PEMAIN
LEE SEUNG WON
Hobby : debat!, cari muka🙍 (orang ganteng mah bebas)😎MUTIA
Hobby : Dandan👡👜👢, cari duit💲
AMARA
Hobby : teriak-teriak😆
WANG A
Hobby : mencuri hati gebetan🚫, jadi SPY
.
.
.
.
.
.
。。。。。。。。。。。。。。。。。。Sichuan's POV.
Aku yang meminta adanya hari ini, tentu aku ingat apa yang akan terjadi di hari ini. Hari ini adalah hari di mana aku akan bertarung dengan Fanlei. Si kurir br*ngs*k yang sudah membuat papaku meninggalkan aku dan kakakku.
Aku menghadap ke cermin lemari bajuku yang lebar dan panjang. Menatap penampilan diriku sendiri. Dengan hem putih dan jas merah maron yang rapi, aku siap untuk bertarung di hari ini.
Lalu, aku melihat bayangan seseorang di cermin. Itu dia sudah datang. Hari ini Kak Bonn tidak kuliah. Libur. Itulah kenapa aku memilih hari ini. Karena bertepatan dengan waktu longgar Kak Bonn sehingga kami berdua bisa pergi bersama-sama ke pengadilan untuk memenjarakan si kurir tak bertanggungjawab yang miskin itu.
Tapi ekspresi Kak Bonn saat menatapku tampak seperti orang bimbang. Ia mendekat ke arahku, menepuk kedua bahuku dan bertanya dengan sungguh-sungguh. Baru kali ini aku melihatnya begitu serius, apalagi terhadapku. "Chuan, kamu yakin akan melawannya di persidangan? Kakak rasa, ini semua bukan sepenuhnya kesalahan dia."
Aku muak dengan pertanyaannya itu. Ini sudah ketiga kalinya dia bertanya dengan pertanyaan yang sama kepadaku sejak lusa. Dia seakan membela si kurir itu, tidak memerdulikan perasaanku, dan menganggap bahwa keadilan tentang kepergian kedua orang tuanya tidak begitu penting.
Aahhh!! Aku tidak tahu lagi. Aku langsung menghindarinya dan segera menuju garasi. Ia menghela nafas panjang, melihat sifatku yang keras kepala. Segera ia menyusulku ke garasi.
"Biar kakak yang menyetir. Emosimu sedang tidak baik." Kak Bonn spontan mencuri kunci mobil yang ada di tanganku. Baiklah. Kali ini aku menurutinya.
Selama perjalanan, tidak seperti biasanya, kami saling diam. Tidak mengajak bicara satu sama lain. Tidak menyalakan radio, musik atau yang lain.
34 menit kemudian, kami sampai di pengadilan. 10 menit lagi, sidang akan dimulai. Aku dan Kak Bonn segera berlari ke lantai atas, di mana ruang sidang itu berada di sana.
Sesampainya di dalam ruang sidang, aku mendapati Fanlei duduk di kursinya bersama seorang pengacara. Entah bagaimana caranya ia bisa menyewa seorang pengacara. Apakah ia punya tabungan yang kalau cair isinya segudang uang? Ah, entahlah.
Aku dan Kak Bonn melihat pengacara kami sudah datang. Namanya Lee Seung Won. Ia adalah pengacara yang sudah berpengalaman 5 tahun dan selalu menang dalam persidangan. Ia juga merupakan kenalan papaku. Beliau sudah banyak sekali membantu keluarga kami.
Jika dibandingkan dengan pengacara Fanlei, pengacara Fanlei tampak gadungan. Cuma menang wajahnya yang cantik, bodynya yang oke, kulitnya yang mulus dan rambutnya yang selembut sutra. Paling-paling harganya nggak nyampe tiga juta. Sudah pasti kalah.
"Baiklah. Sidang akan dimulai." Jaksa telah memberi aba-aba.
1 menit kemudian, akhirnya yang aku tunggu-tunggu telah datang. Persidangan dimulai. Kak Seung Won dan pengacara Fanlei saling beradu mulut, berlomba-lomba mempertahankan pendapat masing-masing selama 2 jam lamanya. Kak Seung Won mengerluarkan bukti berupa riwayat chatting Sichuan dan kurir di hari kejadian dan catatan medis Pak Klei, papa Sichuan yang menyatakan bahwa Almarhum benar-benar terbukti mempunyai penyakit kanker hati stadium akhir. Sedangkan pengacara Fanlei yang bernama Mutia tersebut mengeluarkan bukti berupa rekaman CCTV yang merekam Fanlei sedang menolong korban kecelakaan. Korban tersebut tidak tampak jelas dari video karena banyak warga yang mengerubungi korban serta dua mobil ambulans berukuran besar di lokasi kejadian.
Sampai pada hasil akhir, jaksa telah memutuskan bahwa...
"TUNGGU! Saya juga punya bukti lain!" Sahut Sichuan beranjak berdiri dan angkat bicara dengan suara lantang.
"Sichuan, apa yang sedang kamu lakukan? Ini di luar rencana kita!" Bisik Kak Seung Won panik.
Bonn bingung bagaimana cara mencegah Sichuan agar tetap diam. "Sichuan. Jangan bilang kamu mau membahas masa lalu itu. Percayalah kakak, Chuan. Kita akan lebih rugi lagi jika kamu mengadukan kasus itu. Ini bukan waktu yang tepat!" Bisik Bonn sambil menggenggam tangan Sichuan dan menatapnya dengan memohon mati-matian. "Chuan...sekali ini saja, tolong, kakak mohon dengarkan kakak."
Hati Sichuan terketuk. Ia rasa, ia sudah akan melangkah jauh dari akal sehatnya. Kali ini, menurutnya, kakaknya yang selalu ditentangnya itu benar. Sichuan duduk kembali dan mempersilahkan jaksa yamg bernama Amara untuk mengumumkan hasilnya.
"Dengan ini, kami mengumumkan bahwa terdakwa, saudara Fanlei terbukti tidak bersalah atas meninggalnya Almarhum Bapak Klei."
TOK.
TOK.
TOK.
Seorang pria asing berjas hijau paling mencolok di antara para hadirin lainnya yang sedari tadi menarik perhatianku tersenyum puas sambil menatapku dalam-dalam. Entah kenapa, dari tadi ia terus menatapku dengan tatapan yang berbeda. Seperti...mengajakku berbicara.
。。。。。。。。。。。。。。。。。。
🔫🔫🔫🔫🔫🔫🔫🔫🔫🔫🔫🔫🔫🔫🔫Assalamualaikum Storyginal😙
Selamat siang😊🐇🐰🐇🐰🐇🐰Siapa yang bersyukur Fanlei dibebaskan? Siapa yang malah ngamuk-ngamuk sampe rumahnya runtuh? 🐲🐲🐲
Ahahahaha....sante aja bosku🏄🏄🏄
Gampang emosi tuh bikin jodoh makin jauh🚀wkwkwk...😄😂anyway, cowok berjas hijau mencolok tuh siapa ya?😨😨😨😨😨😨😨😨😨😨~
OKAY. Gw tunggu komen dan votenya ya guys. Semoga barokallah. Aamiin...😗
WASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHI WA BARAKATUH!🙏🙏😸😸❤💖😆
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Putih
Teen FictionPernah nggak lo nyesel karena udah suka sama seseorang? Itulah yang gue rasain. Gue nyesel udah jatuh ke dalam hipnotisnya, tapi anehnya, gue nyaman terjebak di dalamnya.