Chapter 9

2.5K 227 0
                                    

"Hikss, kalo Mas Abdi enggak bisa kasih izin. Setelah Bunda sembuh, Prilly bakal datangi kantor Pak Malik untuk mengajukan pengunduran." Air mata Prilly menderas sejak mendapat kabar bahwa bunda masuk rumah sakit, bahkan kedua mata gadis itu terlihat membengkak karena terlalu lama menangis.

Izin yang tak kunjung ia dapatkan dari Abdi, semakin menambah kepanikan dengan pikiran-pikiran buruk tentang bunda yang berada di Palangkaraya; kampung halamannya. Mau tak mau Prilly memutuskan resign, jika Abdi masih kekeh tak memberi izin. Kondisi bunda adalah prioritas utama saat ini. Di depannya Abdi juga ikut kebingungan, menghempas napas kuat akhirnya Abdi mengangguk-angguk.

"Oke, tapi besok kamu harus pulang lagi ke sini!" Abdi mengajukan penawaran, membuat pekikan Prilly berganti desahan kecewa.

"Yahhh, mas Abdi tega! Kalau Prilly pulang besok yang jagain bunda siapa? Yang ngerawat bunda siapa?"

Mata Prilly mengedip polos, berusaha merayu netra cokelat madu Abdi agar segera melunak dengan permintaannya. Namun, tatapan bak garuda mengubah ekspresi Prilly secepat kilat, gadis itu yakin jika Abdi akan mengeluarkan tanduk dalam hitungan detik.

"Iya atau enggak sama sekali?! Terserah mau kamu resign kek, mau kamu ngundurin diri kek. Saya enggak peduli," ucap Abdi mengeluarkan taring seperti dalam bayangan Prilly tadi.

Cepat-cepat Prilly mengambil langkah seribu keluar dari ruangan Abdi, sebelumnya, ia menyempatkan salim pada lelaki yang lebih tua dari dirinya. Ternyata tingkah laku Prilly berefek tidak baik bagi muka iblis Abdi, yang sekejap bertransformasi menjadi tatapan bayi tiga tahun, memangnya ia kira Abdi ini Ayahnya? Atau Suaminya? Dan sekarang Abdi menyalahkan kerja jantungnya yang tidak beraturan karena membayangkan kata 'suami' itu.

"Abdi! Lupakan!" peringat Abdi pada dirinya sendiri, menggeleng cepat menepis pikiran-pikiran konyol yang muncul seketika.

Apa-apaan ini?

~o0o~

Ali gelisah. Lima menit lagi bus akan mengangkut mereka kembali ke Jakarta, tetapi Prilly sama sekali tidak terlihat. Baik dikerumunan peserta atau pun tour guide. Kembali menyisiri emperan hotel, Ali berharap akan segera menemukan gadis yang hobi mengganggunya. Kemana ia?

Sejak perbincangan bersama Fajar tadi, Ali merasa Prilly menghindarinya. Bahkan saat Anggi menggelayutinya, Prilly terlihat acuh, menyibukkan diri melayani peserta lain. Ali takut gadis itu mendengar dan menangis lagi seperti malam kemarin karena cintanya Ali tolak terang-terangan, ia tidak ingin Prilly hanya terbawa suasana saja. Gadis itu 'kan seperti anak kecil.

"Tiur! Prilly di mana?" cegat Ali ketika Tiur terlihat melintas sambil mengamati lembaran kertas di tangannya.

"Pulang ke Palangkaraya, bundanya masuk rumah sakit," jawab Tiur mengangkat sebelah alisnya ganti bertanya. Tumben sekali lelaki ini, Tiur membatin sendiri.

"Kenapa?" Tiur melanjutkan pertanyaannya. Ali menggeleng pelan, menepis rasa khawatir yang menyusup batin.

"Sendirian? Kalo dia nyasar gimana?"

Tiur tertawa kecil mendengar penuturan Ali, Prilly memang seperti anak kecil dan pelupa, tapi orang mana yang akan lupa dengan kampung halamannya sendiri? Lagi-lagi Tiur tersenyum heran, tatapannya jatuh pada lelaki berjaket Adidas, memandangi Ali yang gigit-gigit kuku.

"Kayaknya konteks yang Mas Ali bicarakan ini tentang asmara ya? Haha, saya enggak mau ikut campur, tapi kalau mau minta alamat Prilly tinggal bisa langsung hubungi saya. Permisi," pamit Tiur sekaligus menggoda Ali. Tak sadar itu sangat tidak baik bagi jantung Ali yang berdetak abnormal tiba-tiba.

~o0o~

Tiba di kampung halamannya, Prilly disambut oleh keluarga besarnya. Nenek dan kakeknya memberi pelukan gembira, sesaat setelah gadis ini menginjakkan kaki di ruang tamu.

"Ahhh, Nenek makin kece! Makin mesra aja sama Kakek. Prilly envy tahu," ucap Prilly mencebik. Kakeknya yang masih terlihat gagah, mendekat lalu menepuk-nepuk bahu cucunya lumayan keras. Bahkan Prilly terlihat meringis, meski lebih terlihat gurat cemberut.

"Kamu makin pendek aja, Prill. Kakek curiga waktu kecil kamu yang suka nyemilin bonsai punya Kakek." Pria hampir seabad itu tertawa lebar hingga gigi ompongnya terlihat, dari dulu kakeknya ini memang tidak berubah. Suka sekali menggoda Prilly.

"Ihhh, kakek mah. Cucu pulang bukannya disayang malah diejek, padahal Prilly kangen pakek beut sama Kakek," cecarnya alay, tanpa banyak bicara lagi kakek merengkuh tubuh berisi cucunya ke dalam pelukan sambil tak henti menepuki bahunya.

"Wahh, kamu baru dateng udah mau bikin Nenek cemburu aja. Nek! Soulmate-nya mau direbut tuh."

Seorang lelaki dewasa menyela aksi temu kangen antara kakek dan Prilly ini, setelan kantor yang masih melekat di tubuhnya ditambah wajah lelahnya membuat Prilly yakin jika lelaki itu baru pulang dari kantor.

"Calon suami aku!"

Bersambung....

Lama?😂
Maafkeun, karena akhir-akhir ini dunia nyata terlalu membuatku terlena sama si dia. Hehe, sedang berusaha mengatur jadwal ngetik jadi harap dimaklumi yaww.

Be Lovely (Selesai)-Ada Versi PdfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang