BAB I Kabar Mengejutkan

239 11 1
                                    


Pagi Khanza di hari minggu hanya dihabiskan dengan menyaksikan kartun di TV, seorang diri. Sambil bermalas-malasan dikamarnya. Kedua orangtua Khanza sedang berada di Semarang menjenguk Oma Elisa yang sedang sakit sejak dua hari yang lalu. Sedangkan kak Haikal –kakaknya Khanza, sudah pergi sejak pagi tadi.

Tok..Tok..Tok...

Suara ketukan pintu kamarnya mengalihkan perhatian Khanza dari TV.

"Khanza, main yuk." Seseorang pria terlihat, begitu pintu dibuka. Ia melangkah mendekat kearah tempat tidur dimana Khanza berada, sambil tersenyum manis.

"Ngapain lo masih pagi udah kesini?" Tanya Khanza judes, ia bisa merasakan kalau kehadiran pria dihapannya pasti karena ada maunya.

"Judes amat sih lo? Masih pagi juga." Pria itu duduk di tepi tempat tidur sambil bersandar pada kepala tempat tidur.

"Udah deh langsung aja, pasti lo ada maunyakan."

Khanza hafal betul dengan pria yang sudah dikenalnya sejak usia lima tahun. Pria yang hampir selama dua puluh tahun ini selalu membuatnya merasa jengkel, sedih, dan juga bahagia. Pria yang bahkan menghabiskan waktu lebih banyak dengan Khanza di banding kak Haikal dan juga kedua orangtaunya yang selalu sibuk. Sejak kecil baik dirumah atau pun disekolah mereka selalu main bersama.

Pria tampan yang penuh dengan pesona bernama Erza Pradipta itu sahabat Khanza. Sudah hampir dua tahun belakangan ia pindah dari rumah orangtuanya yang berada disebrangan rumah Khanza. Ia memilih untuk menatap di apartemennya seorang diri. Selain ingin mandiri, Erza punya alasan tersendiri untuk pindah. Sebenarnya berat baginya karena berarti ia akan lebih sulit bertemu dengan Khanza. Tapi pada kenyataannya mereka masih selalu menyempatkan waktu untuk bertemu.

Sudah hampir tiga bulan belakangan Erza sangat jarang bertemu dengan Khanza. Selain karena sibuk dengan pekerjaan, pacar Erza juga menjadi alasannya. Wanita yang dikencaninya sangat posesif dan melarangnya untuk terlalu dekat dengan Khanza. Tentu saja Khanza tahu dan berusaha memahaminya. Mereka sudah dewasa, tidak mungkin untuk selalu bersama seperti kecil dulu. Mereka butuh ruang untuk kehidupan pribadi masing-masing. Oleh sebab itu Khanza merasa ada sesuatu yang membawa sahabatnya kerumahnya di minggu pagi.

"Gue kangen sama lo makanya gue pulang."

"Rumah lo kan didepan." Khanza menunjuk rumah besar yang terlihat dari jendela kamarnya.

"Iya gue juga tahu, tapi kan gue mau ketemu lo dulu, emang nggak boleh?" Erza mendekat dan bersandar pada bahu Khanza.

"Emang pacar lo nggak marah?" Khanza mendorong kepala Erza dari bahunya.

"Gue udah putus." Jawab Erza acuh, membuat Khanza terbelalak. Seingat Khanza, Erza pernah bilang ia ingin serius dengan pacarnya. Tapi baru seumur jagung lagi-lagi hubungan Erza berakhir, sama seperti denga pacar-pacar yang sebelumnya.

"Kenapa?"

Erza hanya menggedikan bahunya, acuh. Sepertinya ia tak ingin membahas tentang mantannya.

Tak terlalu tertarik dengan cerita cinta sahabatnya, yang begitu-begitu saja.Khanza kembali memfokuskan matanya pada tayangan di TV. Ia sudah hafal dengan alasan kandasnya hubungan Erza dengan mantan-mantannya. Entah Erza atau pacarnya yang lebih dulu bosan, seperti yang sudah-sudah.

Disampingnya Erza masih memperhatikan Khanza dalam diam. Rasa dahaga dihatinya mulai hilang, ia baru saja menemukan mata airnya. Ponsel Khanza yang berada di nakas berdering, membuatnya segara meraihnya. Melihat nama yamg muncul dilayar ponselnya, membuat Khanza beranjak dan menjauh dari tempat tidurnya. Erza yang penasaran terus berusaha mendengar percakapan Khanza denga lawan bicaranya di telpon. Namun sia-sia karena Khanza berada dibakon kamar. Ia hanya bisa melihat ekpresi wajah Khanza yang terlihat santai, bahkan ia tersenyum sesekali. Sepertinya bukan urusan pekerjaan. Batin Erza.

Still You Are My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang