Cita - Cita Menjadi Guru

65 8 0
                                    



Matahari terasa begitu menyengat siang ini, membuat siapapun ogah – ogahan berjalan ataupun berkeliaran. Namun, Adit masih berdiri menantang matahari, sesekali mendesah berat, hukuman yang diberikan gurunya kali ini benar – benar menguras tenaganya, padahal biasanya Dia baik – baik saja, bahkan cenderung meremehkan, mungkin efek cuaca begitu pikirnya. Bel tanda istirahat kedua berbunyi, membuat Adit menghela nafas lega, segera melangkahkan kakinya menuju kantin.

"Bu, minumannya dua yaa ...  gila !! gerah banget, panas banget lagi, heran deh kenapa tu guru tega ngasih hukuman di siang bolong !!" 

Omelan Adit membuat sang penjaga kantin terkekeh, sudah mulai biasa mendengar laporan Adit , saat Adit kesal karena hukumannya membuatnya susah dan payah. 

"Kali ini ngapain lagi Mas??" 

Adit meneguk minumannya hingga tandas, kemudian menatap sang penjaga kantin, sedikit memberikan cengirannya. 

"Sedikit main – main di kelas,  Bu . Di kelas terlalu serius nggak asyik !!" 

Sang penjaga kantin terkekeh, meskipun baru dua minggu mengenal Adit, tapi menurutnya sosok Adit sangat menyenangkan tetap menjaga sopan santunnya meskipun terkenal bandel se antero sekolah, mungkin karena tidak ada yang mengajaknya mengobrol panjang selain Adit, akh kalau Adit pindah mungkin sang penjaga kantin akan merasa kesepian lagi. 

"Nggak takut pindah lagi Mas??" 

Adit menggeleng mantap 

"Nggak, heran deh, kenapa kalau anak – anak pintar, ditanya cita – cita pasti jawabnya jadi guru, dari jaman SD sampai sekarang." 

penjaga kantin itu kembali terkekeh, menggeleng – gelengkan kepalanya. 

"Ya jelaslah , Mas.  Mereka kan pintar, cocok jadi guru, lah kalau Mas Adit yang bilang pengen jadi guru, pasti deh guru – gurunya Mas Adit bakal ketawa."

"Kok Bisa Bu??"

"Ya jelaslah, lha wong Mas Adit bandel, nggak mau diatur, baru dua minggu udah buat banyak keonaran, udah dapat surat panggilan, dan dapat skor banyak." 

sang Ibu kantin meletakkan jus melon di hadapan Adit, yang langsung di minum oleh Adit. 

"Kalau anak – anak pintar itu mah pantes, Mereka gak mungkin tho?? Bercita – cita jadi penjaga kantin seperti Saya??" 

Adit mangut – mangut, tersenyum menatap sang penjaga kantin yang menyengir lebar.

 "Adiiit!!!" 

Suara yang terdengar sangat ramai itu membuat Adit terlonjak, buru – buru mengeluarkan uang yang tersisa di sakunya. 

"Ini , Bu. kembaliannya buat Ibu, makasih." 

Adit berlari, menghadap sang penjaga kantin yang keheranan memegang uang dua ribuan. 

"Saya janji kalau mendidik itu nggak harus membosankan, Yang penting tepat sasaran ! permisi dulu ya Bu !" 

Setelah berteriak Adit berlari sekencang – kencangnya, dalam hatinya merutuki otaknya yang lupa kalau dia tadi sempat mengerjai semua teman sekelasnya, nyaris semua. Tamatlah riwayatnya, besok pasti dia akan pindah sekolah untuk ke sepuluh kalinya dalam satu semester.

 Sedangkan sang penjaga kantin tersenyum menimang selembar uang Dua Ribu Rupiah di tangannya. 

"Mas Adit.. Mas Adit, pakai sok – sok an kembalian buat saya, uangnya aja kurang, gapapa deh Mas, semoga sukses aja Mas, Saya mendo'akan dari sini." 

Kemudian sang penjaga kantin, memasukkan uang tersebut ke tasnya, bukan ke laci tempat uang. 



Struggle 'Story'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang