4

3.2K 161 0
                                    

Bel pulang sekolah telah berbunyi, Cecilia menuruni tangga dari rooftop dengan perlahan. Meskipun sudah di pijat oleh nya, tetap saja rasa sakit itu belum hilang.

Sesampai nya di lantai paling bawah, Cecilia berjalan ke arah mobil yang di bawanya tadi lalu melemparkan tas nya ke kursi penumpang.

Tanpa menunggu lama, ia menancapkan gas nya sambil mengklakson siapa saja murid yang menghalangi jalan nya membuat mereka terkaget dan sebagian mengumpati nya di dalam hati.

Dari jauh tampak seorang pria yang melihat ke arah nya sedari tadi, berdiri tegak sambil memandang nya dengan intens bercampur khawatir. Ingin rasanya pria itu menunjukkan diri nya di depan Cecilia, hanya saja ia takut bahwa kehadiran nya tidak diterima oleh gadis itu lagi.

Dengan gontai pria itu menaiki honda nya lalu memecah jalanan di siang menjelang sore itu. Meski begitu, pikiran nya kini bercabang-cabang. Ntah apa yang akan dilakukan nya dihari selanjutnya untuk melindungi Cecilia. Gadis yang dulu nya sering memancarkan senyuman untuk nya.

¤¤¤¤

Cecilia memasuki rumah nya dengan semangat, mengabaikan kaki nya yang berdenyut sakit.

Dari arah dapur muncul seorang wanita paruh baya dengan celemek yang menggantung di badan nya.

"Sudah sampai Lisya?" tanya wanita paruh baya itu menghampiri Cecilia yang sedang membuka sepatu nya.

"Udah dong, Bun!" girang Cecilia sambil memandang wanita paruh baya itu dengan tatapan berbinar nya membuat wanita itu tersenyum lembut ke arah nya.

"Itu Bunda udah masakin nasi goreng seafood kesukaan Lisya" wanita paruh baya itu membawa Lisya ke arah dapur lalu memberikan makanan yang baru saja selesai dimasaknya.

"Bunda emang yang terbaik deh hehehe" ucap Cecilia lalu memakan nasi goreng itu dengan lahap. Sedang kan wanita paruh baya itu memandang ke arah nya dengan tatapan lembut bercampur iba.

Bagaimana bisa papa dan mama kamu membenci anak sebaik kamu Lisya? Andaikan aku menjadi mereka, mungkin aku akan menyesal di kemudian harinya, ucap wanita itu di dalam hati.

"Bun, Mama sama Papa belum pulang kerja ya?" tanya gadis itu di sela makan nya membuat wanita paruh baya yang di panggil bunda itu tersentak dari lamunan nya.

"Lisya kayak gak tau aja kalau Mama sama Papa kan pasti sibuk di kantor buat nge biayaian sekolah sama makan kamu" ucap wanita itu sambil mengusap lembut rambut Cecilia.

"Lisya bukan anak yang baik ya Bun? Sampai-sampai Lisya tega buat Mama sama Papa kerja sampai larut malam. Pasti bang Arban kecewa deh sama Lisya" ucap Cecilia dengan lesu sambil menundukkan kepalanya menandakan dia akan menangis sebentar lagi.

Bukan kamu yang salah nak. Kamu baik, bahkan lebih dari baik. Mama sama Papa kamu aja yang kurang bersyukur sudah dikaruniakan anak yang cantik seperti kamu, batin Derlia yang dipanggil Bunda oleh Cecilia.

Setelah selesai makan, Cecilia berniat mencuci piring yang telah dia pakai, tetapi Bunda Derlia melarang nya dan menyuruh nya untuk segera beristirahat. Alhasil Cecilia yang tidak ingin melawan pun terpaksa mengikuti perkataan Bunda nya itu.

Cecilia merebahkan badan nya di kasur nya yang empuk sambil memandangi foto nya bersama Arbani di dinding kamar nya. Gadis itu tersenyum kecut melihat keluarga yang dulunya sangat harmonis itu kini harus hancur dikarenakan dia. Andai saja dia tidak memiliki penyakit ginjal itu, mungkin saja Arban masih di sini tertawa bersama nya atau bahkan mengusili nya. Pikirannya terus berkelana di mana keluarga kecil itu saling tersenyum dan melempar canda, hingga tanpa sadar Cecilia tertidur masih dengan senyuman dan air mata yang entah mengapa tiba-tiba saja menetes di pipinya.

¤¤¤¤¤

Darel memandang layar hp nya dengan datar, namun hati nya merasakan sakit.

Layar segi empat itu menampilkan foto seseorang yang sangat disayangi nya. Manis, putih, cantik, ramah dan ceria. Namun sosok itu kini telah menghilang lenyap bersamaan dengan meninggalnya sang ibunda tercinta. Ya, dia telah menganggap sang ibunda telah meninggal sejak kejadian itu.

Merasa lelah, Darel meletakkan benda segi empat tersebut di perutnya lalu memejamkan matanya sambil berharap hal yang menyenangkan sedang menantinya untuk hari esok.

¤¤¤¤¤

Cecilia membuka matanya perlahan, terik matahari menganggu penglihatannya. Ia mengucek matanya perlahan lalu membuka matanya kembali, menyesuaikan cahaya yang seolah menusuk retinanya.

"ASTAGA?!" matanya membelalak melihat ke arah jarum jam yang menunjukkan pukul 10 pagi menjelang siang. Pantas saja cahaya mataharinya mulai semakin terik.

Dengan tergesa, Cecilia melompat dari tempat tidurnya tanpa memperdulikan kakinya yang masih berdenyut. Diambilnya handuk yang tergantung di jemuran khusus sudut kamarnya, lalu berlari ke arah kamar mandi. Tak sampai 10 menit ia sudah keluar dari kamar mandi tersebut.

Dibukanya lemari bajunya untuk mencari seragam sekolahnya. Namun malah baju kaos dan baju kasual lainnya. "Di mana seragam gue ya?" gumamnya dengan bingung.

Tanpa babibu lagi, ia keluar dari kamar lalu berlari ke bawah berbalut dengan pakaian handuknya. "Bun, seragam Lisya kok gak ada ya? Mana udah telat lagi nih" paniknya kepada Bunda yang sedang menonton TV di ruang tamu.

"Emang kamu sekolah?" tanya Derlia dengan heran. Mendengar hal itu, Cecilia mencebikkan bibirnya dengan kesal seolah bunda nya itu sedang meledeknya.

"Bunda~~~ Lisya serius. Ini udah telat banget~~" rengeknya sambil memeluk lengan Derlia.

"Ya udah gak usah masuk aja. Lagian kan udah telat banget kamu nya" santai Derlia lalu kembali memfokuskan pandangannya ke layar TV.

Melihat itu Cecilia menggelitiki pinggang Derlia membuat si korban kaget mendapat serangan tiba-tiba seperti itu. Derlia terus tertawa terbahak-bahak sambil mencoba menahan tangan Cecilia.

"HAHA U-UDAH HAHA CECI-LIA HAHAHA CU-CUKUP!" teriaknya membuat Cecilia melepas kan tangannya untuk tidak menggelitik sang bunda.

"Hah~" mengatur nafasnya sejenak, Derlia menatap tajam ke arah Cecilia membuat gadis itu meringis seketika.

"Kamu tau gak hari ini hari apa?" Tanya Derlia berusaha bersabar untuk tidak menelan anak gadis kesayangan nya itu.

Cecilia menggelengkan kepalanya dengan polos, "Emang hari apa Bun? Bunda ulang tahun hari ini? Atau ja-"

"Gak usah ngaco kamu-" ketus Derlia.

"-udah jelas hari ini hari Sabtu. Mau ngapai kamu ke sekolah? Main futsal? Belajar sama papan tulis?"

"Hah?! Masa sih hari Sabtu Bun?" tanya nya gak percaya.

"Nih liat nih!" Derlia menunjukkan layar hp nya kepada Cecilia dengan geram.

Ah iya benar hari Sabtu. Kok goblok banget sih gue, batin Cecilia sambil menepuk jidat nya.

"Ya udah kalau gitu Cecilia tidur lagi ya Bun, dadaaahhh" ucap nya lalu berlari ke arah kamar nya untuk melakukan ritualnya kembali.

Sedangkan Derlia menghela napas nya dengan kasar sambil menggelengkan kepalanya.

"Untung keponakan gue" gumamnya lalu kembali menonton drama korea yang ada di depannya.

Mottonya adalah "Lebih baik menonton drama korea daripada menonton sinetron yang sampai sekarang tidak ditemukan pesan moralnya sama sekali"

>>>>¤♡¤<<<<

Hai-hai!

Ini up terakhir gue. Bukan, gue bukan discontinue story nya. Cuma karena ujian udah dekat, aku bakal hiatus selama 3 minggu ya :)

Maafin author yang abal abal ini🙇🙇

And maaf kalau chap yang ini kurang memuaskan. Aku akan berusaha buat yang terbaik kok

See u gaes!👋

Cecilia (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang