[NEW VERSION]
Sudut pandang seorang Cyerin sebagai pacar seorang Paskal yang luar biasa. Luar biasa ngeselin dan jauh dari kata dewasa.
P.S There is no exact time and storyline every chapter of this work. If you are curious about them more, read the...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Teriknya siang mulai terkikis, digantikan redupnya senja yang merangkak naik. Dengan dua gelas puding jagung di pangkuan yang aku beli dari tim dana usaha kompetisi membuat poster edukasi bulan depan, aku menggerakkan kedua paha gugup.
Di sebelahku, Rendy berdecak. "Udah lo hubungin belum anaknya?"
Aku menggigit bibir, lalu menggeleng ragu. Membuat Rendy menggeram makin kesal.
Dalam rentang sepuluh menit, sudah berkali-kali aku meminta kompensasi waktu untuk mengumpulkan keberanian itu. Keberanian untuk memberi tahu Paskal, bahwa aku sedang duduk di bangku panjang dekat studio kampus tempatnya berada. Wajar rasanya kalau Rendy mulai kesal.
"Goblok jangan dipelihara kenapa sih, Cyer? Kalau lo nggak bilang, gimana dia bakal tau lo nungguin disini?"
"Gue takut tau! Lo kan tau sendiri, Ren, dia nggak ngebolehin gue kesini. Mana kemarin abis bikin masalah lagi gue." Aku berkata tidak terima. Ya memang aku goblok sih, tapi nggak usah diomongin juga kan!
"Lo tuh hobi banget bikin masalah sama Paskal," cibir Rendy. "Tapi bisa-bisanya ujungnya takut juga."
Sialan, tepat sasaran banget Rendy kalau ngomong.
Belum sempat pembelaanku terlontar, Rendy malah bangkit berdiri. Ia sudah akan beranjak dari tempat semula saat aku tangkap tangannya.
Mata Rendy memicing tidak suka pada tanganku yang melingkari pergelangan tangannya. Ups, aku melanggar halal gap kami. Sebelum lelaki di depanku ini berceramah panjang lebar, aku singkirkan tanganku dari sana.
Sebuah aturan tak tertulis dari Rendy, concern before skinship is a must. Tidak hanya berlaku untuknya, tapi untuk semua perempuan yang akan memegangnya. Termasuk aku dan Dira. Sekalipun kami sahabatnya.
Aku tidak tahu dari mana pemikirannya itu berasal, tapi Rendy selalu memegang prinsipnya. Sampai-sampai ia pernah diputuskan seorang cewek dengan alasan disangka tidak cukup menyayangi karena hampir tidak pernah menyalurkan afeksi melalui sentuhan. Kuat juga iman itu anak.
Aku meratap dari tempatku duduk, mendongak ke arah Rendy yang tertahan di tempat. "Ren, jangan pergi dong. Gue nggak mau ngadepin Paskal sendirian. Please?"
"Ck, iya iya. Gue cuma mau ke kamar mandi bentar." Rendy mendengkus melihat aku menghela napas lega. Sejurus kemudian, aku mendengar ultimatumnya yang tegas. "Gue balik, lo udah harus chat Paskal ya. Nggak mau tahu gue. Yang pacaran kalian, kenapa gue yang selalu ikutan repot sih?"
Gerutuan di ujung ucapan Rendy membuatku tertawa. Kasihan juga sih sebenarnya anak itu.
Habis gimana dong, Rendy memang media tengah yang paling netral dan lumayan bijak. Dia sering menjadi perantara untuk aku dan Paskal, juga Kairan dan Dira yang memang suka ribut. Rendy jarang terpancing emosi--apalagi membuang habis logikanya--dalam menyelesaikan masalah. Jadi dia adalah orang terbaik yang sedikit banyak bisa menjadikan kekacauan yang terjadi agar tidak semakin panas.