Chapter 1

3.7K 292 0
                                    

Perjalanan mereka menikmati Pantai Indrayanti, terhenti ketika hujan deras tiba-tiba mengguyur jalanan yang mereka lewati. Akhirnya, menginap semalam di motel terdekat menjadi pilihan. Sejak aksi protes mengundang perhatian tadi terjadi, Ali masih harus mengucap istigfar seratus juta kali lagi.

Setelah menangis sesenggukan, sampai membuat Ali berniat ingin meminta maaf. Prilly sudah kembali membuat orang mengelus dada dengan tingkah absurdnya, mulai dari bernyanyi di sepanjang perjalanan layaknya bocah esde, sampai memutar film barbie di televisi kecil yang telah disediakan. Seakan gadis itu lupa kalau habis menangis dan hampir membanjiri badan bus.

"Nanti kamu sekamar sama aku 'kan? Pokoknya kita sekamar." Prilly menarik kopernya semangat sehabis mengajukan kalimat yang tidak bisa disebut dengan pertanyaan.

Sedangkan Tiur hanya menggeleng, mencoba menguatkan dirinya sendiri.

"Tiur! Kamar kita disamping mas monster?" cicitnya ketika Ali terlihat masuk ke dalam sebuah kamar yang berada di sampingnya.

"Iya. Kenapa?" Dengan menjawab singkat, Tiur sibuk sendiri mencari kunci kamar di dalam tas selempangnya.

"Yahhh, Prilly enggak bisa teriak-teriak dong atau mas monster bisa ngamuk terus ngerobohin tembok."

"Imajinasi lo tuh terlalu tinggi tau nggak Prill! Lo kira mas Ali tuh debus," ucap Tiur sambil mendorong kepala gadis itu pelan.

"Tiur kok bisa tau namanya?"

Prilly menatap Tiur mengernyit, seperti sedang mencari jawaban dari air muka Tiur yang malah tertawa dan mendorong kepalanya sekali lagi.

"Gue bukan ciri tour guide yang pemales kayak lo ya!" Tiur meletakkan selembar kertas berisi daftar nama peserta ke atas tangan Prilly. Sedangkan gadis itu hanya cengo, melihat tubuh Tiur yang sudah menghilang ditelan debaman pintu.

"Monster Ali??"

***

Meski hari kian larut, kedua mata Ali tak juga tertutup. Lelaki itu terlalu asyik memandangi langit-langit kamar, dengan satu lengan kekarnya menjadi alas kepala. Sebenarnya Ali sedikit terganggu dengan suara gaduh yang samar terdengar dari kamar sebelah, tapi lelaki itu masih terdiam. Menganggap suara gaduh itu selayaknya anjing lewat saja.

"Bunda! Prilly kepleset!"

Hingga dia kemudian bangkit, ketika suara teriakan itu makin jelas terdengar. Dia hafal sekali, dalang di balik kegaduhan tembok ini.

"Gue enggak ngerti, kenapa harus dipertemukan sama cewek shhss ... bocah macem tuh orang," ucapnya memijat pelipis dan sibuk mondar-mandir di dekat kasur.

"Tiur! Jannah! Bantuin Prilly!"

Ali makin menggeram gemas saja mendengar teriakan yang bisa membangunkan peserta tour lainnya, termasuk dirinya.

"Lo minta gue sumpel sandal atau sepatu sih, bocah!" teriaknya frustrasi. Dengan penuh rasa emosi lelaki itu mendatangi kamar yang dihuni oleh Prilly dan kedua temannya itu, tulang jarinya mengetuk pintu motel tidak biasa.

Tok. Tok. Tok.

"Heh! Bisa enggak pakek teriak 'kan? Suara lo bisa bikin kuping semua orang tuh pecah tau enggak!" Ali berkata tak selow sambil mengetuk pintu di depannya brutal.

"Mas monster Ali?"

Kini mata Ali terpejam untuk sekedar mengurangi rasa emosinya, tapi lelaki itu justru makin merasa terbakar mendengar teriakan Prilly yang terus memanggilnya dengan sebutan 'monster' itu.

"Mas monster tolong bantuin Prilly!" teriak Prilly lagi, membuat Ali langsung menerobos masuk kamar tanpa mengetuk pintu itu lagi. Di dalam terlihat rapi dan senyap seperti tak dihuni, maksudnya Ali tadi tidak sedang mendengar suara hantu bukan?

"Di kamar mandi!"

Ali menyeret langkahnya menuju pintu bercat putih yang terletak di sebelah kanan kamar, mungkin ini tempat yang dimaksud Prilly.

"Lo enggak niat macem-macem sama gue 'kan?" tanya Ali mengamati pintu putih itu lekat. Ragu untuk membukanya.

"Macem-macem tuh apa?" Prilly bertanya balik membuat lelaki itu menepuk dahinya pelan. Tanpa pikir panjang Ali membuka pintu kamar mandi, mendapati Prilly terlentang kesakitan di dekat toilet.

Ali mengepalkan tangannya di depan mulut, bahunya terlihat bergetar menahan tawa.

"Mas Ali kenapa?"

"Ehem, enggak. Lo kenapa tiduran di situ bukannya di kasur?" tanya Ali berdeham, berusaha menutupi tawanya yang hampir meledak.

"Habis mas monster marah tadi, aku nangis terus pindah duduk di samping Tiur. Terus waktu di jalan tadi hujan, jadi kita mampir dulu ke motel. Terus aku sekamar sama Tiur sama Jannah, waktu Prilly--"

"Lo nggak niat mau bikin novel 'kan? Langsung ke intinya bisa?" Ali mengangkat alisnya dengan tangan terkepal setengah melayang. Rasanya lelaki itu sudah gemas ingin menonjok wajah Prilly.

"Pokoknya ceritanya tuh panjang, sekarang mas monster bantuin aku ya?"

Prilly mengedipkan kedua matanya sok imut, tapi hal itu malah membuat Ali berdecih dan mendekap kedua tangannya di depan dada.

"Take and give. Setiap bantuan ada harganya."

"Ishhh, nolongin temen tuh jangan suka perhitungan mas monster. Dosa, ntar enggak dapet pahala," ucap Prilly sama sekali tak mengubah posisi Ali.

"Emang lo temen gue?"

Karena merasa kesal Prilly mencoba berdiri sendiri, memaksakan dirinya. Tiba-tiba sebuah tangan kekar mengangkat tubuh mungilnya dan berbicara tak berjarak di depan wajah Prilly hingga gadis itu harus menahan napasnya.

"Makanya jadi cewek tuh jangan rese!"

Seketika kedua pipi Prilly bersemu merah.

Bersambung...

Be Lovely (Selesai)-Ada Versi PdfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang