Prolog

22.4K 1.5K 184
                                    

*بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم*


Assalamualaikum warrohmatulohi wabarokatu. Perkenalkan, namaku Ilhidayatul Husna. Akun aku bisa juga difollow ya Ayatulhusna_ 😁✌🏻. Kakak-kakak semua bisa memanggilku, Husna.

Terima kasih kepada Allah subhanahu wa ta'ala, yang telah senantiasa memberiku kesehatan dan memberiku kesempatan untuk berada di sini. Terima kasih juga kepada kakak-kakak Swp generasi-1 yang sudah berkenan memilih aku menjadi salah satu anggota di swp generasi-2. Sungguh, kesempatan ini amat berharga buat aku.

Kepada kakak-kakak yang bersedia meluangkan waktunya untuk membaca ceritaku, terima kasih banyak aku ucapkan. Aku harap, semoga dalam tulisan ini ada manfaat yang bisa diambil, Aamiin...

🍁🍁🍁

Semua orang ingin doa dan keinginannya dijawab di waktu yang tepat. Tetapi, berapa banyak dari kita yang benar-benar shalat di waktu yang tepat?

🍁🍁🍁

       Suara tangisan bayi kini menggema di dalam ruangan bernuansa serba putih, perjuangan untuk melahirkan seorang bayi mungil, kini sudah berhasil dia lalui. Sesuatu perjuangan yang nyaris melayangkan nyawanya. Tapi, itu semua tidak menjadi masalah bagi Asri asalkan ia sudah bisa melihat anaknya terlahir dengan sempurna, anak keduanya bersama suami tercinta.

Dengan lembut Asri menyentuh pipi merah bayinya, sebentar lagi dia akan bertemu dengan sang ayah, seorang lelaki yang akan menggendongnya dengan bangga. Asri tidak bisa membayangkan bagaimana nanti kebahagiaan keluarga mereka, apalagi Radit, anak pertamanya yang pasti akan sangat bahagia memiliki adik secantik ini.

Tidak lama setelah itu, pintu terbuka menampilkan sosok Ilyas yang berdiri sejenak di ambang pintu. Dia sedang mengamit tangan kiri Radit, sementara tangan kanannya tersipan es krim cokelat yang sedang ia jilati. Asri tersenyum melihat pemandangan itu.

"Mas, lihat Mas, anak kita sangat cantik."

Ilyas tidak merespon apa-apa, dia datang dengan air muka datar. Tidak ada raut kebahagiaan yang mencuat dari wajahnya, hingga membuat benak Asri bertanya-tanya, ada apa sebenarnya? Kenapa Ilyas tampak tidak bahagia dengan kelahiran putri mereka?

"Mas, kamu kenapa?"

"Asri, sepertinya. Ini sudah saatnya kamu tau."

"Tau apa?"

"Aku ingin kita bercerai."

Asri melotot kaget, sekujur tubuhnya kini bergetar.

"Apa maksudmu, mas?"

"Sebanarnya, ini sudah lama aku pendam. Tapi, saat aku berniat menceraikanmu, kamu malah memberiku kabar tentang kehamilanmu, hingga membuatku mau tidak mau terpaksa menunda perceraian kita."

"Jangan becada kamu, mas. Apa yang kamu bicarakan, aku baru saja selesai melahirkan anak kita. Kenapa kamu malah ingin menceraikanku?"

Asri tidak bisa membendung air matanya lagi. Bayi yang ada di dalam pelukannya ikut menangis, seolah mampu merasakan kepedihan hati ibunya.

"Maafkan aku, Asri. Aku sudah tidak mencintaimu."

Kalimat itu begitu gampang tercetus dari mulut Ilyas, membuat hati Asri begitu sakit. Asri sangat kecewa dengan apa yang sudah Ilyas lakukan.

"Segampang itu kamu mengatakan tidak mencintaiku lagi?"

Asri tertawa sarkastis, laki-laki seperti Ilyas begitu bajingan. Laki-laki yang tega menceraikan istrinya yang baru saja melahirkan darah dagingnya sendiri.

"Apa salahku, mas. Selama ini, aku tidak pernah membuatmu kecewa."

"Aku ini seorang laki-laki, Asri. Aku tidak bisa menahan hasratku, aku bertemu dengan seorang wanita yang begitu cantik, dia mampu mengikat hatiku dan aku tidak mau kehilangannya."

"Hanya karena itu? Apa aku kurang cantik dimatamu?"

Karena tidak mampu membendung amarah yang menyesak di dalam dada, Asri akhirnya berteriak marah, tatapan teduh penuh cinta yang biasa ia pancarkan kini lenyap sudah, digantikan dengan tatapan benci, penuh dendam dan sakit hati.

"Ayah, ibu kenapa belantem?" tanya Radit polos, anak laki-laki yang masih berusia tiga tahun itu tidak mengerti apa-apa. Dia menjatuhkan es krimnya begitu saja, apalagi saat melihat ibunya menangis. Radit masih terlalu kecil untuk mengerti masalah seperti ini.

"Radit sayang." Ilyas berjongkok, menyamakan tingginya dengan jagoan kecilnya.

"Ayah harus pergi dulu, kamu di sini aja ya sama ibu."

Radit yang tidak mengerti hanya menganggukan kepalanya, pertanda memenuhi permintaan ayahnya. Sementara Asri hanya bisa membuang muka ke samping, sangat-sangat membenci Ilyas, laki-laki itu sudah mampu membuat hatinya terluka.

"Brengsek!"

Asri menangis, sekarang rasanya benar-benar sudah sangat terpuruk. Ketiadaan orang tua membuatnya harus siap menjalani kehidupan kedepannya. Berdiri sendiri demi mempertahankan kehidupan anak-anak.

Asri tidak menyangka, kalau Ilyas akan tega melakukan ini. Padahal, ada bayi mereka yang sangat membutuhkan ayahnya.

Peluk jauh, Ayatulhusna_ 🤗

Publish ulang 2024-05-09

Air Mata SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang