Surat yang terlupakan

28 4 0
                                    

Rasa kecewa yang besar adalah dimana saat kita merasa di abaikan bahkan terlupakan
*(Rangga)*

Sinar mentari yang indah menembus kamar seorang gadis yang tengah duduk di bangku belajarnya sejak ia selesai melaksanakan kewajiban nya, dan ia melanjutkan melantunkan firman Tuhannya dengan suara yang ia anggap indah walau sebenarnya biasa saja, tetapi ia selalu bersyukur dan menilai suaranya cukup indah.

Ya di adalah Dila, pagi ini adalah hari Minggu, tentu saja Dila libur sekolah. Hari ini Dila akan menghabiskan waktunya di istana mereka bersama sang ratu rumah yaitu umi dan pangeran yaitu kakaknya, kak Ilham.

"Sodaqollaahul 'azimm" ucap Dila selesai melantunkan kalimatullah.

"Dila!" Umi memanggil Dila dari luar kamarnya.

Dila segera membuka pintunya
"Iya umi" ucapnya setelah pintunya terbuka, dan ia masih mengenakan mukena putih yang biasa di pakainya beribadah.

"Loh, belum selesai ngajinya?"

"Udah kok umi, baru selesai juga"

"Em... Dila bisa bantu umi belanja ke pasar?"

"Oh iya mi, Dila lupa klo tiapa Minggu kan Dila nemenin umi" ucapa dila sambil memegang kepalanya lembut, refleks karena ia lupa.

"Yaudah gk apa apa, sekarang kamu siap siap ya, umi tunggu di luar"
Seraya umi pergi meninggalakan lawan bicaranya.

🌸🌸🌸


Di pasar Minggu😂

Di keramaian ini Dila dan umi sedang berjalan santai dengan umi membawa kating yang masih kosong

"Dil, kita mau masak apa?" Tanya umi pada Dila yang sedari tadi berjalan berdampingan bersama uminya.

"Terserah, umi"

"Umi pengen sup kepiting, tapi kamu sama kakak kamu gak mau makan kepiting" ucap umi melintingkan hidung putrinya.

Dila tertawa kecil atas perkataan umi
"Umiku, kita beli aja, kepitingnya khusus umi aja, oke.

"Yaudah klo gitu kita cari yang jual kepiting ya"

"Umi, kayaknya di depan kita jual kepiting ya" kata Dila seraya menunjuk penjual kepiting.

"Oh iya, bang berapa kepitingnya" tanya umi pada penjual.

Sementara Dila melirik ke kanan dan ke kiri melihat keramaian di pasar Minggu.

Dan mata indahnya pun menangkap sosok yang tak asing baginya.

"Eh, nak Dila kan, temannya den Rangga?" tanya seorang wanita paruh baya.

"Oh iya bu mijah ya" seraya menyalam tangannya.

"Iya, nak Dila belanja?, Sama siapa?, Sendiri?"

"Enggak kok Bu, belanjanya bareng umi, ibu sendiri kok gak bawa belanjaan?"

"Iya, tadi ibu udah mau pulang, eh.. den Rangga bilang, Bu beliin kepiting"
Bu mijah mencontohkan ucapan Rangga dengan nada mengejek.

Perhiasan DuniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang