"Lagian 'kan nyewa aja bisa, Rachell," kataku. "Ga harus beli, 'kan?"
"Beda!" bantahnya.
Setelah itu, Rachell hanya diam. Bibirnya manyun. Ia meletakkan dagunya di kedua lipatan tangannya. Murung.
"Kamu nekat, sih! Minta PS4 ke papa buat hadiah ulang tahun. 'Kan kamu tahu sendiri, papa ga bakal beliin kita gituan," ujarku.
Wajar jika Rachell murung. Rona wajahnya terlihat sedang kesal. Bagaimana tidak, sebulan lagi adalah hari ulang tahunnya. Sore tadi ketika papa baru saja pulang kantor, ia dengan nekatnya meminta papa untuk memberinya kado berupa PS4. Jelas saja papa menolaknya. Papa tidak pernah menyukai semua hal yang berbau permainan digital. Bagi papa, barang itu sudah mutlak masuk ke dalam daftar hitam papa.
Ahh, sebenarnya, Rachell hanya terkena imbas dariku saja. Maksudku, aku lah yang pertama kali mendatangkan gambaran buruk tentang permainan digital di depan papa. Aku gemar bermain permainan digital. Seperti permainan online, play station, permainan komputer, dll. yang berbau permainan digital. Bahkan, aku sampai lupa waktu jika sudah berurusan dengan permainan digital itu. Terkadang, aku juga enggan disuruh-suruh ketika aku sedang sibuk dengan permainan digital yang ada di depanku. Pun gara-gara permainan digital, aku menjadi malas belajar.
Itulah sebab kenapa papa mempunyai gambaran buruk tentang permainan digital, tidak terkecuali PS4.
"Koko, sih!" decak Rachell. Bibirnya semakin manyun ketika ia menyalahkanku. Bahkan ia sampai meremat buku belajarnya sendiri-saking kesalnya.
"Tuh 'kan, koko yang disalahin," kataku tidak terima. "Harusnya Rachell mintanya ga buru-buru, nunggu papa ganti pakaian rumah dulu, baru Rachell bilang," kataku membela diri.
Muka Rachell terlihat ingin menangis ketika aku mencoba menyalahkannya untuk membalik posisiku. Adikku merajuk.
Lihatlah! Sekalipun ia sudah hampir menyelesaikan kelas 7 nya, sikap kekanak-kanakannya masih tetap terlihat.
Melihat wajah Rachell yang sedang murung kesal seperti itu, aku hanya bisa membuang nafas dalam. Aku merasa tidak tega kepadanya.
"Haaahhh...." desahku. "Kamu bener-bener pengen punya PS4 buat kado ulang tahunmu?" tanyaku.
Mendengar itu, Rachell mengangkat mukanya. Ia menoleh ke arahku dengan gelagat antusias.
Sepertinya ia sudah hafal denganku. Jika aku sudah bertanya seperti itu, ia tahu bahwa aku akan melakukan sesuatu untuknya.
Ia mengangguk.
"Awh," gumamku. "Koko ga janji bisa ngasih kamu barang itu atau engga. Uang koko yang ada di ATM juga ga banyak. Mungkin koko bisa ngelakuin sesuatu nanti," kataku. "Tapi janji dulu, jangan sampai papa tahu. Entah nanti bisa beli atau engga, jangan sampai papa sama mama tahu. Kamu tahu, 'kan, gimana pandangan mereka sama yang namanya game?" tanyaku. "Lagi pula, mereka berdua juga sedang kesal dengan koko gara-gara koko ga mau nurut masuk ke fakultas itu. Kamu tahu sendiri, 'kan, koko paling ga suka yang bau-bau 'kek gituan?" ujarku.
Rachell mengangguk.
"Koko mau beliin adek PS4...?" tanya Rachell. Itu lebih terdengar seperti meminta dengan pertanyaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gold Ribbon: Dunia Kecil Iton
Romance#1 on Kanker [19 Okt. 2018] #3 on Leukemia [25 Okt. 2018] #1 on Emas [11 Jul. 2019] #1 on Pita [25 Jul. 2019] #1 on Emas [14 Aug. 2019] #1 on Emas [18 Nov. 2019] #1 on Emas [1 Jan. 2020] Kenapa aku memilih fakultas itu? Terpaksa, kah? Tidak. Tentu s...