Hidup itu seharusnya indah, seharusnya berwarna dan penuh kehangatan. Namun tidak bagi sosok remaja yang saat ini sedang berdiri di atap rumah sakit. Remaja lima belas tahun itu memiliki nama yang indah, remaja laki-laki yang biasa dipanggil Arka itu terlihat putus asa.
"Arka? Kau oke?" Arka hanya mendengkus saat mendengar pertanyaan dari sosok gadis transparan di sampingnya.
"Pergilah."
"Aku ingin melihatmu melompat ke bawah, bagaimana?"
"Pergilah! Kau menggangguku! Pergi!"
"Jangan naif Arka ... toh tidak ada yang peduli denganmu, kau hanya memilikiku yang bisa mengertimu."
"Kau tidak tahu apapun!"
"Aku tahu!"
"Tidak!"
"Mati lebih baik bukan?" Arka lantas menutup kedua telinganya rapat-rapat, kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Diam! Kubilang diam!" sedangkan gadis yang hanya terlihat oleh Arka itu tertawa keras, yang tentunya hanya didengar oleh Arka.
"Jangan membuat masalah lagi, Arkana!" suara lain membuat Arka menurunkan tangannya lantas berbalik dan mendapati salah satu anggota keluarganya berada di sana, seseorang yang dulu sangat melindunginya yang kini tidak lagi peduli.
"Turunlah dan berhenti bersikap kekanakan, kau sudah dewasa."
"Bang Kafka ...."
"Arkana! Kembali ke kamar rawatmu dan berhentilah menjadi kekanakan." Remaja lima belas tahun itu langsung menunduk kemudian turun dan melangkah lunglai menuju kamar rawatnya.
"Jangan bertingkah bodoh!" hanya itu kalimat terakhir yang dia dengar dari sang kakak.
Remaja itu lantas memilih duduk sembari memeluk lututnya, kembali terisak di keheningan malam dan sendirian.
Selama menjadi perawat, Nina tidak pernah mendapati pemandangan seperti ini. Seseorang yang duduk melamun menatap ke arah jendela, mengabaikan satu porsi makanan dan sekitarnya, seolah hanya dia sendiri tanpa ada yang lain.
"Suster ..." Nina menoleh saat seorang anak kecil menghentikan langkahnya untuk melakukan tugas mengganti perban. Ruang rawat yang menampung hingga beberapa orang itu memang ramai.
"Ada apa?" Nina mencoba tersenyum menatap sosok yang masih menjadi pasien.
"Katakan kepada kakak itu untuk berhenti menangis saat malam, itu menganggu ayah dan ibuku, mereka tidak bisa tidur, kasihan." Nina tersenyum, kemudian menganggukkan kepalanya.
"Nanti suster akan bicara, sekarang istirahat dengan baik eoh?" anak itu menganggukkan kepalanya, sedangkan Nina memilih menghampiri ranjang paling ujung di dekat jendela.
"Waktunya mengganti perban dan memeriksa suhumu, Arkana ...."
Nina hanya tersenyum saat tidak mendapat respon, sejak awal masuk rumah sakit Nina tidak melihat keluarga pasien di depannya menjaga, padahal alasan remaja di depannya masuk rumah sakit adalah sebuah percobaan bunuh diri. Nina meraih lengan kiri sang remaja yang terbalut perban, kemudian dengan telaten membuka perban dan menggantinya dengan yang baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle 'Story'
General FictionKarena berjuang memiliki banyak wajah Karena berjuang memiliki banyak rupa Karena berjuang memiliki banyak makna INI HANYA SEKUMPULAN ONESHOOT