BL #12

95 1 0
                                    

Sepulang kuliah Ali sudah membuat janji untuk bertemu dengan Salsa. Mereka janjian di Star Caffe.

Salsa sudah menunggu Ali disana. Sejam lamanya menunggu, akhirnya Ali datang juga.

Salsa memperhatikan Ali dengan mata berbinar ketika Ali berjalan mendekatinya. Ali pun duduk di kursi depan Salsa.

Beberapa tahun tidak bertemu membuat ketampanan Ali menjadi berkali kali lipat di mata Salsa.
Perasaan menyesal menyeruak dihatinya.

" Bicara sekarang. Gue gak ada waktu !" Ucap Ali dingin.

Ali begitu mempesona membuat Salsa terus menatapnya tanpa berkedip. Sontak hal itu membuat Ali risih.

" Sa.. "

" Ehm.. iya.. "

" Cepet ngomong sekarang !"

" Gue.. ehm , Li. Aku sebenarnya mau ngomong soal waktu itu " Salsa berhenti sejenak.

" Gue gak bisa lama lama. Gue harus pergi " Ali bersiap pergi. Namun Salsa menahan tangan Ali dengan memegangnya.

" Aku nyesel Li. Aku udah buat kamu terluka, aku minta maaf. Kamu tau 'kan itu semua aku di suruh Dev. Saat itu aku di ancem, Li "

" Gue kira penting. Lo udah buang buang waktu gue sa " Ali melepaskan tangan Salsa yang memegang tangannya. Ali pergi dari sana tanpa memperdulikan Salsa yang terus memanggilnya.

**

" Sekarang gue slalu sendirian kemana mana, Naya selalu sibuk sekarang. Bentar lagi dia akan tunangan " Prilly berbicara pada dirinya sendiri. Sambil memainkan sedotan dalam gelas minumannya.

Sebuah keributan membuat Prilly penasaran. Dia mengarahkan penglihatannya ke arah sumber suara. Seorang wanita tengah berteriak memanggil 'Ali' . Prilly tidak mungkin salah mendengar. Wanita itu berteriak memanggil Ali. Prilly juga melihat sosok Ali keluar dari caffe. Prilly tahu betul tubuh tinggi tegap Ali. Tidak mungkin salah lihat.

Ada hubungan apa antara Ali dengan wanita itu. Wanita itu terlihat sangat frustasi ketika Ali pergi. Selama ini Prilly belum pernah sekali pun melihat Ali bersama wanita lain selain dirinya. Mungkinkah wanita itu kekasih Ali.

Prilly menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau ikut campur urusan Ali. Tapi Prilly penasaran.

" Dor "

Prilly berjingkat. Seseorang membuatnya terkejut. Prilly berbalik melihat orang yang sudah membuat jantungnya berdetak cepat. Saking kagetnya.

Aris tersenyum lebar melihat Prilly menatapnya kesal. Prilly memperhatikan Aris dari ujung kepala hingga kaki. Aris memakai seragam waitress. Ternyata Aris memang bekerja di Star Caffe.

" Mau bikin gue mati ?" Tanya Prilly sewot.

Aris menyengir. " Maaf Prill, abisnya lo serius banget. Jadi gue pengen ngagetin deh "

Aris mengambil duduk di depan Prilly. Melihat ke sekeliling karna sebelum Aris membuat Prilly terkejut tadi, Prilly sedang asik memperhatikan sesuatu.

" Lagi lihatin apaan sih ?"

" Lo kenal dia nggak ?" Prilly melayangkan telunjuknya. Mengarahkannya ke Salsa. Tempat duduk mereka tidak terlalu jauh. Aris bisa melihat jelas wanita itu.

" Kenal sih nggak. Cuma, dia sering kesini "

" Namanya, tahu ?"

" Nggak juga. Mau gue tanyain ?"

" Nggak perlu. Atau mungkin lo mau kenalan sama dia. Ya sana "

" Gue udah kenal lo, gue gak mau kenal cewe lain lagi "

Ucapan Aris membuat Prilly menolehnya cepat. Aris tersenyum tipis. Prilly dibuat gugup karenanya.

" Gue ke belakang lagi ya, ntar bos marah kalo gue lama lama disini "

Aris pamit dari hadapan Prilly. Prilly hanya mengangguk mengijinkan. Rasanya tak mampu berbicara.

' Gue udah kenal lo, gue gak mau kenal cewe lain lagi '

Perkataan itu membuat Prilly berfikir. Apa Aris masih memliki perasaan untuknya.

" Gue minta nomor hp lo, boleh ?" Aris menyodorkan handphonenya ke Prilly. Berharap dia mau memberikan nomornya.

Prilly terkejut untuk kedua kalinya. Menatap Aris marah. Aris hanya menyengir tak berdosa melihat Prilly yang menatapnya marah.

" Bisa nggak sih nggak usah kagetin gue. Aris ish lo tuh ya bikin gue jantungan terus. Kalo gue mati mendadak gimana. Lo mau tanggung jawab ?!" Prilly menatap Aris sewot.

" Maaf gak maksud gitu kok. Maaf , jangan sewot gitu Prill "

Prilly mengepalkan kedua tangannya di depan wajah Aris.

" Ya udah gue permisi " Aris menunduk sendu. Prilly benar benar marah padanya. Ia mengurungkan niatnya untuk meminta nomor Prilly. Mungkin lain kali jika mereka bertemu lagi. Aris akan memintanya. Tentunya tanpa membuat Prilly terkejut.

" Mana hape lo, katanya mau nomor hp gue " Prilly membuat langkah Aris terhenti.

Aris tersenyum tipis. Meski nada bicara Prilly yang terdengar sewot, tapi tak apa. Setidaknya dia memberikan apa yang Aris inginkan.

Aris menyodorkan hp nya dan Prilly mengambilnya. Mengetikkan beberapa digit nomor. Kemudian mengembalikan nya lagi ke Aris.

" Thanks ya, gue ke belakang dulu " Aris pergi darisana ketika Prilly mengangguk.

* * *

Prilly berjalan kaki di sepanjang trotoar. Sambil memandang sekitar yang terlihat ramai oleh kendaraan yang berlalu lalang. Sengaja ia tidak membawa mobil. Sedang malas menyetir.
Hari memang sudah menjelang sore. Mungkin karna itu kendaraan cukup ramai. Banyak orang pulang bekerja.

Sebuah mobil berhenti di depan Prilly. Menghadang jalannya. Seseorang keluar kemudian mendekati Prilly.

" Ayok pulang !"

Ali menarik Prilly menuju mobil. Namun Prilly tidak menurut. Dihempaskannya tangan Ali.

" Gak mau. Gue gak mau pulang "

" Lo udah bikin Bunda cemas. Sekarang pulang " nada bicaranya terdengar memerintah. Ali kembali menarik Prilly. Dan lagi Prilly menghempaskan tangannya kasar.

" Gue bulang nggak mau. Lo budek ya. Pulang aja sendiri, gue gak mau pulang " Prilly berjalan cepat meninggalkan Ali. Tapi Ali mengikutinya.

Ali menghadang Prilly.

" Mau kemana sih. Ini udah sore, Bunda khawatir sama lo, sejak pagi lo pergi nggak pamit lagi. Gue cariin di kampus ngga ada. Pasti lo gak ke kampus kan "

" Bukan urusan lo " langkahnya tertahan saat ingin kembali berjalan.

" Oke yaudah terserah. Mau pulang atau engga terserah " ucap Ali nyolot.

Ali menatap Prilly marah sedangkan yang ditatap menatap ke arah lain.
Ali menggeram kesal. Entah sampai kapan mereka terus bersikap seperti ini. Terkadang Ali rindu masa itu. Dimana Ali baru mengenal Prilly. Meski hanya beberapa hari mereka akrab. Tapi sudah merasa sangat dekat. Seketika menjadi saling menjauh. Ali lah yang salah. Dia yang memulai menjauhi Prilly. Sekarang saat dirinya ingin dekat kembali. Prilly yang enggan untuk dekat dengannya.

Ali melangkah pergi. Meninggalkan Prilly. Karna dia terus menolak untuk pulang.

Sedangkan Prilly mematung ditempatnya. Memikirkan Ali yang begitu mudah menyerah. Dia sama sekali tidak memaksa ataupun membujuk Prilly, agar dia mau pulang bersamanya. Tapi nyatanya tidak. Ali pergi begitu saja.

Prilly memegangi dadanya yang terasa sesak dan ngilu.








Makasih makasih makasih buat yang udah mau baca dan votenya... 

Makasih banyakkkkk. . . .

Brother LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang