Hai...Hai...Selamat malam minggu.
Selamat membaca :)
Setelah selesai makan disalah satu restaurant yang berada di mall yang terhubung langsung dengan apartemen. Mereka menuju supermasrket yang masih berada di dalam mall. Khanza ingin membeli sayuran untuk membuat salad dan beberapa bahan makanan lainnya, yang bisa ia buat sebagai menu makanan merek berdua. Walaupun Khanza tidak pandai memasak karena memang tidak pernah benar-benar mempelajarinya. Selama ia tinggal dirumah orangtuanya, ada bi Ati yang akan selalu menyiapkan kamanan untuknya. Hanya saja terkadang Khanza lebih suka salad buatannya sendiri yang menurut pendapatnya rasanya lebih enak dari buatan bi Ati. Selain salad Khanza juga bisa membuat pasta, nasi goreng mentega, dan beberapa makanan yang praktis cara penyajiannya.
Merek berdua benar-benar terlihat serasi saat berjalan berdampingan mendorong troli belanja. Membuat beberapa orang merasa iri saat melihatnya. Saat Kahnza sedang sibuk memilih-milih buah dan sayuran, Erza ikut sibuk memilih-milih soda. Sejak kecil Erza memang sangat suka minum soda. Walaupun itu tidak baik untuk kesehatannya.
"Za lo nggak salah? Di kulkas lo aja masih banyak soda, sekarang lo mau beli soda lagi?" Khanza cukup kesal saat tadi siang ia melihat isi kulkas Erza yang hanya ada soda dan air mineral didalamnya. Maka dari itu ia mengajak Erza belanja saat ini. Tapi Erza malah kembali membeli soda.
"Buat persediaan." Ucapnya sambil nyengir.
Khanza mengambil kembali soda yang telah dimasukan Erza kedalam troli belanjaan. Ia meletakannya kembali ketempatnya, menukarnya dengan jus buah dan susu.
"Loh kok lo balikin sih Khan soda gue?" Protes Erza.
"Sehatan minum jus dari pada soda." Khanza memberikan jus yang baru ia ambil kepada Erza.
"Tapi kan,,"
"Udah deh nggak usah tapi-tapian." Erza pun tak bisa membatah Khanza, bukan hanya karena Khanza istrinya. Sejak dulu Khanza memang sudah sering melarang Erza untuk melakukan atau mengonsumsi sesuatu yang tidak baik. Walaupun kesal, tapi Erza selalu suka mendengar Khanza melarangnya ini, itu, menurutnya itu tanda perrhatian Khanza padanya.
"Udah ayo jalan." Khanza mengapit lengan Erza dan menyuruhnya untuk mendorong troli belanja.
Waktunya untuk membayar belanjaan dikasir setelah semua yang ingin mereka beli sudah berada di dalam troli belanjaan. Satu-persatu barang yang sudah diletakan di meja kasir, mulai dihitung dan dimasukan kedalam kantorng pelastik. Setelah kasir selesai menghitung harga semua belanjaan, Khanza dan Erza sama mengeluarkan cartu kredit mereka.
"Pakai punya saya aja." Erza, sedikit memaksa pada kasirnya untuk menerima kartu kreditnya.
"Kan gue suami lo, jadi gue yang harus bayar." Ucap Erza kepada Khanza saat Kasir sedang memproses pembayarannya.
Khanza hanya menggedikan bahunya acuh.
Sejak dulu ia memang suka kalau di traktir oleh sahabatnya yang satu ini. Tapi entah kenapa saat ini Khanza merasa sedikit aneh, karena Erza yang sejak tadi mengeluarkan uang miliknya sendiri untuk membayar makan malam dan juga belanjaan yang kebanyakan adalah milik Khanza. Tak terlalu ambil pusing, Khanza mulai mengacuhkan rasa tidak enaknya itu. Ia juga tidak ingin melukai harga diri Erza sebagai seorang pria.
Mereka kembali ke apartemen dengan tiga kantong plastik penuh belanjaan. Khanza langsung membereskan barang belanjaan mereka. Memasukan buah, sayuran kedalam kulkas, dan meletakan benda-benada lain sesuai dengan tempatnya. Setelah itu ia bergabung dengan Erza untuk menonton film yang ditayangkan di TV. Khanza membaringkan tubuhnya di sofa, menjadikan paha Erza sabagai bantalan.
Dari tempat duduknya, Erza meraih dompetnya yang tadi ia letakan di atas meja yang berada depannya. Ia mengeluarkan sebuah kartu keredit dari dompetnya.
"Khan.." Panggilnya, mengalihkan pandangan Khanza dari layar TV.
"Hm?"
Erza menyerahkan kartu kreditnya kepada Khanza. "Lo pegang aja." Ucapnya.
Bukannya menerimanya Khanza malah menatap bingung kearah Erza. Sepertinya akan ada perbincangan serius, hingga Khanza membenarkan posisinya menjadi duduk menghadap Erza. Sebelum Khanza menanayakan maksudnya, Erza sudah lebih dulu menjelaskannya. Ia hanya ingin menjalankan tugasnya sebagai seorang suami, menafkahi istrinya. Jadi Erza berharap Khanza dapat menggunakan kartu tersebut untuk kepertluan rumah tangga mereka atau bahkan untuk keperluan Khanza sendiri. Namun melihat raut wajah Khanza, Erza merasa sedikit cemas, kalau-kalau Khanza merasa tersinggung dan tidak mau menerimanya.
"Oke." Khanza langsung mengambil kartu keredit tersebut dari tangan Erza. Raut wajahnya pun berubah menjadi gembira. "Gua akan pakai untuk beli sepatu yang banyak." Gurau Khanza.
Erza pun langsung tertawa begitu mendengar gurauan Khanza. Ia tahu betul kalau Khanza tidak akan pernah melakukan hal yang baru saja ia ucapkan, bahkan ia ragu kalau Khanza akan menggunakannya. Tapi setidaknya ia merasa lega karena tidak terjadi perdebatan diantara mereka.
Maaf ya bab ini cuma sedikit, karena aku lagi sibuk jadi seadanya dulu. Tapi jangan khawatir next bab pasti akan lebih banyak dari bab ini.
Jangan lupa ya untuk komentar, Vote dan Follow.
Terima Kasih :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Still You Are My Love
RomanceSebelumnya Khanza tidak pernah membayangkan untuk menikah, terlebih dengan pria yang sudah menjadi sahabatnya hampir dua puluh tahun. Hingga orangtua mereka berharap mereka dapat terus bersatu dalam hubungan yang lebih serius, pernikahan. Situasi t...