23. °Rintihan Duka°

6.1K 805 101
                                    

*بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم*

⚠Ambil baiknya, buang buruknya⚠

⚠Jangan ngejudge suatu cerita sebelum kamu mebacanya sampai tamat⚠

📖Selamat Membaca📖

🍁🍁🍁

Yang namanya penyesalan memang selalu datang belakangan.
Tapi dari situ kita belajar, untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama di kemudian hari.

🍁🍁🍁

Hari ini Radit dimakamkan.

Asri yang tidak tega datang ke pemakaman hanya diam di rumah. Dia masih terlalu syok dengan kepergian Radit yang mendadak.

Padahal saat ia akan pulang dari rumah sakit bersama Rania ia akan mengajak dua anaknya makan bersama. Tapi takdir berkata lain, yang mengharuskan dia untuk menapis jauh angan itu.

Banyak sekali waktu yang ia lewatkan bersama kedua anaknya. Dia tak pernah ada di saat mereka membutuhkan. Sekarang Asri sendiri yang merasakan betapa sakitnya ketika orang yang kita butuhkan ternyata sudah tak bisa kita temui lagi.

Penyesalan memang selalu datang terlambat.

Sesuatu terasa berharga di saat sesuatu itu sudah tidak ada.

Sedangkan di pemakaman yang sudah sepi, tinggal ada Rania dan Bianca yang setia menemani.

Bianca mengelus pundak Rania untuk menenangkan. Sebab dari tadi tangis Rania tak kunjung mereda.

"Gue mau ngomong sesuatu sama lo."

Rania yang masih bersedih tidak merespons ucapan Bianca. Yang hanya bisa ia lakukan adalah menatap batu nisan yang bertuliskan 'Radit'. Sungguh, itu adalah pemandangan menyakitkan yang pernah ia lihat seumur hidup.

Ada banyak asa yang belum terwujud.

Ada banyak cinta yang belum sempat dirayakan menjadi pesta penuh suka dan tawa.

Rania ingin melihat Radit berubah, itu saja.

"Lo salah kalau lo nilai kakak lo itu jahat," ucap Bianca yang mampu membuat Rania sejenak mau mendengar kelanjutan kata yang akan Bianca lontarkan. Perlahan suara isaknya menurun.

Itu memang benar. Rania salah jika menilai Radit kakak yang jahat. Tapi, bagaimana mungkin Bianca tahu? Sedangkan Rania baru mengetahu kenyataan itu di detik-detik saat Radit meninggalkannya pergi untuk selama-lamanya.

"Kak Radit pernah berpesan sama gue, kalau gue jangan pernah bawa lo ke tempat busuk itu...."

"Tempat busuk?" tanya Rania seraya menoleh.

"Iya, bar yang sering kakak lo kunjungin."

Rania terdiam, sedang setitik air matanya mendarat di pipi. Ia mengerti ke mana arah pembicaraan Bianca.

"Dan dia nggak mau gue bilang ke lo kalau dia ngomong hal itu ke gue."

"Gimana dia bilangnya?" tanya Rania parau.

"Gini, gue masih inget banget waktu itu dia labrak gue dan pegang tangan gue kasar banget. Terus dia bilang...." Bianca mulai memeragakan cara bicara Radit waktu itu yang sampai sekarang ini masih bisa dia ingat. Sebab saat itu tatapan Radit begitu menghunjam dan mematikan. "'Gue minta sama lo, jangan sampai lo ngajak-ngajak adek gue lagi ke sini. Kalau sampai gue mergokin Rania ada di sini, lo bakalan abis! Gue nggak akan pernah pandang bulu. Mau lo cewek sekalipun, gue nggak peduli. Jangan sampai juga lo bilang sama Rania kalau gue  ngomong gini ke lo. Inget, ancaman gue nggak pernah main-main.' Nah, gitu Ran. Dari situ gue paham, kalau kak Radit diem-diem peduli sama lo, dan dia nggak mau nunjukin...."

Air Mata SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang