Chapter 7

2.6K 233 1
                                    

"Kalo kinerjamu gini terus, lama-lama aku juga akan melapor ke Pak Malik. Aku enggak mau nanti anak-anak ngira Mas pilih kasih sama kamu."

Abdi mengomeli Prilly yang lagi-lagi terlambat ikut rapat, dalam batin diam-diam Prilly menyalahkan Ali kalau saja lelaki itu tidak mencegatnya seperti tadi dia tidak akan terlambat seperti ini.

Untung tidak langsung dilaporkan pada Pak Malik, kalau iya bisa tamat riwayat Prilly.

"Jangan pokoknya jangan! Prilly janji bakal berubah, tapi jangan dilaporin Pak Malik ya Mas Abdi. Nanti Prilly nangis kalo diomelin sama Pak Malik," ucapnya sambil menyatukan kedua telapak tangannya memohon. Namun Abdi berdecih dan menepuk dahi gadis itu agak kencang.

"Janji aja terus paling diulangin lagi, janji kamu palsu semua isinya," jawab Abdi melotot galak.

Sekarang giliran yang Prilly meringis, gadis itu cepat saja menyusul Abdi yang pergi dengan tampang galak. Dalam hati Prilly heran, orang yang berada di sekitarnya suka marah-marah entah mereka memang temperamental atau dirinya yang memang menyebalkan.

"Pokoknya Prilly janji mas Abdi, tapi jangan dilaporin pleasee!" Dia menarik kaus merah bergambar logo kantor mereka yang dipakai oleh Abdi, membuat wajah yang lebih tua dua tahun darinya itu menengok. Prilly masih memasang wajah melasnya, berusaha mempengaruhi Abdi.

"Oke, kalau gitu jadwal hari ini dan besok kamu semua yang urus. Awas saja kalau kamu bikin ulah macem-macem, urusannya sama Pak Malik langsung," putus Abdi dengan sedikit ancaman.

Mau tak mau Prilly mengangguk, daripada dipecat. Kantor mana lagi yang mau menerima pekerja eror seperti dia ini.

Membuka map warna merah yang Abdi serahkan, Prilly meneliti jadwal dua hari ini, jam tujuh pagi ada sarapan bersama di restoran hotel jadi sekarang dia harus mengecek ke dapur hotel untuk memastikan pesanan yang disiapkan sudah mencukupi.

"Dessert-nya belum jadi? Kok bisa sih? Lima menit lagi udah jam tujuh lho, aduh nanti Prilly bakal diamuk Mas Abdi beneran ini."

Sesampainya di dapur Prilly menerima laporan jika dessert-nya belum siap, panggangannya ternyata rusak dan tukang leding terlambat datang karena baru dihubungi. Sekarang rasanya Prilly ingin menangis, saat dia mendapat jatah menjadi panitia semua berubah menjadi kesialan.

"Diganti yang lain enggak bisa 'kah?" tanya gadis itu mencoba mencari jalan lain.

"Dalam lima menit apa yang bisa kita buat? Kalaupun mampu bahannya yang tidak tersedia dalam jumlah yang besar."

Prilly mengangguk-angguk saja, kalau begini Prilly siap-siap mendapat SP3 dari Pak Malik. Sifat cengengnya kumat lagi, memang saat-saat seperti ini yang bisa Prilly lakukan cuma menangis. Melihat ke depan Prilly mendapati Ali lewat dengan pakaian santai dan siulan gembira, lelaki itu bahkan melewatinya tanpa menyapa ataupun mengganggu seperti biasanya.

"Issshh, sok gak kenal. Sok amnesia," gumam Prilly kesal, mengusap ingus di hidungnya gadis itu tersentak kaget saat Ali menepuk bahunya dari belakang.

Hah? Bagaimana bisa?

"Siapa yang sok amnesia. Lagian gue belum kenal sama lo kali, kenalan yuk?" Seperti masih tak menyangka, Prilly hanya berkedip dua kali meyakinkan jika yang dia lihat kini bukan makhluk halus.

"Audzubillahiminnassyaitonirrojimm, bismillahirrohmanirrohim. Yaasin wal--"

"Asemm, gue dikatain setan."

Ali melirik Prilly datar, kedua mata gadis itu tampak terpejam dengan mulut komat kamit membaca Yasin. Tanpa menghiraukan Prilly lagi Ali memilih meninggalkan gadis yang masih sibuk membaca surah. Padahal hanya mengulang ayat pertama terus.

"Tuhkan, tuhkan. Beneran setan!" teriaknya menggema setelah membuka mata dan tak menemukan Ali di sana.

~o0o~

"Gimana sih? Kenapa enggak minta diganti!" Sentakan Abdi membuat Prilly makin sesenggukan ketakutan.

Menghadap pada Abdi adalah pilihan terakhir Prilly, dia benar-benar sudah tidak bisa mengatasi keadaan dapur saat ini. Tiur dan Jannah sekarang sibuk mandi di sauna hotel. Sedang dia tidak berani meminta tolong kepada yang lain, karena takut disindir, Prilly 'kan jarang mengikuti training.

Drtttt…. Drtttt.…

Getaran di saku Abdi, membuat Prilly terlepas sebentar dari amukan lelaki itu. Meski matanya masih terus menatap tajam padanya saat menempelkan ponsel ke telinga.

"Iya kenapa?"

"Para peserta udah pada kumpul di restoran Bang, enggak ada masalah 'kan?"

"Enggak ada gimana. Prilly bilang dessert-nya belum bisa disajikan,"

Prilly menunduk takut-takut, mata cokelat gelap milik Abdi menantang hazel-nya dengan marah hingga wajahnya makin dibasahi air mata.

"Prilly?"

"Iya, pokoknya kalian handle dulu. Abang sama Prilly mau ke dapur cek keadaan lagi."

Memutuskan sambungan telepon Abdi memerintah Prilly untuk mengikutinya lewat lirikan mata, dengan takut gadis itu berjalan di belakang Abdi seperti anak kucing.

"Sstttt, Prilly! Oyyy, gak mampir dulu? Hoyyy idiot!" Teriakan Ali di ambang daun pintu yang dilewatinya, berusaha Prilly tak acuhkan.

Sungguh amukan Abdi lebih menakutkan dari malaikat pencabut nyawa.

"Sok gak kenal, sok amnesia!"

Ali sialan. Membalik ucapannya seenak jidat. Kalau tidak sedang ada tugas, Prilly akan melorotkan celana longgar selutut yang Ali pakai sekarang. Biar malu sekalian.

"Dessert-nya dibatalin sama salah satu peserta?" tanya Abdi setelah menghadap kepala koki di dapur.

Pria paruh baya itu tampak mengangguk, membalas tatapan Abdi yang balik menatapnya dengan kening mengerut.

"Siapa namanya Pak?" Abdi melirik tajam pada Prilly yang tiba-tiba menyela perbincangannya dengan si kepala koki.

"Kalo tidak salah atas nama Mr. Nathrali Paku Bumi."

"Ali?"

"Mas monster?"

Mengapa Ali bersikap sepeduli itu pada Prilly?

Bersambung...

Be Lovely (Selesai)-Ada Versi PdfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang