BAB 12

2.3K 398 3
                                    



"Jangan tanya!" Seolah-olah tau apa yang ingin di ucapkan Tristan, Maura melarangnya terlebih dahulu. Tristan berdecak kesal mendengar perkataannya itu

"Aku belum siap ngasih tahu kamu siapa, aku cuma mau kamu tahu, karena aku fikir kamu berhak untuk tahu"

"Yang lebih berhak tahu bapak anak itu" jawab Tristan kesal dengan kebodohan Maura. Bagaimana mungkin gadis pintar seperti dia bisa tejebak rayuan lelaki lain. Maura yang bisa menjaganya dari tindakan bodoh, sekarang adalah orang bodoh iu sendiri.

"Aku nggak bisa jaga kamu dengan baik" Tristan merasa bersalah dengan Maura. Kalau dia lebih memperhatikan Maura kejadian ini tidak akan terjadi. Seandainya dia tidak sibuk mengejar Chesa, mungkin Maura tidak akan mengalami kejadian ini.

"Kamu nggak salah Tristan, aku aja yang bodoh" Maura mengusap lengannya, merasakan dingin di tengah ketegangannya sendiri dan amarah Tristan.

Membuat perempuan hamil tertekan bukanlah hal yang baik, karean itu Tristan berusaha mengendalikan amarahnya dan berfikiran jernih untuk membantu istrinya. Beberapa waktu yang lalu Tristan masih direpotkan dengan dua orang gadis yang mengaku sebagai istrinya dan sekarang dia harus melepas satu persatu istri-istrinya unuk lelaki lain.

Untuk Clara dia ikut bahagia karena Clara bertemu dengan orang baik macam Alvin, tapi untuk Maura, Tristan tidak begitu yakin dengan pilihan gadis ini.

"Sini" Tristan membawa Maura masuk kedalam dekapannya dan bersandar padanya, di belainya rambut gadis itu dengan penuh sayang. Gadis yang menemani masa remajanya hingga sekarang. Seandainya saja dia bisa jatuh cinta pada salah satu istrinya. Tapi dia tahu sejak awal tidak ada yang serius dengan pernyataan suami-istri yang dibuat oleh mereka. Mereka hanya ingin keterikatan mereka sebagai sahabat lebih erat.

"Kamu udah kasih tahu mami dan papi mu?"

Maura menggeleng "Aku nggak berani, aku nggak mau bikin mereka kecewa"

Sepertinya Tristan memang harus menanggung tanggung jawab untuk Maura saat ini, orang tua Maura tinggal di luar kota dengan satu orang adiknya yang sedang kuliah, kakak pertamanya sudah berkeluarga dan juga tidak tinggal disini. Semenjak kuliah Maura sudah di titipkan pada keluarganya dan juga keluarga Clara. Entah bagaimana mereka semua terikat hubungan bagai keluarga walaupun tak ada pertalian darah.

Tristan ingat bagaimana kedua istrinya sering memanfaatkan namanya untuk bebas pergi kemana saja. Karena orang tua mereka akan mengizinkan kalau mereka pergi dengan Tristan

"Ayah bayi ini. . . ." sebenarnya Tristan ingin menyebutkan satu nama yang jadi kecurigaanya "Kapan mau kamu kasih tahu?" dia mengurungkannya karena dia juga belum yakin.

"Aku nggak tahu" Maura mengeratkan dekapannya "Bisa kamu stop tanya-tanya aku, aku cuma butuh ketenangan, dan jangan kasih tau Clara, aku belum siap denger omelannya tentang kebodohanku" Dengan permintaan itu Tristan hanya bisa diam dan melanjutakan lagi belaian tangannya di rambut Maura, memberi ketenangan pada gadis itu.

***

Tristan sudah tidak melihat Chesa selama satu minggu karena sibuk menenangkan Maura, menenangkan gadis itu cukup sulit. Belanja, makan, jalan-jalan masih membuatnya murung dan usaha terakhirnya adalah memindahkan Maura kerumahnya agar gadis itu tidak kesepian. Usulannya diterima, keluarganya juga menerima begitu saja Maura yang tiba-tiba datang membawa 3 koper besar pakaian dan perlengkapan lainnya, adiknya senang bukan kepalang karena menemukan satu lagi teman untuk bermain selain mama nya. Teman bermain yang bisa dijadikannya kelinci percobaan untuk tata rambut hasil kreasinya.

"Tristan udah lama gak kelihatan, sibuk ya" Sambutan hangat itu diterimanya dari nyonya rumah Raya Brawijaya. Teman baiknya sedikitpun tidak perduli dengan absensinya dia berapa hari ini, Alvin masih sibuk dengan action figure yang baru dibelinya seolah-olah mainan kekanakan itu adalah permata mahal. Sepertinya dia perlu meracuni otak Clara untuk melarang Alvin membeli action figure lagi kalau tidak ingin jatah belanjanya kurang karena mainan kekanakan itu terkadang harganya diluar batas kewajaran untyk sebuah mainan, dengan embel-embel langka, harganya bisa jutaan rupiah.

"Sudah makan belum nak?" Baru saja Raya meletakan teh yang masih mengepulkan uap panasnya dan satu piring kue buatannya dihadapan Tristan. Sekarang dia menanyakan apakah dia sudah makan.

"Belum Mom" jawabnya jujur, dia tidak sempat makan karena harus mencari apa yang diinginkan Maura, gadis itu ingin makan mangga yang irisannya bagaikan kelopak bunga setelah melihatnya di instagram dan dia harus menembus kemacetan untuk mendapatkannya walaupun jaraknya tidak terlalu jauh.

"Bohong banget kamu belum makan, biasanya juga makan sama Maura terus?" Alvin sepertinya kesal dengan kemanjaan sahabatnya itu pada Mommy nya.

"Aku memang belum makan Mom, nggak sempet makan" Tak diperdulikannya sahabatnya yang sedang kesal

"Ya sudah, kamu mau makan di ruang makan atau makan disini?" tawar Raya

"Makan disini aja Mom" Tristan tidak ingin makan sendirian di ruang makan sementara Alvin dan Chesa lagi asik berkumpul di ruangan ini

"Ya sudah, momy ambilin dulu" Tristan dengan senyum bahagia menganggukan kepalanya.

"Manja banget, biasa juga makan diluar kan, kenapa minta makan disini?" Chesa berkata ketus tanpa memandangnya karena gadis itu membelakanginya, gadis itu dan Alvin sedang duduk di lantai menyatukan potongan-potongan action figur yang terpisah membantu masnya.

"Gak ada salahnya kalau aku minta makan sama mertua kan?" Tristan senang sekali menggoda Chesa, setidaknya dia bisa melupakan tanggung jawabnya mengurus Maura dan moodnya yang buruk itu kan.

"Mertua dari Hongkong! gak ada istri kamu disini, bukannya istrimu sudah ada dirumahmu"

Ahh! Tristan sangat suka mendengar amarah Chesa karena Maura ada dirumahnya. Setidaknya dia tahu kalau dia masih ada harapan dengan gadis itu

"Ada satu, disini. Orangnya masih malu-malu"

"Gila aja, ada perempuan yang masih mau jadi istri kamu, setelah tahu bagaimana kenyataannya" amarah Chesa semakin menjadi-jadi

"Memangnya aku bagaimana?" tantang Tristan yang semakin tertarik dengan amarah Chesa, jarang sekali gadis itu mau meluapkan marah, biasanya dia akn bersikap cuek dan bicara ketus.

"Penjahat wanita, merawat satu gadis dirumahnya sementara di luar masih mengejar gadis lain. Tidak ada perempuan yang cintanya mau diduakan" Chesa masih dengan amarahnya tanpa tahu Tristan sudah duduk tepat dibelakangnya

"Aku nggak ngejar gadis lain, aku ngejar kamu" bisik Tristan tepat ditelinganya yang mebuat Chesa bergidik geli

"Kayak aku mau aja diduain sama kamu" jawabnya ketus sambil menggeser posisi duduknya menjauhi Tristan.

"Oke, dicatat. Tapi tenang saja, kamu akan jadi satu-satunya" ucap Tristan dengan senyum penuh kemenangan diwajahnya dia berjalan meninggalkan gadisnya, membiarkan gadisnya mencerna kebodohannya yang sudah memberi tahunya, kalau dia setidaknya ada dalam hati dan fikiran gadis itu walaupun sedikit, walaupun dengan rasa benci dan amarah yang mendominasi

Alvin menatap adiknya, dan menggelengkan kepala melihat kebodohan adiknya. Rencana balas dendam akan sia-sia kalau adiknya terus bersikap seperti itu dengan umpan yang diberi Tristan

"Kenapa?" tanya Chesa yang bingung karena mas nya melihatnya dengan serius

"Bodoh kamu dek" ucap Alvin sambil menggelengkan kepalanya dan kembali fokus dengan mainannya



*** gak terlalu bisa nulis banyak di tengah kesibukan kuliah, dulu keseringan nulis banyak trus disimpen gak di upload, malah pas di baca ulang gak sreeegg dan akhirnya di delete, gitu sampe lama update. Jadi sekarang, mau nulis langsung update, walaupun gak banyak. Typo dan sejenisnya harap maklum. Thankyou untuk supportnya, jangan lupa kasih bintangnya ya

Btw yang mau versi cetaknya "She Is" bisa hubungin Eryu (085732379791) ya dan yang mau  versi ebooknya bisa cari di googlebook dengan keyword "M Hitachi"

Happy weekend!!!!!!!!!

She is PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang