Plot A: Addicted

165 10 7
                                        

Ronnie benar-benar mengacuhkanku sekarang, ia tidak lagi menyapaku seperti biasa. Bahkan saat kami tidak sengaja berpapasan, dia dengan sengaja memandang ke arah lain. Ketika aku yang menyapanya lebih dulu atau menanyakan sesuatu dia hanya mengatakan 'ya' atau 'tidak' atau 'hm' membuatku benar-benar merasa frustasi.

Terkadang aku berusaha untuk berbicara dengannya, menanyakan perihal 'salah ucapku' tempo hari, yang bahkan aku belum tau dengan pasti dimana letak kesalahanku. Tapi dia selalu berusaha menghindariku, selalu saja ada sesuatu yang 'katanya' ingin dia kerjakan, seperti "maaf aku belum mengerjakan tugas", "aku ada janji main bola", "Nina mengajakku makan bersama". Hal yang membuatku ingin menangis adalah kedekatannya dengan Nina yang semakin baik.

Seringkali aku mendapati mereka sedang berduaan, saat makan di kantin, jalan beriringan di koridor, di meja perpustakaan, atau saat pagi-pagi di dalam kelas. Aku tidak tau harus bersikap apa, pura-pura bahagia? Klise sekali, cemburu? Nonsense, mengabaikan mereka? Tentu saja aku tidak bisa, bahkan Nina adalah sahabat dekatku.

Aku berjalan sendirian ke kantin, mencari meja yang masih kosong, saat akan melangkah ke meja yang kulihat, entah dari mana datangnya Ronnie dan Nina tiba-tiba mendahuluiku menduduki meja tersebut, langkahku terhenti, aku kembali mencari meja lain yang masih kosong, sialnya aku tidak menemukan satupun.

"Zam! Sini duduk bareng kita, sudah tidak ada meja yang kosong" ucap Nina sedikit berteriak kepadaku.

Aku berjalan ke arah mereka dengan ragu, Ronnie dan Nina duduk saling berhadapan, aku mengambil kursi di sebelah Nina, Ronnie menatapku sekilas, lalu menatap Nina.

"Nin, weekend ini ada Folks Festival di Kota, kalau kau ada waktu bagaimana kalau kita kesana?" Ajaknya pada Nina

"Tapi kita harus banyak belajar Ron, jika kau lupa Ujian tinggal beberapa bulan lagi"

"Hanya sekali-kali, kau tidak bosan hampir setiap hari belajar terus?" Kata Ronnie lagi. Nina berpikir sejenak.

"Oke, aku ikut. Apa kau mau ikut Zam?" Nina menawariku

"Hah? Oh ak-"

"Kurasa kita pergi berdua saja, ada hal lain yang ingin ku kerjakan denganmu" Sela Ronnie sebelum aku menyelesaikan kalimatku, telingaku memanas, hatiku terenyuh, aku menunduk pura-pura merapikan seragamku agar mereka tidak menyadari mataku yang sedikit berkaca-kaca.

"Oh ya, kalian berdua saja, aku memang sedang ada sesuatu yang harus kuselesaikan"

Selanjutnya mereka berdua asik mengobrol dan mengabaikan kehadiranku. Hanya Nina yang kadang meminta pembenaran atas ucapannya, aku hanya diam dan tersenyum mengangguk.

"Kau serius pernah melakukan itu? Kau benar-benar gila Ron" ucap Nina ditengah percakapan mereka

"Ehm, sepertinya aku harus kembali sekarang, aku lupa, ada satu soal tugas bahasa inggris yang belum keselesaikan" tentu saja aku bohong. Jika aku tidak beranjak, mungkin sebentar lagi pertahananku hancur dan aku tidak ingin itu terjadi.

"Hah? Oh baiklah kalau begitu" kata Nina, aku lupa bahwa aku pembohong yang payah, tidak mengerjakan tugas bukanlah diriku sama sekali, terlebih itu adalah pelajaran Favoritku. Masa bodoh, yang terpenting sekarang aku harus menyelamatkan hatiku.

Aku berlari kecil menuju ke toilet dan menguncinya saat sudah di dalam. Aku menangkup wajahku dengan tangan untuk menahan tangisku yang akan pecah. Aku benar-benar merasa sangat lemah seperti perempuan. Cukup lama aku di dalam, meredakan hatiku yang benar-benar kacau, hingga suara ketukan terdengar dari luar, saat aku membukanya kulihat Ronnie berdiri menatapku.

"Ternyata kau, kenapa kau lama sekali seperti perempuan" katanya ketus. Aku hanya diam dan berlalu meninggalkannya.

•••

Mystery of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang