7. Tragedi Bolicus (bagian 2)

1.9K 263 58
                                    

Setelah Lizzy merasa sedikit lebih tenang, kami berjalan ke arah rumahku. Aku tidak tahu apakah Noza dan Nezha—ayah dan kakak Lizzy—masih bertahan hidup atau tidak, tapi aku harus mengutamakan ayah dan ibuku sendiri. Lalu karena permintaan Lizzy, aku membawa jasad ibunya di dalam [Warehouse]. Yah, paling tidak ia ingin ibunya dimakamkan dengan layak.

Dalam perjalanan, beberapa Goblin dan Ratman berniat menyerang kami dari depan, samping, maupun belakang. Sayang sekali, aku bisa mengurusnya tanpa kesulitan sama sekali. Ngomong-ngomong, Lizzy kuberi sebuah pedang berkarat yang merupakan hasil rampasan dari Goblin untuk mempertahankan dirinya dalam keadaan darurat.

Bukan berarti aku tak melindunginya. Bisa saja kami masuk dalam keadaan yang dimana aku tidak bisa melindunginya langsung. Untuk itu ia memerlukan senjata, meski tidak tahu cara memakainya.

Daripada soal itu, aku lebih khawatir pada kesehatan mentalnya. Ia masih menahan terisak-isak menahan air matanya. Lebih dari itu, ia tidak ingin menoleh ke arah manapun. Ia hanya fokus ke depan mengikutiku, mengabaikan semua jeritan dan pemandangan tragis yang melimpah ruah di sekitar.

Sebenarnya ada beberapa yang meminta pertolongan ketika kami lewat, namun kami mengabaikannya. Mengapa?

Pertama, aku tak mengenal mereka. Untuk apa aku menyelamatkan mereka kalau aku tak mengenal mereka? Kecuali ada imbalan yang bisa mereka tawarkan, kurasa aku akan berpikir ulang. Tapi dengan keadaan seperti ini, tidak mungkin ada hal yang bisa mereka berikan kepadaku.

Kedua, merepotkan dan menambah bebanku. Jika aku menyelamatkan mereka, aku harus melindungi mereka dan Lizzy sekaligus. Melindungi Lizzy saja sudah cukup merepotkan, belum lagi mereka. Aku tak mau menambah bebanku lebih dari ini.

“Euclyd!”

Terdengar suara yang memanggilku dari sebelah kiri. Sontak, kami menghentikan langkah dan memperhatikan asal suara tersebut. Di sana terlihat Nezha tengah berjalan perlahan kemari dengan tubuh yang berlumuran darah sambil menggenggam sebuah pedang di tangan kanannya.

“Kak Nezha!”

“Kakak!”

Kami segera berlari ke arahnya untuk memapahnya yang terlihat sulit berjalan. Di tubuhnya juga terdapat banyak luka-luka bekas goresan dan tusukan senjata tajam. Dari apa yang kulihat, ia pasti bertarung melawan monster habis-habisan sampai mendapat luka yang cukup parah, itu bisa dilihat dari banyak sobekan di bajunya.

Namun niat hanya tinggal sekedar niat saja.

Zoaaarr!!

Tiba-tiba dari atas muncul semburan api biru maha dahsyat mengenainya, menghanguskan satu-satunya kakak Lizzy yang masih berumur dua puluh tahun tepat di depan mata kami. Aku dan Lizzy sama-sama terbelalak melihat kejadian tersebut, yang otomatis menghentikan langkah kami.

Beberapa detik kemudian, semburan api biru yang melahap Nezha telah hilang. Anehnya, aku sama sekali tidak melihat Nezha maupun bangunan yang terbakar di belakangnya tadi. Semua di depan kami habis tak tersisa. Hanya ada sebuah lapangan kosong dipenuhi elemen perusak berwarna biru panas yang tengah menari-nari bebas, seakan tidak ada beban.

“Ka ... kak ...?”

Sekali lagi, lutut Lizzy mencium tanah untuk kedua kalinya. Air matanya yang sudah ia buang agar tak menangisi ibunya lagi, kali ini tumpah bak gelas yang diisi terlalu banyak air minum secara perlahan. Tak ada suara yang keluar dari bibirnya, ia hanya menumpahkan air dari matanya.

Berbeda dari Lizzy, aku masih mengalami syok yang lumayan sehingga tubuhku kaku tak bisa digerakkan dengan leluasa. Apa terjadi barusan benar-benar tidak bisa kupercaya, tapi aku harus percaya. Nezha Reyhard—kakak Lizzy—telah lenyap dalam sekejap, hanya dengan semburan api mengerikan tadi.

The Incarnation of Silver Hero [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang