Dokter Patterson memperhatikan sosok lemah di hadapannya. Sang dokter meraih lengan kurus pria itu dan meraba denyut nadinya. Wajah pria itu tertutup rambutnya yang berantakan.
Pria itu bergerak sedikit.
"Bagaimana Dokter?" kata Lady Samantha gusar. Dia memeluk kepala putranya. "Apa penyakitnya?"
"Sepertinya Edward hanya mengalami dehidrasi ringan."
"DEHIDRASI!" Lady Samantha memekik berang. "Dia sangat menderita, dokter! Anda harus memberinya obat untuk menenangkannya! Dia menjerit dan mengigau semalaman! Saya tak tega melihatnya terus-menerus menderita seperti itu! Anda harus mengobatinya!"
Sang dokter memicing. "Apa Edward mengalami demam?"
"Kadang-kadang."
"Hanya pada malam hari?"
"Sepanjang waktu."
Hmm. Menarik. "Tapi kondisi Edward saat ini sepertinya cukup prima."
Lady Samantha mulai terisak dengan pedih. Dia mengerjap-ngerjap dan menelan ludah, berusaha menegarkan diri. "Lihat ini! Edward terserang malaria!"
Dokter Patterson menunduk mengamati bintik-bintik merah itu. "Ini sisa reaksi alerginya, Madam, bukan malaria. Akan hilang dengan sendirinya. Lagipula Calondria sudah bebas dari malaria selama seratus tahun."
"Saya ingin agar Edward tetap dirawat di rumah sakit!" Lady Samantha ngotot.
"Bukan saya yang memutuskan apakah Edward bisa tetap di rumah sakit atau tidak, Madam," kata Dokter Patterson hati-hati. "Anda harus meminta izin pada Quinz Celestin."
"Tapi George akan bertindak berdasarkan keputusan Anda!" pekik Lady Samantha histeris. "Edward tak mungkin kembali ke penjara dengan kondisi seperti ini! Bisa-bisa dia mati!"
Dokter Patterson menatap Lady Samantha dan Edward berganti-gantian. Apa betul penyakitnya separah ini? Sejauh pengetahuan medis sang dokter, Edward L'alcquerine kelihatan baik-baik saja. Agak pucat dan lelah, tapi prima. Rasanya itu wajar, apalagi setelah pulih dari alergi laktosa waktu itu.
"Edward hanya perlu lebih hati-hati menyeleksi makanannya. Dia alergi terhadap laktosa dan produk turunannya. Saya pikir Anda sudah tahu soal ini."
"Tinggalkan kami sendiri!" bentak Lady Samantha. Dia mulai mengemasi barang-barang Patterson dengan gemas. "Tak ada gunanya Anda di sini jika Anda tak bisa meringankan penderitaannya, Dokter!"
"Tapi Ma'am—"
"Pergi!"
Lady Samantha mengambil ancang-ancang, sepertinya siap menyerang. Dokter Patterson menyambar peralatannya dan bergegas pergi dari situ. Aku harus memberitahu Mores, pikirnya.
...
Terdengar ketukan pelan di pintu.
George tersentak dari lamunannya. "Masuk!"
Pintu kamarnya terbuka. Fabio, salah satu pelayan pribadinya, membungkuk hormat. "Gute noir, Quinz Celestin. Saya diminta Celestin Eugene untuk mengecek apakah Anda sudah tidur. Beliau ingin bertemu Anda."
George melirik jam meja. Janesse masih membaca di kamar sebelah. Ada apa Eugene menemuiku malam-malam begini?
"Tak masalah. Izinkan dia masuk."
Fabio mengangguk patuh lalu menghilang keluar. George bisa mendengar Eugene mengucapkan terima kasih pada Fabio sebelum masuk dengan ragu-ragu.
Eugene memakai piyama biru bergaris yang membuatnya tampak semakin jangkung. Sesaat George bergidik melihat betapa miripnya Eugene dengan Edward. Eugene, bukan Edward, katanya pada diri sendiri. Dan mereka kembar identik.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Prince [TAMAT]
RomanceElisa Harris tak pernah bermimpi untuk tinggal di istana, punya pelayan pribadi, bergaul dengan ratu, memakai gaun-gaun mewah, atau naksir Pangeran Monaco! Dia hanya operator telepon yang yatim piatu dari Paris. Tapi hidupnya berubah saat sahabatnya...