BAB VII. 2 Baby Sitter

54 5 0
                                    

Karena cidera pada tanga kanannya Erza jadi sulit melakulan banyak hal. Mau tidak mau Khanza lah yang harus membantunya, merawatnya sampai tangannya kembali pulih. Untung saja Erza tidak sedang rese, sehingga sejak pulang dari rumah sakit ia hanya berbaring disofa ruang tamu, menonton TV. Sementara Khanza yang baru selesai mandi, langsung menyiapkan makan malam yang tadi mereka beli dalam perjalanan pulang. Sebelum mandi Khanza terlebih dahulu memasak nasi, karena mereka hanya membeli lauk pauknya saja.

Begitu selesai menyiapkan makanan dimeja makan, Khanza menghampiri Erza diruang tamu. Walaupun matanya menatap lurus kearah layar TV namun Khanza tau kalau Erza tidak sedang menonton, melainkan sedang memikirkan sesuatu.

"Za makan malamnya udah siap." Erza tersenyum saat menoleh ke arah Khanza dan langsung beranjak dari sofa, mengekori Khanza hingga ke meja makan.

Selama beberapa hari ini mungkin Khanza akan lebih sibuk. Ia harus mengurus Erza, bahkan untuk makan sekali pun. Walaulun masih bisa tapi tidak mudah untuk Erza makan dengan tangan kirinya. Sebelum mengambil makanan untuk dirinya, Khanza terlebih dulu mengisi piring Erza. Mengambilkan nasi dan juga lauk-pauk.

"Lo bisa makan sendiri kan?" Tanya Khanza setelah meletakan piringnya didepan Erza.

Erza mencobanya, namun kesulitan. Ia tidak bisa mengisi sendok makannya dengan nasi dan lauk. Melihatnya membuat Khanza terkekeh.

"Sini gue yang suapin." Khanza merebut sendok makan ditangan kiri Erza.

Ia mulai menyendok makanan dan menyuapi Erza. Lalu bergantian dengan menyuapi dirinya sendiri. Mereka makan sepiring berdua, bukan supaya romantis hanya untuk memudahkan Khanza saja. Lagi pula sudah biasa mereka makan satu piring berdua. Bedanya kali ini Khanza juga menyuapi Erza.

"Lo udah nggak marah lagi kan sama gue?" Tanya Erza setelah menelan makanan didalam mulutnya.

"Masih." Jawab Khanza singkat, sambil menyuapkan sesendok makanan ke mulut Erza. Tak menolaknya, Erza hanya menerima suapannya dalam diam, sampil terus menatap Khanza.

"Gue mukul cowo sialan itu karena gue dengar langsung dia nyatain perasaannya ke istri gue, dan lo bilang itu salah?" Tanya Erza dengan nada tinggi setelah menghabiskan makanan dimulutnya.

"Namanya Ray." Ucap Khanza sambil menyuapkan makanan kemulut Erza, namun kali ini ia tolak.

"Gue udah kenyang." Ucap Erza. Membuat Khanza menghembuskan nafasnya pelan.

"Lo pasti nggak dengar semuanya." Ucap Khanza santai. Membiarkan Erza berlalu meninggalkannya ke ruang tamu.

"Gue denger,," Erza mengulang ucapan Ray saat itu. Ia benar-benar mengingatnya. Tapi bukan itu yang Khanza maksud.

Melihat Erza marah karena cemburu membuat Khanza harus menahan tawa.
"Tapi itu belum semuanya." Ucap Khanza lalu mulai menceritakan dari awal, saat Ray memuji Erza dan mengatakan akan mundur karena ia merasa Erza lebih baik dan lebih mencintai Khanza.

Erza sempat terkejut saat mendengar ucapan Khanza, namun egonya tetap tidak mau kalah. "Terus ngapain dia pake segala ngungkapin perasaannya ke lo?" Tanya Erza.

"Cuma mau gue tau doang, sama kaya lo waktu itu, bukan?" Tanya Khanza, mengingat saat Erza mengungkapkan perasaan kepada dirinya.

"Bedalah." Elak Erza.

"Oh iya beda. Waktu itu gue bilang akan kasih kesempatan buat lo bikin gue jatuh cinta, tapi gue nggak bilang kaya gitu juga ke Ray..." Ucapnya.

"Awas aja kalau lo berani, gue hajar tuh cowo." Ucap Erza dengan tangan kirinya yang sudah mengepal.

Still You Are My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang