Chapter 13

2.5K 207 26
                                    

"Benaran sudah enggak sakit?"

Kalau orang lain mungkin akan menggeram gemas atau paling tidak memelototi Ali yang sedari tadi terus bertanya hal sama, tapi ini Prilly—manusia yang supra aneh. Alih-alih marah, dia justru meyakinkan Ali dengan hal yang nyeleneh mengecup pipi lelaki itu misalnya hingga tak pelak menimbulkan aura campur aduk di wajah Ali. Entah malu, mungkin juga kesenangan.

Telunjuk Prilly menekan pipi kanan Ali menggoda, matanya berkedip-kedip bak boneka mampang. Dia bergerak selangkah sedikit berjinjit mendekatkan bibir lalu berbisik menggelikan, "ciee-ciee, Mas Monster blushing lagian aku enggak apa-apa kok. Sudah sehat, suruh gendong nenek saja aku kuat."

Sepatu tak cukup buat menutup mulut cerewet gadis itu, terlebih Prilly melangkah tengil di lorong rumah sakit seakan menyatakan jika dia benar-benar sehat. Tetap saja kain kasa yang mengelilingi kepala disertai wajah pucat membuktikan bahwa telah terjadi insiden sebelumnya. Melihat tindak-tanduk Prilly, membuat Ali ingin balas dendam. Lelaki itu berjalan lebar-lebar demi menyamakan langkah, kejadian itu cukup cepat. Dari arah belakang Ali meraih tangan kanan Prilly yang terayun lalu meletakkan tubuhnya ke atas bahu seperti karung beras.

"Mas Monster gila!" teriaknya histeris minta turun.

"Memang. Gila cinta sama kamu!" Aslinya Ali cuma mau bercanda melalui jawaban asal. Namun, lelaki itu dibuat skak kemudian.

"Katanya aku cuma dianggap Adek?"

~o0o~

Lagi-lagi Luna berkeliaran di dapur rumah Ali seperti lelembut, dengan celemek motif kartun gadis tinggi itu lincah meracik bumbu menjadi seporsi nasi goreng hangat, tersaji mengepul sampai perut Prilly saja tidak bisa berkhianat. Kudunya, ia tadi kabur saat lampu merah. Ketimbang harus memendam cemburu kala Ali makan dengan lahap.

"Mau nambah lagi enggak, Li? Aku ambilin," tanya Luna sembari terkekeh melihat cara makan Ali. Mirip bocah baru belajar makan.

Nenek yang berada di ujung meja makan mesem tak jelas, tentu membuat mood Prilly tambah berantakan. Dia pengin nangis, pengin marah, pengin menoyor nenek juga karena menyebalkan, tapi Prilly takut berdosa jadi gadis yang tenggelam di balik kemeja milik Ali itu memilih diam.

"Enggak usah, aku bisa ambil sendiri kok."

Ali berdeham sejenak, sudut matanya melirik Prilly yang tampak tak berselera bahkan berkaca-kaca. Kenapa dia?

"Luna pintar masak, perhatian pula. Coba kamu, bisanya apa? Cuma nangis, teledor, minta jajan kayak gitu mau jadi istri cucuku. Bisa enggak terurus dia," celetuk nenek tajam. Beliau lanjut menyantap hidangan seolah kalimat barusan tidak menyakiti siapapun.

Prilly makin menunduk, meremas ujung kemeja kedodoran hasil meminjam dari Ali. Tuh 'kan jahat, dia memang tidak becus melakukan apa pun. Prilly tak bisa marah atas perkataan nenek, sebab itu benar.

"Nenek!"

"Kenapa? Enggak salah 'kan?"

Nenek membela diri mendengar Ali berteriak, lagipula wanita yang tak lagi muda itu merasa ucapannya benar. Hingga terdengar suara kursi terseret, Prilly berlari ke ruang tamu mengambil ransel merah jambunya lalu berjalan menuju pintu setengah sempoyongan.

"Heh, idiot! Mau ke mana?" Ali menatap netra tua milik nenek tajam. Kata-kata tadi terlampau kasar dan tentu menyakiti perasaan Prilly.

"Bagus deh, kalau tahu pintu ke luar. Jadi saya enggak perlu susah-susah nyeret kamu, setelah pulang dari sini jangan harap kamu bisa mendekati cucu saya lagi. Kamu ngaca dan sadar diri!"

Pendengaran gadis itu berdenging ngilu, sedangkan Ali sendiri kesulitan mengejar karena Prilly berlari semacam tupai lompat.

Di lain sisi, Luna nampak termenung. Dia tak tahu apa ini merupakan suatu simbol kemenangan atau bukan. Namun, rasa bersalah seakan baku hantam dengan rasa senang.

Nenek mengelus rambut panjangnya sayang, "kita sukses besar!"

Gadis yang masih memakai celemek itu hanya tersenyum kaku. Entahlah, Luna kebingungan menghadapi situasi ini.

~o0o~

"Prilly!" teriak Ali ketika berhasil menghadang tubuh mungilnya. Tanpa banyak bicara, dia langsung merengkuh Prilly dalam dekapan erat. Tak memberi cela sedikitpun untuk Prilly pergi darinya.

Jari-jari mungil Prilly terkepal, mendarat di atas dada lelaki itu dengan gerakan memukul. Isakannya begitu menyedihkan, dia seperti pengemis cinta di hadapan lelaki sempurna seperti Ali.

"Mas monster lepasin Prilly! Ini dilarang!" kata gadis itu terbata sembari mendorong badan Ali meminta celah.

"Enggak ... Enggak akan! Enggak ada larangan, karena Mas monster cuma milik idiot." Ali menolak tak terima.

Menyentuh dadanya Prilly justru sadar akan sesuatu. Bahkan, nekat melakukan aksi tak terduga yang membuat Ali membelalak terkejut. "Pasti Mas monster mau minta kemeja ini 'kan? Iya?"

Setengah gemetar jari-jari Prilly menyentuh kancing, berusaha melucuti kemeja besar yang melindungi tubuhnya. Dengan tepisan kasar, Ali menarik tengkuk gadis itu. Menyentuh lembab si tipis yang dari tadi terlalu banyak mengoceh. Sebelah tangannya menarik lengan Prilly ke arah leher bersamaan ketika dia menggigit bibir bawah gadis itu.

Jadilah di bawah langit——tepatnya di tepian jalan mereka berciuman layaknya dua orang mesum tanpa aturan. Setelah beberapa menit, merasa Prilly mulai terengah Ali melepas tautan mereka. Beralih menenggelamkan kepala di ceruk lehernya sambil mengancingkan kembali kemeja Prilly.

"Kita kabur dari rumah dan memulai hidup baru tanpa larangan siapapun," ajak Ali berbisik. Bibirnya menempel di telinga Prilly sehingga hanya mereka berdua yang dapat mendengar.

"Tapi...."

"Kenapa lagi sih calon istri?"

Setelahnya pipi Prilly dihujani pelangi warna merah sampai-sampai merahnya menjalar menuju telinga. Sumpah, Ali terdengar alay.

TBC

Maaf ya, buat kalian nunggu terlalu lama🙏
Selamat membaca!

Be Lovely (Selesai)-Ada Versi PdfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang