[-Stadium 2.]

172 14 1
                                    


Alamat rumah yang diberikan kepadaku cukup jelas. Bahkan, beliau—calon pembeli itu, men-share loc alamat rumahnya di aplikasi pengirim pesanku. Aku cukup membukanya dengan aplikasi lain—Google Maps, yang telah terpasang di telepon pintarku, dan memulai fitur navigasi dari sana.

Tidak menunggu lama setelah menyusuri jalanan Kota Madya, aku sudah memasuki sebuah kawasan perumahan elit—Kuantan Regency, yang berada di daerah Kadipiro Jogja. Lokasi itu hampir berada di jantung Kota Jogja.

Aku mematikan aplikasi Google Maps-ku lalu mengemudikan mobilku dengan pelan—mencari blok rumah yang tertera di kotak masuk aplikasi pengirim pesanku.

Aku mengamati kanan dan kiri. Hunian di sini mengimplementasikan desain minimalis modern. Semua bangunan rumah yang ada di perumahan ini memiliki luas yang sama—120 meter persegi untuk luas tanah, dan 100 meter persegi untuk luas bangunannya. Semua memiliki jumlah lantai rumah yang sama, yakni dua lantai. Kuantan Regency adalah hunian baru dari Grup Merapi Arsita Graha yang berada di lokasi prima—berada di tengah-tengah area bisnis kota. Selain itu, lokasi ini juga dekat dengan area perkantoran dan juga pendidikan.

Dari sesaat setelah aku memasuki kawasan perumahan ini, aku bisa melihat berbagai macam keunggulan yang ditonjolkan: seperti one gate system, open space, dan aku juga bisa melihat ada sebuah taman yang asri di sana—sekali pun ini berada di tengah-tengah perkotaan. Akses jalannya pun termasuk nyaman menurutku, mengingat terdapat area konblok dengan lebar 6 meter. Aku pun yakin, di sini di jaga ketat selama 24 jam oleh satpam, karena di perumahanku pun begitu.

Jika melihat semua keunggulan itu, aku tafsir harga rumah ini mungkin sekitar 2 milyar per unitnya. Sudah bisa dipastikan, siapa yang tinggal di lingkungan elit ini adalah masyarakat heterogen nasionalis.

Aku berhenti di sebuah unit rumah dengan warna cat yang dominan perak. Tidak salah lagi, itu pasti rumah calon pembeli mainan kami. Di dalam rumah tersebut, terparkir sebuah Jeep Wrangler Rubicon dengan moncongnya menghadap keluar.

Aku turun dari mobilku dan mengambil dua kotak mainan yang ada di jok belakang mobil. Melihat dua kotak mainan itu yang sebentar lagi menjadi milik orang lain, jujur, aku bisa merasakan apa yang adikku rasakan. Ia pasti sedih. Tapi sudah terlambat jika menyesalinya sekarang. Sebab, sang pemilik rumah rupa-rupanya sudah menyambutku. Ia membukakan pagar rumahnya begitu melihatku sedang membawa dua kotak mainan keluar dari mobilku.


"Mas Obi, ya?" sambut beliau dengan tersenyum. Ramah sekali.

"Iya, om!" balasku. Aku pun turut memberikan balasan keramah-tamahan beliau dengan senyumku.

"Silakan! Masuk dulu!" pinta beliau.


Aku mengangguk. Aku melihat ke arah kotak mainanku...

Rachell..., mereka sudah laku...

Kataku dalam hati.

Beliau membimbingku untuk masuk ke ruang tamu yang terlihat bersih dan rapi. Bisa aku simpulkan, pemilik rumah ini selalu menjaga kebersihan dan kerapian rumahnya. Itu adalah ciri penghuni yang baik.


"Duduk dulu, mas!" pinta beliau. "Sebentar saya ambilkan uangnya," kata beliau sambil berjalan. "Mamah, tamu!" kata beliau sambil melongok ke arah dapur. Beliau tersenyum ke arahku.

"Oh, sebentar!" sahut suara wanita dari balik dapur rumah. Beliau melongokkan kepalanya. Tampak seorang wanita yang umurnya tidak jauh beda dari om-om tadi memasang senyum yang tidak kalah ceria dari suaminya. "Mau minum apa, mas?" beliau menawarkan minuman kepadaku.

Gold Ribbon: Dunia Kecil ItonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang