Seusai menjual semua barang yang kutawarkan, aku mendapatkan 3.000 Geld-ku kembali dan 1.400 Geld tambahan. Si paman penjual bercorak luka tebasan di mata kirinya itu tersenyum masam yang disertai urat ungu tipis di pelipisnya. Mungkin karena aku baru saja membeli enam selongsong peluru untuk shotgun-ku, tapi aku juga merebutnya kembali dengan barang-barang yang kujual ini.
“Apa ada tambahan lagi, nak?”
“Untuk saat ini belum, tapi kelihatannya besok aku akan kembali lagi kemari.”
“Y-ya, silahkan datang lagi ....”
Sambil berjalan keluar dari toko, ia mengantarku dengan senyum yang dipaksakan. Tentu saja, tak ada pedagang yang suka diperlakukan seperti ini. Tapi maaf saja, aku juga butuh uang untuk melakukan perjalanan panjangku menuju Eritze.
Aku berjalan menyusuri jalan utama sembari melihat-lihat pemandangan sekitar selagi menuju panti asuhan.
Siapa sangka kota yang setahun lalu di invasi habis-habisan oleh gerombolan monster berjumlah luar biasa ini telah pulih sepenuhnya layaknya sedia kala? Tidak, bahkan lebih baik dari sebelumnya. Aku dapat melihat berbagai rerumputan yang sengaja dirawat di pekarangan rumah warga untuk mempercantik halaman.
Selain rerumputan, terdapat banyak pohon berukuran sedang dan besar. Di dunia yang memiliki eksistensi berkonsep ‘dari yang tidak mungkin, menjadi mungkin’, tunas atau benih tanaman bisa saja dipercepat proses pertumbuhannya dengan menggunakan sihir atau ramuan khusus. Yah, setidaknya itulah konsep sihir di mataku.
Dari yang tidak mungkin, menjadi mungkin. Di duniaku sebelumnya belum ditemukan caranya mempercepat proses pertumbuhan seperti yang dunia ini lakukan. Selain itu, kemampuan bertarung di dunia ini juga jauh lebih dipentingkan daripada duniaku. Tentu saja, di dunia ini siapa yang lemah akan dimangsa.
Yah, di duniaku sebelumnya juga hukum tersebut akan berlaku, tapi di dunia ini hukum itu jauh lebih terasa. Aku cukup sering melihat banyaknya ketidakadilan yang dilakukan keluarga Boris secara diam-diam—terlebih dari itu, bahkan sebenarnya terdapat saksi mata yang berjumlah lebih dari jari di kedua tanganku. Sayangnya, mereka memilih untuk menutup mata.
Meski waktu itu aku juga berdiam diri dan mengabaikan mereka, aku punya alasan kuat agar menahan diri. Ayah, ibu, serta keluarga Reyhard yang dekat denganku, mereka semua akan menanggungnya jika aku melawan keluarga Boris—keluarga bangsawan yang menguasai kota Bolicus ini.
Berbeda dari sekarang, satu-satunya yang tersisa dariku hanyalah Lizzy dan barang peninggalan ayah yang diwariskan kepadaku. Aku tak peduli kalau aku sendiri yang terkena getahnya, tapi jika orang-orang di sekitarku ikut terseret maka aku tidak tahu apakah aku masih bisa menahan diri atau tidak.
“Oi, bukankah bocah ini yang kita cari?”
“Anak kecil berambut putih keperakan, bermata merah, umur sekitar 10 tahun, berpenampilan orang desa. Kurasa benar bocah ini yang kita cari.”
“Hm?”
Langkahku terhenti mendengar percakapan enam pemuda bersenjatakan pedang, tombak, dan panah, berpenampilan berantakan seperti preman dari depan. Tak hanya pakaiannya saja, bahkan tampang mereka juga persis seperti preman atau bandit—kecuali pemuda paling belakang berkacamata setengah bulan, berambut cokelat ikal pendek, mengenakan jubah, dan memegang sebuah tongkat yang di ujungnya terdapat sebuah batu merah. Ia terlihat cukup ketakutan.
Aku dapat merasakan magia mereka yang samar-samar, kelihatannya hanya pemuda berkacamata setengah bulan di belakang itu yang dapat menggunakan sihir. Yah, itu bisa kulihat dari senjata mereka masing-masing. Tiga pedang, satu tombak, satu panah, lalu satunya lagi penyihir.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Incarnation of Silver Hero [HIATUS]
FantasíaSeorang agen pembunuh kelas atas, yang dikenal dengan julukan The Death Mist, mati karena terjebak dalam rencana pengkhianatan rekan kerjanya sendiri. Dalam keadaan sekarat, ia benar-benar pasrah akan hidupnya. Kedua kakinya patah, kedua telapak tan...