(Tiga hari setelah Seijuuro melamar Nanami)
Nanami galau. Untuk pertama kalinya selama hidupnya dia dibuat gelisah oleh perasaan asing yang mulai mengusiknya. Beruntung sih perasaan itu tidak cukup buat mengganggu pekerjaannya, karena jika sampai mengganggu konsentrasi mengajarnya, Nanami bersumpah akan mendatangi Seijuuro dan menyalahkan semuanya pada si kepala merah tersebut. Kenapa? Tentu saja karena sumber permasalahan kegundahan hatinya tak lain adalah si kepala merah yang susah sekali dibantah.
Mungkin Nanami baru menyadarinya. Sungguh. Selama empat tahun menjalin hubungan dengan Seijuuro, dia tidak pernah merasakan perasaan asing seperti ini. Tentu saja. Toh hubungan mereka lebih seperti kesepakatan pekerjaan dibandingkan hubungan sepasang kekasih. Kemarin malam itu... Nanami kalap. Kepalanya sengaja ia benturkan pada meja kerja hingga menghasilkan suara yang cukup keras. Beruntung guru lain sudah pulang. Hanya tinggal dirinya saja disana. Omong-omong sejak kemarin dia sedang benar-benar menghindari Seijuuro yang tiba-tiba saja menyematkan sebuah cincin di jari manisnya. Apa-apaan coba?!
Seijuuro tidak bertanya. Dia begitu saja mengatakan 'Ayo menikah' dengan suara datar seperti biasanya. Itu sebuah pernyataan. Perlu dicatat. Itu bukan sebuah pertanyaan yang dikatakan sedemikian rupa. Justru Seijuuro mengatakannya dengan biasa saja. Seperti mengatakan mengenai cuaca malam itu. Nanami jelas speechless. Otaknya seperti korslet. Matanya bahkan mengedip berkali-kali buat melihat dan menyadarkan jika sebuah cincin sudah ada di jari manisnya. Wajah Nanami tetap kosong saat beberapa teman gurunya saling memekik saat melihat cincin di jari manisnya. Ah, tidak banyak yang tau jika Nanami memiliki kekasih, apalagi kekasihnya seorang Akashi Seijuuro yang cukup terkenal.
"Arrghh... apa-apan dengan kepalaku sebenarnya..." suaranya nyaris seperti geraman yang tertahan. Nanami, untuk kedua kalinya membiarkan keningnya membentur meja yang keras. Tak peduli jika keningnya sudah memerah karena benturan tersebut.
"Kalau kau terus membenturkan kepalamu pada meja, aku yakin kau akan kehilangan otak sehatmu, Nami"
Demi suara asing yang tiba-tiba saja terdengar bahkan dekat sekali di telinganya, tubuh Nanami membatu sempurna. Dia menggeleng keras. Menyadarkan diri jika hal itu hanya sebuah kemustahilan. Tentu saja. Mana mungkin seorang Akashi Seijuuro yang kesibukannya tiada habisnya itu tiba-tiba ada di sekolah tempatnya mengajar? Fix. Nanami yakin ada sesuatu yang salah dengan kepalanya. Gadis itu mengangkat kepalanya untuk kembali mengulangi perbuatannya--membenturkan kening untuk ketiga kalinya--tapi belum sempat kening membentur kerasnya meja, sesuatu entah apa, menarik kerah bajunya hingga ia merasa tercekik. Menatap nyalang, gadis itu speechless. Matanya membola mendapati si kepala merah yang sudah berdiri disampingnya dengan sebelah tangan yang menarik kerah baju.
"Ayo pulang. Sudah cukup menghindariku selama tiga hari"
Skak mat. Nanami tidak bisa lagi kabur. Terlambat menyadari, gadis itu hanya bisa pasrah saat Seijuuro menyeretnya pergi meninggalkan sekolah. Membawanya masuk kedalam mobil yang ia bawa. Mobil melaju tenang. Hening. Tidak ada yang bicara. Meski selama ini hubungan mereka tidak seperti hubungan romantisme lainnya, tapi nyaris tidak pernah ada keheningan yang seperti itu.
"Akashi kun..." Nanami membuka suara. Kali ini dia sudah sadar dan mendapati kemana arah mobil melaju gadis itu tau satu hal. Jalanan yang dilewati mobil bukan bertujuan menuju apartemennya.
"Seijuuro. Sudah ku bilang kan malam itu kau harus memanggilku Seijuuro. Tidak ada calon istri yang masih memanggil calon suaminya dengan nama belakang" datar namun tanpa bantahan. Khas sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Days With You
FanfictionAkashi Seijuuro menikah. Menurutmu perempuan seperti apa yang menjadi istrinya? Isinya cerita pendek yang kebanyakan gak nyampe 1k word. Bagi yang pernah baca tulisan percayalah tulisan disini jauuuh beda dari tulisan biasanya saya. Buku ini saya...