“Selanjutnya!”
“Itu aku.”
Begitu orang di depanku selesai memeriksa atribut sihir dan kekuatan sihirnya, magianya, aku menapakkan satu langkah maju mendekati meja resepsionis. Di sana terlihat seorang wanita cantik berambut pirang pendek sebahu dan mata biru tua tengah melemparkan senyum kepadaku. Maaf, aku tidak akan tertarik padanya hanya karena aku mirip seperti tokoh utama dalam sebuah novel atau film.
“Adik mau memeriksa atribut sihir dan kapasitas magia?”
Hei, aku ini lebih tua darimu, bodoh. Oh iya, aku kan bereinkarnasi menjadi bayi dan umurku masih 7 tahun. Maaf, aku yang bodoh di sini, silahkan dilanjutkan.
“Gratis, kan?”
“Karena hari ini adalah hari jadi gedung serikat ini, maka ketua serikat cabang Bolicus membebaskan biaya pemeriksaan untuk hari ini.”
Oh, hari ini hari jadinya, ya? Aku tidak tahu.
“Kalau begitu iya, aku ingin memeriksa atribut sihir dan kapasitas magiaku.”
“Baiklah, silahkan isi nama kertas ini. Bisa menulis?”
“Bisa.”
“Baguslah. Setelah itu pergilah ke ruangan di ujung kiri sana.”
“Baik.”
Aku menuruti perkataan sang resepsionis, menuliskan namaku di kertas yang berisikan nama-nama para warga yang telah memeriksa atribut sihir dan magianya di tempat ini. Di dunia ini baca tulis adalah hal yang dapat dikatakan langka. Kenapa? Karena kebanyakan orang tidak merasa bahwa membaca dan menulis bukanlah faktor penting untuk kehidupan.
Orang-orang bodoh, justru baca tulis itu adalah yang terpenting. Yah, aku juga tidak bisa memaksa mereka sih, biarkan saja. Toh, ayah juga tak bisa membaca maupun menulis. Dulu aku ingin meminta ayah untuk mengajariku membaca dan menulis, tapi ia menolaknya karena tidak bisa.
Untungnya ibu bisa baca tulis dan bersedia mengajariku.
Mulai dari kata-kata dasar sampai kosakata sulit, aku mempelajari itu semua dalam waktu kurang dari setengah tahun. Yah, sebenarnya tak begitu sulit untuk mempelajarinya, soalnya huruf di dunia ini mirip susunan alphabet, tapi tidak begitu sama. Di tambah aku merupakan orang yang cepat beradaptasi dan kemampuan anak kecil yang juga cepat mempelajari disekitarnya, hal itu membuatku disebut jenius oleh ibu.
Meski aku cepat belajar dalam baca tulis, aku belum pernah berhasil mengolah magia dalam tubuhku sekali pun. Aku sudah pernah mencoba seperti yang dikatakan oleh buku, tapi tetap tidak bisa. Di buku tertulis aku harus merasakan energi yang ada di dalam diriku terlebih dahulu, lalu bayangkanlah energi itu berubah menjadi sihir. Namun, begitu aku mencobanya tak ada yang terjadi.
Walaupun begitu, aku tidak menyerah. Aku selalu berlatih untuk merasakan energi dan berhasil merasakannya, hanya saja aku tak pernah berhasil di tahap kedua. Membayangkan energi tersebut berubah menjadi sihir, itu tidak bisa kulakukan. Aku pernah membayangkan membuat api kecil di tanganku seperti yang dilakukan oleh ayah, tapi tidak berhasil.
Sepertinya aku memang tidak berbakat dalam sihir ya.
Sudahlah, aku tak peduli dengan itu. Sekarang aku dapat mengetahuinya secara langsung melalui pemeriksaan atribut sihir dan kapasitas magia di gedung serikat petualang ini secara gratis. Aku juga tidak terlalu berharap pada sihir, karena di kehidupanku sebelumnya aku selalu bergantung pada kemampuan dan kekuatan fisik, serta senjata api di tanganku. Meski aku tertarik pada sihir sih.
Selesai menuliskan ‘Euclyd Reveland’ di kertas yang telah disediakan, aku berjalan menuju ruangan yang terletak di ujung kiriku seperti perkataan si resepsionis tadi. Di sana aku lihat beberapa orang tengah berbaris menunggu gilirannya. Berbaris lagi, ya? Aku benci berbaris sambil menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Incarnation of Silver Hero [HIATUS]
FantasySeorang agen pembunuh kelas atas, yang dikenal dengan julukan The Death Mist, mati karena terjebak dalam rencana pengkhianatan rekan kerjanya sendiri. Dalam keadaan sekarat, ia benar-benar pasrah akan hidupnya. Kedua kakinya patah, kedua telapak tan...