19. °Ancaman°

5.6K 774 78
                                    

🍁🍁🍁

*بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم*

⚠Ambil baiknya, buang buruknya⚠

⚠Jangan ngejudge suatu cerita sebelum kamu mebacanya sampai tamat⚠

📖Selamat Membaca📖

🍁🍁🍁

Meninggalkan gedung sekolah, Rania berkali-kali menolehkan kepala kebelakang. Di sana ia bisa memperhatikan teman-teman seangkatannya memegang ijazah ditangan masing-masing. Ini adalah terakhir kalinya ia mengenakan seragam putih abu-abu dengan rapi.

Rania mendesah. Sekarang dia bukanlah seorang anak remaja lagi, ia harus bisa mencari jati diri untuk mengubah masa depan.

Tidak lama setelah itu Rania bisa melihat Raka yang kini berlari ke arahnya. Sambil memasang wajah gembira, laki-laki itu berkali-kali tersenyum kepadanya.

Rania begitu bosan melihat wajah seperti itu. Karena tidak ingin bertemu, Rania memutar tubuhnya, melangkah meninggalkan gedung sekolah. Tapi, baru beberapa langkah sesuatu seolah memaksanya berhenti secara mendadak. Raka menggenggam tangannya dengan cepat.

"Aku antar kamu pulang. Aku tau, nggak ada yang jemput kamu."

"Sok tau, kamu."

"Aku bukannya sok tau. Tapi aku benar-benar tau, Ran."

Rania hanya diam. Sudah kehabisan cara untuk terus menghindari Raka. Laki-laki itu tidak mau mengerti.

Rania bosan saat Raka mengirim pesan via whatsapp setiap saat, Rania bosan saat Raka terus meneleponnya.

"Kita pulang bareng, ya. Pliss..." Raka menempelkan kedua tangannya di depan Rania, bersikap sangat memohon, berharap Rania mau mengabulkan permintaannya.

"Raka, nggak enak. Kita itu nggak ada hubungan apa-apa. Aku nggak nyaman."

"Yaudah, sekarang aku nggak bakal maksa kamu lagi buat jadi pacar aku. Tapi, kamu nggak bisa nolak kalau aku minta kita berteman."

Raka tersenyum begitu manis.

"Yaudah," kata Rania pada akhirnya.

Di perjalanan mereka berdua sama-sama diam. Baik Rania maupun Raka keduanya larut dalam pikian masing-masing.

Raka mempercepat kelanjuan motornya, membuat Rania mau tidak mau melingkarkan tangannya dipinggang Raka. Raka tersenyum, menjatuhkan pandangannya sejenak pada tangan Rania.

"Raka, jangan ngebut. Aku takut."

Raka memandang wajah Rania dari pantulan kaca spion. Terlihat jelas bagaimana raut kepanikan yang kini terpancar dari wajahnya.

"Pegangan aja yang kenceng. Kita akan baik-baik aja."

Raka sedikit berteriak, sebab angin sudah mengalahkan suaranya.

Karena takut, Rania sampai mencengkram baju Raka.

Entah bagaimana kejadian ini bisa terjadi begitu cepat. Rania bahka tidak tahu dari mana asalnya mobil yang tiba-tiba saja muncul.

Kedua mata Rania terbuka lebar. Hingga dalam hitungan detik ia merakan tubuhnya mengalami sesuatu yang sangat buruk.

Rania meringis, memegang kepalanya yang terasa basah, cairan merah nan kental kini mengalir begitu deras.

Raka yang tergeletak di atas aspal, langsung memandang Rania yang diam tak bergerak. Dengan kesadaran yang masih tersisa Raka lantas berlari mendekati Rania, mengangkat tubuh perempuan itu ke atas pangkuanya.

Air Mata SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang