12. Prime Celestine

2.5K 384 2
                                    


Pagi itu langit sangat cerah. Warnanya yang biru ceria seharusnya memikat siapa pun yang berada di luar ruangan untuk mampir sebentar ke taman, tetapi barisan yang berdiri di depan pintu masuk istana tidak bergeming sama sekali karena tegang.

Kepulangan mendadak Ratu Raquelle tidak memberi waktu yang cukup untuk upacara penyambutan yang megah, jadi keluarga kerajaan dan para staf hanya berdiri di depan pintu untuk mengucapkan selamat datang. Di sisi kanan pintu, George berdiri berdampingan dengan Janesse dan Alfred. Di sisi satunya ada Bard Johnston, kepala butler di Faranvareza ditemani empat orang pelayan wanita dan seorang porter.

Elisa sampai ke teras depan. Dia terbelalak melihat dua barisan yang rapi itu dan memutuskan untuk mengambil tempat di ujung barisan dekat George.

Kumis hitam Alfred berkedut. "Madamoiselle Harris...."

"Ya?"

"Tempat Anda bukan di situ."

"Oh, maaf," kata Elisa. Telinganya panas. "Saya tidak tahu."

"Urutannya adalah Quinzes Celestines, Perdana Menteri Calondria, tamu istana dan para staf istana di paling belakang. Anda bisa berdiri di dekat Johnston."

"Oh, Alfred!" pekik George marah. "Tak perlu memusingkan di mana Elisa akan berdiri. Kemarilah Elisa, berdiri di sebelahku."

Elisa melirik Alfred yang kumisnya bergetar tidak setuju dan memutuskan untuk berdiri di sebelah George. Dia malu sekali, seharusnya dia bertanya lebih dulu. Elisa betul-betul lupa bahwa saat ini dia sedang bertamu di istana kerajaan yang penuh peraturan macam-macam.

"Jam berapa Prime Celestine akan tiba?" tanya Janesse gusar.

"Entahlah," George menengok jam tangannya. "Harusnya tak lama lagi."

Semua otomatis menoleh ke arah pintu, ingin melongok ke arah jam bandul besar di Pretory Hall. Sekarang sudah pukul sembilan lewat empat puluh lima menit, dan belum ada tanda-tanda kemunculan Ratu Raquelle. Alfred mengeluarkan arloji emasnya, kumisnya mulai bergerak-gerak lagi, kali ini dengan kecepatan yang mencemaskan.

Mereka masih menunggu selama sepuluh menit. Lama-kelamaan semua orang  menjadi semakin tegang sehingga Elisa tak akan heran jika ada pelayan yang jatuh pingsan saking tegangnya.

Semua melonjak sedikit ketika si jam bandul besar berdentang sepuluh kali.

Janesse mengapit lengan George dan berjinjit, melihat ke kejauhan. "Apa sebaiknya kita mengecek? Jangan-jangan terjadi sesuatu."

Pintu gerbang mengayun terbuka. Sebuah Audi hitam meluncur masuk, suara deruman mesinnya sama sekali tak terdengar. Kaca-kacanya gelap sehingga Elisa tidak bisa melihat siapa yang duduk di dalamnya.

"Audi?" celetuk George. "Seingatku Ma membawa Bentley."

Wow. Elisa tercengang. Apa Ratu Raquelle menyetir mobilnya sendiri?

Mobil itu berhenti di depan mereka. Pintu pengemudinya terbuka dan seorang wanita mengenakan kaca mata hitam dan bertutup kepala melangkah keluar. Dia menatap sekeliling, sebelum akhirnya menjatuhkan pandangannya pada rombongan di depan pintu itu.

"Ma?" George maju dan menghampiri wanita itu, dan dia kelihatan sama bingungnya. "Mana Hans? Mengapa Ma menyetir sendiri?"

"Oh George!" Wanita itu mencabut sarung tangan kulitnya lalu memeluk George. "Tak apa-apa, Nak! Hans masih mengurus barang bawaanku di perbatasan. Ada beberapa sutra bagus yang kubeli di Azerbaijan, sepertinya itu harus dicek dulu."

Jadi ini Prime Celestine, pikir Elisa. Pertemuan perdananya dengan George dan Janesse terasa rileks karena mereka berdua sangat santai, tetapi aura ningrat yang kental memancar dari Prime Celestine. Bahkan orang yang tidak tahu bahwa wanita ini adalah seorang ratu, pasti akan merasa sedikit terintimidasi.

The Lost Prince [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang