Masuk IM itu seperti kecebur sungai yang deras.
Begitu mungkin perumpamaannya.
Mengantar teman mengambil formulir ekh tangan ikut penasaran juga mengambil dan mengisi, lengkap lagi dengan janjian wawancara dan mempromosikan diri dengan sekuat tenaga agar kata penolakan tidak diterima. Tidak tahu menahu apa itu IM, hanya sekedar tahu kalau ada kegiatan mengajar anak TPA atau Bimbel.
Sok tahu banget yaa, padahal saat jadwal jelajah ormawa kutinggal mendinginkan suhu sejenak di auditorium mendengarkan ceramah yang entah bahkan satu katapun tak kuingat.
IM itu seperti sungai yang mengalir, iya deras sekali sampai aku rasanya tak bisa untuk mengelak. Terlepas dari derasnya arus, sedikit demi sedikit aku sadar bahwa di aliran sungai yang deras ini, dimana aku tercebur di dalamnya aku mengenal banyak hal, mengetahui banyak yang belum pernah aku ketahui sebelumnya.
Bahwa semua elemen yang ada di sungai dimana aku tercebur dengan tidak elitnya ada banyak hal yang bisa dipelajari dan dihayati dengan penuh makna dan hati, ada sejuta pelajaran dan hikmah yang bisa kita ambil dan diolah sedemikian rupa hingga menjadi pembelajaran kedewasaan yang haqiqi, bahwa hidup bukan hanya tentang diri sendiri, bahwa belajar bukan hanya mencerdaskan diri sendiri.
Mungkin terlihat sepele, tapi memberi membuka pintu hati selebar – lebarnya, membuat malaikat menaungi dengan sayap lebarnya kepada yang berbagi, meskipun hanya sekotak nasi dan segelas air putih yang tak bisa menyembuhkan dahaga setelah lelah diri.
Itu ku alami saat arus sungai IM membawaku pada suatu dermaga bernama Bernas#2, dimana kita bisa membuka mata dan hati, bahwa kita jauh – jauh dan jauh lebih beruntung dari mereka, membuka mata dan hati bahwa ada kehidupan lain di sisi kehidupan kita, ada kehidupan orang lain yang luput dari mata kita.
Kita yang diberi tugas satu saja mengeluh seolah paling menderita hidup di dunia, mengalahkan jutaan ummat manusia, tak makan ayam sehari bagai di bui hingga mati.
Bernas#2 membuka mata dan menggetarkan hati, teringat ayah bunda ratusan kilometer jauhnya disana, memeras keringat demi diri ini yang suka mengeluhkan hal yang remeh temeh dan tak berarti.
Duuh, uangnya kurang besok makan apa? Sedangkan tak pernah ku tahu ayah bunda apakah sudah makan atau belum?, dalam satu dermaga ini aku akhirnya memahami bahwa hidup bukan untuk diri sendiri tapi juga untuk berbagi.
Sekian waktu mulai menikmati arus sungai IM ini, tak terasa rutinitas kuliah yang menjemukan, mendengar ceramah dan sesekali diskusi sedikit terobati oleh kenakalan wajar anak – anak kecil yang sedang belajar mengaji, teringat diri saat masih kecil seperti mereka, berlarian dengan semangat menempuh ilmu tentang hijaiyah mulai dari alif hingga ya.
Canda dan celotehan mereka membuat beban seolah terangkat, meskipun tak jarang kesal juga saat mereka tak mau menuruti, enggan mendengarkan titah dan masih ingin berlarian kesana kemari.
Memang esensi yang berharga selain mendapat pengetahuan tentang cara baca huruf hijaiyah adalah asyiknya bermain dan berkumpul bersama teman.
Finally, IM bagiku memang sungai dengan arus yang tak terkendali, terbawa begitu saja menepi di dermaga sejenak kemudian berarus kembali, tapi IM adalah sungai kehidupan yang terbaik yang pernah aku ikuti arusnya, yang pernah aku tahu dan pahami dalam menjalankannya.
Semoga aku tetap bisa mengikuti arus kebaikan yang indah dan penuh estetika ini, dalam sebuah esensi kebaikan yang semoga tak terputus pahalanya dan rantai kebaikan sederhananya.
Ada satu hal yang perlu dipahami sebagai makhluk sosial, bahwa perjuangan itu milik semua orang, hanya saja kadarnya berbeda.
Karena berjuang memiliki banyak wajah.
_Cerita ini ada di buku kumpulan cerita Inspirator MIPA , dibuat berdasarkan kisah nyata _
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle 'Story'
Ficción GeneralKarena berjuang memiliki banyak wajah Karena berjuang memiliki banyak rupa Karena berjuang memiliki banyak makna INI HANYA SEKUMPULAN ONESHOOT