[NEW VERSION]
Sudut pandang seorang Cyerin sebagai pacar seorang Paskal yang luar biasa. Luar biasa ngeselin dan jauh dari kata dewasa.
P.S There is no exact time and storyline every chapter of this work. If you are curious about them more, read the...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kalau emang nggak mau, mending kita akhiri sekarang, Kal. Jangan mainin aku kayak gini."
Begitu aku mengucapkannya, Paskal terbelalak dan langsung menarik tengkukku detik itu juga. Dia lalu memelukku sangat erat, seakan takut aku akan pergi sekarang.
Aku diam. Nggak membalas, nggak juga menolak. Aku sendiri yang udah membangunkan singa yang sedang tidur, jadi aku harus menerima konsekuensinya.
Cukup lama Paskal mendekapku. Cengkraman tangannya di punggungku makin erat, membuat dadaku agak sesak. Aku dorong dadanya meminta Paskal mundur, aku butuh oksigen. Tapi dia malah tambah memelukku.
"Kal, aku nggak bisa napas." Aku berucap lirih. Paskal kemudian melonggarkan pelukannya, tapi tidak benar-benar melepas.
Deru napas Paskal yang memburu terasa di pundakku. Aku bergeming, masih nggak membalas pelukannya. Tapi tak berselang lama, aku bisa merasakan kemeja di pundakku basah. Kemudian badan Paskal bergetar. Dan saat aku menajamkan telinga, aku bisa mendengar Paskal terisak. Nggak salah lagi, Paskal menangis.
"Jangan putusin aku. Maaf, aku minta maaf udah marah sama kamu. Tapi please jangan tinggalin aku. Aku nggak bisa..." Suara Paskal terdengar putus asa. Napasnya mulai tersendat, berbagai perasaan pasti sedang berkecamuk dalam dirinya.
Akhirnya aku angkat tanganku dan balas memeluk Paskal. Perkataannya barusan hanya aku sahuti dengan dehaman sambil tanganku mengelus punggungnya yang masih bergerak naik turun.
Sebenarnya aku nggak tega berbicara sesadis tadi. Tapi aku pikir, sekali-kali Paskal harus disentak agar dia sadar. Bersikap lembut dan tinggal diam hanya akan membuat Paskal semakin lama memelihara emosinya.
Walaupun sejujurnya aku ragu juga tadi. Takut kalau Paskal mengiyakan ucapanku dan semua benar-benar berakhir. Bisa makin gila aku.
Aku menghentikan usapan tanganku di punggung Paskal, lalu mencoba menurunkan tangannya dari tubuhku. Tapi dia masih menolak.
"Nggak, Cyer. Kita nggak akan akhirin semua kan? Maaf maaf maaf, aku tau aku bego banget tapi maafin aku."
Aku menarik napas cukup dalam. Kemudian aku hembuskan perlahan.
Setelah itu, aku menarik tegas lengan Paskal yang melingkari punggungku.
"Kita butuh bicara, dan aku nggak bisa kalau dalam posisi nggak nyaman kayak gini." Ujarku datar.
Aku kemudian berjalan tenang menuju taman belakang rumahnya. Beberapa detik setelahnya aku bisa mendengar derap langkah di belakangku, Paskal menyusulku.
Begitu melewati pintu yang membatasi area rumah dan halaman belakang, aku langsung menuju bangku panjang di sana. Biasanya tempat ini menjadi tempat favoritku dengan Paskal kalau sore, mengobrol dan minum cokelat hangat dengan suara gemericik air dari kolam ikan.