BAB 28 - ALLA TURCA

3.1K 257 203
                                    

*Playlist: Rondo Alla Turca, Mozart. Performed by Georgii Cherkin, arranged for piano and orchestra.

*Putar playlistnya kalau mau tahu seperti apa musik yang dimainkan Sean.*

*

Sean memandang ponsel hitam dalam genggaman. Tubuhnya bergerak gelisah di tempat duduk, menunggu balasan pesannya pada Kinan. Beberapa kali ia menghela napas pelan. Memang, acara masih dua jam lagi, tapi, ia butuh kabar yang pasti, bahwa Kinan benar-benar akan datang ke konsernya.

Mengalihkan kegusaran, Sean menatap cermin besar yang memantulkan bayangan dirinya yang sedang dipermak oleh MUA profesional. Seorang pria berwajah lembut yang dengan telaten mengatur rambutnya, menata bagian belakang agar rapi dan membuat kesan sedikit berantakan untuk bagian depan. Sesekali ia menyemprotkan cairan dingin, lalu kembali melanjutkan kegiatan.

Dari pantulan cermin, Sean melihat satu per satu musisi mulai berdatangan. Beberapa dari mereka melempar senyum, melambai, atau hanya mengangguk, menyapanya. Ia hanya membalas dengan lambaian tangan sekilas semua sapaan itu, karena kepalanya tidak boleh bergerak sedikit pun.

Saat tatanan rambut hampir sempurna, pria itu tiba-tiba menunduk, memandang ponsel yang mendadak bergetar.

"Sean!!!" teriak MUA.

"Sorry, " jawab Sean cuek, masih sambil membaca pesan yang masuk. Tak peduli jika MUA di belakangnya memberengut sebal karena rambut yang seharusnya rapi kembali berantakan. Seulas senyum samar terukir di bibir ketika membaca pesan balasan dari Kinan.

Sean : Tidak bisa menjemputmu. Harus datang lebih awal di lokasi.

Kinan : Tidak apa, aku bisa berangkat sendiri.

Sean : Hati-hati di jalan. Nanti setelah acara selesai, tunggu aku di lobi.

Kinan : Oke, sampai jumpa.

Sean menghela napas lega. Kinan sudah dipastikan datang.

Tanpa sepengetahuannya, di ujung ruangan, Jhon mendesah pelan, bibirnya mencebik, kegusarannya meningkat, berharap semoga tidak ada yang mengacaukan mood pianis itu, agar acara berjalan lancar. Namun, kelebat kecurigaan muncul saat melihat bayangan Sean di cermin. Sosok yang biasanya selalu miskin ekspresi itu kini mengulas senyum tipis sambil memandang ponsel.
* *

Di waktu yang sama, Kinan masih terpaku di kamarnya, tak lepas memandang ponsel merah muda yang menampilkan laman obrolannya dan Sean.

"Meski kau lihat sampai layarnya retak, Sean juga tidak akan muncul dari situ." Anne terkekeh. Sejak tadi ia sudah berada di sana. Menawarkan diri, lebih tepatnya memaksa untuk menjadi penata rias Kinan.

Sejak Kinan bercerita ia mendapat tiket konser dari Sean, Anne dengan semangat menggebu bersikeras ingin mendadani Kinan. Tentu saja gadis itu menolak. Ia pikir, ini konser seperti biasa. Toh, ia juga akan bergabung dengan ratusan orang lain yang tidak mungkin mengamati penampilannya secara detail.

Tapi Anne tak menerima penolakan, dan beralasan, "Sean sudah memberimu gaun cantik seperti ini, tapi, tak akan berefek apa pun jika penampilanmu tetap seperti itik buruk rupa!"

"Lidahmu sama tajamnya dengan Sean," gerutu Kinan.

Anne terbahak, menarik Kinan, memaksanya duduk di depan meja rias. "Aku tahu kau merindukannya, selalu mengingatnya, se-- "

"Shut up!!!"

Tawa Anne kembali berderai melihat wajah Kinan yang merona.

"Tapi, Ann, aku masih ragu untuk datang ke sana," gumam Kinan, menghentikan tawa sahabatnya.

Kiss The Rain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang