Should he?

2K 299 17
                                    

Sabtu pagi ini aku habiskan dengan mengganti sprei dan sarung bantal guling di kamar, juga membereskan semua barang-barang yang tidak pada tempatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sabtu pagi ini aku habiskan dengan mengganti sprei dan sarung bantal guling di kamar, juga membereskan semua barang-barang yang tidak pada tempatnya.

Mama akan tiba di Jakarta tiga jam lagi. Meskipun nggak akan menginap di sini, aku yakin pasti Mama akan meminta untuk mampir dan melakukan inspeksi menyeluruh ke kamar kosku.

Berulang kali udah kubilang bahwa aku lebih dari baik di tanah perantauan ini, tapi Mama kerap kali masih khawatir. Hingga terjadilah kunjungan ini, yang mungkin juga akan terjadi setiap dua bulan sekali di masa mendatang.

Mama memang bertambah protektif, sejak tahu hubunganku dengan Mas Indra ternyata kandas.

Aku sangat maklum.

Pria itu adalah satu-satunya yang bisa Mama andalkan untuk menjagaku di sini, dan mereka udah saling mengenal dalam waktu yang nggak sebentar. Lalu sekarang semua berubah. Jadi wajar rasanya, kalau Mama lebih cerewet. Beliau harus mengawasiku dari jarak yang cukup jauh, dan itu jelas bukan perkara mudah.

Aku tidak protes sama sekali. Aku tahu Mama sangat khawatir padaku. Aku adalah satu-satunya yang tersisa yang dia miliki, begitu pula Mama untukku.

Sebelum masuk perguruan tinggi tahun lalu, aku dan Mama ditinggalkan secara mendadak oleh dua orang yang begitu berharga dalam hidup kami. Papa dan kakak perempuanku pergi selamanya karena kecelakaan maut. Papa meninggal di tempat, lalu Kakak menyusul setelah tiga hari mengalami koma.

Aku dan Mama jatuh ke titik terendah ketika itu. Mama yang gamang serta aku yang masih sulit percaya. Luka yang sangat dalam juga membekas, membuat kami seperti nggak punya lagi semangat untuk hidup.

Beruntung kami dikelilingi orang-orang yang suportif. Tante Ana, adik bungsu Mama, saat itu juga memutuskan untuk pindah ke rumahku. Tante Ana selalu mendampingi Mama sampai sekarang. Tante Ana jelas sangat berjasa untuk keluargaku, aku sangat berterima kasih padanya.

Selain Tante Ana, ada satu orang lagi yang punya andil besar dalam kebangkitanku dan Mama. Orang itu adalah Mas Indra. Jujur, dia memang seberharga itu di hidup kami. Dulu dia rela menghabiskan seluruh masa liburannya di rumahku di Palembang demi menemaniku sepanjang hari, menguatkan aku dengan sepenuh hati. Kalau bukan karena dia, mungkin aku baru akan kuliah tahun ini.

Dua bulan setelah Papa dan Kakak pergi, Mama memutuskan membuka kedai kue dengan bantuan Tante Ana, memaksimalkan keterampilannya dalam memasak. Aku tidak melarang, justru senang dan lega. Karena dengan itu, setidaknya Mama punya kesibukan dan tidak larut dalam kesedihannya.

Sekarang, aku juga sudah stabil di sini. Menikmati masa-masa kuliahku. Temanku mungkin hanya segelintir, Mas Indra juga nggak ada di sisiku lagi. Tapi aku beruntung masih punya Dira, Rendy, juga Paskal. Mereka lah yang selalu membuat aku kuat dan bahagia.

Harapanku sekarang cuma satu, saat nanti Tante Ana berkeluarga dan akan pindah dengan suami, aku harap Mama juga bisa kokoh sepenuhnya. Sampai saatnya nanti aku bisa kembali lagi menemaninya sepanjang waktu.

PACARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang