Vino berjalan mondar mandir di sekitar mobilnya dengan gelisah. Dari tadi ia di sekolah tidak melihat batang hidung dari Cecilia sama sekali. Awalnya ia berpikir gadis itu mungkin saja berada di rooftop atau tempat-tempat sepi lainnya atau mungkin saja gadis itu sedang bosan membuat masalah hari ini. Namun saat bel pulang sekolah berbunyi ia telah menunggu gadis itu selama setengah jam, tapi gadis itu tidak terlihat juga sehingga ia dengan terpaksa mencari ke sekeliling sekolah. Mulai dari rooftop, lapangan basket, UKS dan kelas gadis itu, tapi gadis itu tetap tidak ditemukannya. Padahal ia sudah mengirimkan pesan kepada Cecilia untuk menjumpainya di parkiran mobil sekolah saat istirahat tadi.
Vino kembali mengecek ponselnya, namun ia tidak mendapat notif apapun selain pesan dari mamanya yang menyuruh ia dan Cecilia untuk mendatangi beberapa toko perhiasan pilihan mamanya. Ia membalas pesan sang mama terlebih dahulu, lalu mencari kontak Cecilia untuk menghubungi nya. Tiba-tiba saja perhatiannya terjatuh kepada musuh nya yang saat ini tampak berbincang dengan seorang gadis yang dicarinya sedari tadi. Dengan emosi yang meluap, ia mengahampiri kedua orang itu.
"Gue nungguin lo hampir sejam, dan lo ternyata asik-asikan sama si bangsat ini?" tanya nya dengan dingin membuat kedua remaja itu terperanjat kaget mendengarnya.
Darel menatap ke arahnya sambil menyeringai, berbeda dengan Cecilia yang hanya memandang datar ke arahnya. Seolah perkataan Vino bukanlah hal yang penting.
"Lo dengar gue gak?!" bentak Vino membuat Darel ingin menghajar pria itu. Pria macam apa yang membentak seorang gadis hah?
"Ngapain gue dengerin lo yang gak mau dengerin omongan gue juga?" tanya Cecilia dengan datar namun menatap Vino dengan menantang.
"BANG-"
"Jaga mulut lo kalau bicara sama cewek ya tai!" bentak Darel dengan kesal.
Vino terkekeh meremehkan, ia memandang ke arah Darel dengan tajam.
"Emang lo siapa nya hah? Abangnya? Pacarnya? Tunangannya? atau malah Suaminya?!" tanya Vino dengan nada meremehkan membuat Darel semakin tersulut emosi.
Bugh!
Tanpa peringatan apa pun, Darel mendaratkan pukulannya tepat di rahang Vino membuat pria itu agak oleng karena pukulan Darel tidak main-main kuatnya. Vino menatap ke arah Darel dengan benci lalu membalas pukulan pria itu dengan keras. Perkelahian itu terus berlanjut hingga saat sebuah suara menginstrupsi dengan keras membuat mereka berhenti seketika.
Cecilia menatap keduanya dengan jengah. "Lo berdua pikir dengan cara kelahi bisa bikin masalah selesai hah?!" bentaknya kepada kedua pria yang masih saling menatap dengan sengit itu.
Gadis itu menarik Darel ke arahnya, lalu mengarahkan wajah pria itu ke depan matanya tanpa memperdulikan jarak keduanya yang sangat dekat.
"Luka lo gak terlalu parah dibanding sama luka si bodoh itu" ucapnya sambil menunjuk ke arah Vino yang berada di belakang Darel. "Tapi luka lo perlu diobatin juga. Mendingan lo sekarang pulang, bersihin luka lo setelah itu obatin. Jangan biarin sampai infeksi" ucapnya lagi sambil mendorong tubuh Darel untuk segera kembali ke rumahnya.
Darel yang diberi perintah pun hanya bisa mengangguk pasrah lalu meninggalkan kedua sejoli itu.
Setelah Darel menghilang dari penglihatannya, Cecilia memicingkan matanya ke arah Vino yang masih kesal kepadanya. Dengan malas gadis itu menghampiri calon tunangannya itu dan membawa nya ke mobil tanpa sepatah kata pun. Baru saja ia akan menyuruh Vino masuk ke bagian pengendara, ia kembali sadar akan kondisi pria itu yang bisa dibilang lumayan parah. Dengan malas yang berlipat-lipat, disuruhnya pria itu duduk di bagian kursi penumpang dan dituruti oleh pria itu.
"Emangnya lo bisa nyetir mobil?" tanya Vino dengan nada remeh saaT Cecilia sudah duduk di kursi sebelahnya.
"Lo kira gue duduk di sini buat apa? Main odong-odong? Boom-boom car?" Cecilia memutar bola matanya jengah.
"Yaaa selow aja kali, gue kan cuman nanya. Takutnya lo mau nyelakain gue"
Cecilia hanya memutar bola matanya lagi, ia menancapkan gas meninggalkan sekolah, mengabaikan ucapan dari Vino.
Saat melihat apotek, ia memberhentikan mobil Vino sebentar lalu berjalan masuk ke dalam toko, menulikan telinga nya dari Vino yang memanggil namanya terus menerus. Setelah memberi barang-barang yang dibutuhkannya, Cecilia kembali memasuki mobil dan mendapati Vino yang sedang menatap ke arahnya dengan tajam.
"Mama minta gue sama lo buat nyari cincin pertunangan, bukan ke apotek. Lo kira di sini ada cincin apa?" Cecilia hanya mengabailan omelan pria di depannya, tangannya sibuk mengeluarkan kapas yang dibelinya lalu menuangkan alkohol sedikit di kapas itu.
"Sini muka lo" ucapnya dengan datar. Vino melihatnya dengan bingung, namun tetap menurut. Baru beberapa centi, ia kembali menjauhkan kepalanya. "Lo mau nyium gue ya? Sorry-sorry aja gue gak-"
Ucapannya terpotong saat Cecilia langsung menarik dagu Vino dengan kasar lalu mengarahkan kapas ke bagian pipi, pelipis serta rahang pria itu yang berwarna biru. Vino dan Darel berkelahi tidak sedramatis yang dipikirkan orang-orang, maksudku tidak sampai berdarah. Jadi Cecilia tidak perlu membeli betadine, cukup dengan kapas dan alkohol maka luka pria itu akan membaik.
"Awh, sakit woi!"
"Awh"
"Lo mau bunuh gue arghh?"
"Dasar cewek jadi-jadian aish"
"Lo emang gak punya perasaan kayaknya awhs"
Itulah kata-kata yang terlontar dari mulut Vino saat Cecilia mengobati lukanya, gadis itu hanya membalasnya dengan tatapan datar atau sesekali menekan lebam pria itu.
"Lo gak bakalan mati cuma gara-gara gue obatin pakai alkohol" ucap Cecilia lalu membuang semua kapas-kapas yang dipakainya untuk mengobati pria itu.
"Makasih" lirih Vino, nyaris tidak terdengar oleh Cecilia, tapi tetap saja terdengar olehnya. Telinga fungsinya untuk mendengar bukan? Cecilia melajukan kembali mobil Vino dengan senyuman tipis yang tersampir di bibir gadis itu.
"Kalau yang ini berapa ya mbak?" tanya Cecilia kepada salah satu pelayan tokoh perhiasan itu. Pelayan itu mengeluarkan barang yang ditunjuk oleh Cecilia lalu melihat harganya.
"Yang ini kisaran 15-17 juta mbak" ucap pelayan itu memandang Cecilia sambil tersenyum.
Cecilia terdiam mendengar harganya, meskipun dia terlahir dari keluarga yang kaya, tetap saja baginya itu mahal, bahkan sangat mahal.
Vino yang melihat Cecilia termenung pun menyikut gadis itu. Cecilia tersentak kaget lalu menatap sinis ke arah Vino.
"Apa sih?"
"Lo suka sama cincin itu?" tanya Vino sambil menunjuk ke arah cincin tadi menggunakan dagunya.
"Suka sih, tapi kan harganya-" Cecilia menggigit bibirnya ragu.
"Mbak, cincin nya yang itu langsung dibungkus cantik ya. Tapi jangan cantik-cantik banget, nanti calon tunangan saya jadi kalah cantiknya" ucap Vino yang langsung dilaksanakan oleh pelayan di sana.
Cecilia hanya diam mendengar ucapan Vino. Entah karena ini masih di luar sehingga ia tidak mau berdebat dengan pria itu, atau karena ia yang tersipu malu mendengar percakapan Vino dengan pelayan itu.
Entah lah, hanya Cecilia dan author saja yang tau :v
KAMU SEDANG MEMBACA
Cecilia (COMPLETED)
Historical Fiction"Jadi cewek tuh jangan keras kepala bisa gak?! Pikirin kesehatan diri lo sendiri! " -Darel Zidan "Cewe tuh seharusnya di perlakukan dengan lembut. Tapi khusus buat lo, itu sebuah pengecualian bagi gue!" -Vino Pranandra "Lo semua gak tau apa-apa tent...