Cecilia merebahkan badannya di tempat tidur setelah melakukan sesuatu yang menurutnya sudah benar untuk dilakukan.
"Gilak! Gak mood banget gue libur hari ini" keluhnya sambil mengambil boneka di sebelahnya, pemberian abangnya dan Arban.
Cecilia mengeratkan pelukan nya pada boneka beruang tersebut. Tersenyum kecil saat mengingat Arban dan abangnya memberikan boneka ini sebelum semuanya hancur seperti ini.
Flashback On
Seorang anak kecil laki-laki kira-kira berumur 11 tahun bersama adiknya yang masih berumur 8 tahun sedang berjalan mengendap-endap mendekati seorang anak perempuan yang sedang mencelupkan kakinya di tepi sungai favorit mereka.
" Satu...dua...." Darel, sang abang menginstrupsi adiknya Arbani dengan mulutnya tanpa mengeluarkan suara, mereka berdua saat ini saling berhadapan.
"Ti..ga! Baaaaa!!!" Kejut mereka berdua kepada anak perempuan itu, membuat perempuan kecil itu hampir saja tercebur ke dalam sungai kalau tidak ditahan oleh sang abang.
Cecilia memandang ke dua abangnya dengan cemberut. Anak itu melipat kedua tangannya di depan dada sambil memasang muka garang. Darel dan Arbani yang melihat itupun menelan ludahnya dengan kasar. Mata mereka mengkode masing-masing sambil menghitung di dalam hati lalu keduanya lari begitu saja sambil tertawa melihat Cecilia yang kesulitan mengejar mereka.
"Huh... ab-bang ber-henti. Isya cap-pe" ucap gadis itu terbata-bata dengan nafas yang tersengal-sengal. Darel yang mendengarnya pun menoleh ke belakang berniat membantu sang adik. Tinggal beberapa langkah lagi jarak antara Darel dan Cecilia, namun tiba-tiba saja gadis kecil itu kembali berlari lalu mencubit pinggang sang abang. Bukannya sakit yang ia rasakan, namun geli lah yang menyerang pinggangnya. Cecilia itu masih berusia 6 tahun, jadi cubitan yang diberikannya tidak terlalu menyakitkan malah gadis kecil itu seolah menggelitiknya. Lagipula mana mau Cecilia melukai abang-abang nya sedikit pun.
Arbani yang melihat interaksi dari kedua saudara kandungnya itu hanya bisa tersenyum sedih. Bagaimana jadinya kalau adik kecilnya yang manis itu tahu bahwa abang mereka, Darel akan dikirim oleh kedua orang tua mereka untuk pergi dan tinggal bersama bibi mereka yang berada di London? Demi meneruskan perusahaan keluarga mereka. Alasan macam apa itu? Arbani tidak habis pikir dengan orang tuanya. Mementingkan harta dibanding kebahagiaan anak-anaknya? Bukannya Arbani membenci kedua orang tuanya, hanya saja di masa mereka yang masih anak-anak ini tentunya harus mendapat perhatian dan kasih sayang yang lebih. Meskipun masih kecil, Darel dan Arbani sudah mampu berpikiran dewasa. Mereka ingin melindungi adik perempuan mereka yang manis itu.
"Isya udah dong. Itu kasian bang Zidan nya dicubitin terus" ucap Arbani mendekati mereka. Cecilia yang mendengar ucapan abang keduanya itu pun menghentikan cubitan di pinggang abang pertamanya. Darel yang sudah dilepaskan pun menarik nafasnya panjang-panjang karna terlalu banyak tertawa.
"Siapa suruh abang kejutin Isya tadi? Untung aja Isya gak jatuh ke sungai. Kan Isya gak bisa berenang" ucap Cecilia yang sudah lancar bicara. Gadis kecil itu melipat tangannya di depan dada lalu memanyun kan bibirnya cemberut.
Darel dan Arbani yang melihat itu hanya terkekeh geli dan merutuki kebodohan mereka di dalam hati. Mereka lupa bahwa sang adik tidak bisa berenang, apalagi mengingat keadaan adiknya yang saat ini mulai sakit-sakitan.
"Iya deh. Maafin bang Zidan sama bang Arban ya? Isya kan cantik, manis masa gak mau maafin abang nya yang ganteng ini sih..." ucap Darel dengan tampang memohon dan suara memelas membuat hati gadis kecil di depannya luluh seketika. Dia memang tidak bisa marah berlama-lama kepada abang-abang nya ini.
"Isya maafin. Tapi jangan diulangi lagi" ucap gadis itu yang langsung diangguki oleh keduanya.
"Oh iya, bang Zidan sama bang Arban ada hadiah nih buat Isya. Isya pasti suka" ucap Darel lagi dan dibalas anggukan serta senyuman dari Arbani. Cecilia yang mendengar kata 'hadiah' pun membuat matanya berbinar seketika.
"Hadiah apa bang? Isya mau! Isya mau liat!" ucap gadis itu dengan tidak sabaran membuat abangnya terkekeh gemas. Darel menatap ke arah Arbani yang berada di sampingnya. Seolah mengerti dengan tatapan yang diberikan, Arbani menganggukkan kepalanya lalu beranjak ke salah satu pohon dan mengambil sebuah boneka beruang yang berukuran lumayan besar. Bulu nya bewarna putih seperti salju. Di leher boneka itu terdapat sebuah pita yang menghiasnya dengan warna merah serta bintik-bintik putih di kainnya.
Cecilia yang melihat itu pun melompat kegirangan di tempatnya. Bertepatan dengan Arbani yang memberikan boneka beruang itu kepadangan, Cecilia langsung memeluk dan membawa boneka itu berputar-putar hingga kepalanya pusing.
Darel memandang sendu adik kecilnya itu. Melihat sang adik tersenyum seperti ini adalah keinginan nya hingga mereka tumbuh besar bersama nantinya. Namun ia tidak bisa dan hanya bisa menitipkan sang adik kepada adiknya Arbani dan boneka itu. Tidak kepada orang tuanya, karena dia tau semua akan sia-sia. Orang tua mereka hanya akan berada di dekat anak-anaknya dalam kurun waktu 3-5 jam saja. Meskipun begitu ia tidak ada niatan membenci kedua orang tuanya. Karna ia tahu bahwa orang tua adalah orang yang selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Itulah yang ditanamkan nya dihatinya mulai saat ini. Tanpa tahu bahwa tidak selamanya keadaan akan tetap sama. Bahkan bunga yang sudah dirawat dengan baik pun akan rusak dan layu pada saatnya. Apalagi waktu. Ketahuilah waktu tidak mengubah segala sesuatu menjadi baik atau buruk. Tapi waktu yang terlalu panjang dapat mengubah segala takdir yang telah ditentukan. Ada yang mengatakan waktu itu kejam. Ada yang mengatakan waktu itu adalah uang karna ia begitu berharga. Tapi semua orang pun tahu, bahwa uang tidak selamanya berharga sehingga pemikiran minim tersebut mampu membuat kesalahan fatal di dalam kehidupan semua orang. Semua bergantung pada diri kita sendiri. Karna sejujurnya yang mengubah segalanya adalah diri kita, bukan waktu, takdir, apalagi orang lain.
Flashback Off
Cecilia tersenyum kecut mengingat semuanya. Ia tidak ingin menyesal akan kebodohannya yang menganggap bahwa boneka yang diberikan pada waktu itu adalah sebuah permintaan maaf karena telah mengejutkannya. Namun ia juga tidak ingin bahagia akan kebodohannya itu. Yang pasti hanya satu, ia begitu menyayangi boneka ini. Abangnya, ia begitu merindukan kedua abangnya hingga hanya boneka beruang inilah yang menjadi tempat mengadu dan saksi dalam kesedihan maupun kesakitannya.
"Isya sayang sama abang" ucap gadis tersenyum sambil mengusap lembut kepala boneka beruang yahg ada di pelukannya. Dipejamkan nya mata indah itu. Waktu nya untuk dia mengistirahatkan diri kembali sebelum besok harus bertemu dengan orang-orang di sekolahnya.
"Isya kangen sama abang" ucapnya mulai melemah.
"Isya harap abang mau jujur" ucapnya lagi sebelum mata indah itu benar-benar tertutup rapat. Menjelajahi dunia mimpi yang dapat membuat tidurnya semakin nyenyak.
Berbeda dengan orang yang sedari tadi memperhatikannya dari celah pintu yang tidak tertutup rapat itu. Pada nyatanya orang itu tidak benar-benar pergi.
Mata orang itu telah memerah menahan tangis. Berharap semua sandiwara konyol ini dapat berakhir dengan cepat. Jujur, ia juga rindu sama gadis cantik itu. Dengan tawanya, senyumnya bahkan semua rajukannya. Ia rindu bahkan sangat rindu. Tapi rindu tidak bisa membatalkan semua niatnya. Karna demi mendapatkan yang terbaik, ia harus mengorbankan segalanya. Bahkan jika itu harus mengorbankan waktu untuk bersama dengan adik kesayangannya.
>>>>>¤♡¤<<<<<
Tugas numpuk!
Pikiran kalang kabut!
Laptop ngelag mulu!
Banyak banget kendala readers. Jadi maapkan author ini untuk kesekian kalinya.
Gak lupa aku bakal tetap bilang supaya kalian jangan bosan sama cerita Cecilia yaa😁
See u readers👋❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Cecilia (COMPLETED)
Historical Fiction"Jadi cewek tuh jangan keras kepala bisa gak?! Pikirin kesehatan diri lo sendiri! " -Darel Zidan "Cewe tuh seharusnya di perlakukan dengan lembut. Tapi khusus buat lo, itu sebuah pengecualian bagi gue!" -Vino Pranandra "Lo semua gak tau apa-apa tent...