoba untuk tidak bertemu pandang dengan Eugene. "Mungkin karena dia tak bisa masuk ke kompleks istana, dia mencoba menyerang Eugene di jalan."

"Ayahku tak mungkin menyakitiku," bantah Eugene. Jo melompat kaget hingga menjatuhkan baskom air dingin yang sedang dipegangnya. "Aku tahu ayahku tidak termasuk dalam anggota penyerang itu."

"Aku setuju," dukung Ratu Raquelle. "Mark tidak menyerang Eugene. Dia tidak punya alasan."

"Yang kita tahu sejauh ini adalah," kata George lambat-lambat. "Rombongan Eugene diserang dalam perjalanan pulang dari rumah sakit oleh sekelompok orang. Kalau saja si sopir tidak menekan tombol darurat di dasbor limusin untuk meminta bantuan, bisa jadi bukan hanya Elisa yang diculik, tetapi Eugene juga. Eugene, kau bilang mereka semua mengenakan penutup wajah. Kita tidak tahu siapa mereka, bisa siapa saja."

The Lost Prince [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang