Taeyong merenggangkan tubuhnya. Duduk selama berjam-jam membuat tubuhnya sedikit kebas. Meski merasa lelah, suara dari sang adik tak menyurutkannya untuk menyudahi sambungan ini.
Satu tangan kiri milik Taeyong yang menggenggam sebuah ponsel kini berada di telinga. Suara Mark disebrang sana sesekali membuatnya tersenyum. Ia sangat merindukan adiknya itu.
"Kapan kau akan pulang, hyung?"
Jemari Taeyong memainkan ujung bajunya.
"Minggu depan. Kali ini aku janji minggu depan akan pulang."
Taeyong sedikit meringis. Ia merasa bersalah karena ia sering mengingkari janjinya kepada adiknya itu. Sebenarnya sudah beberapa bulan yang lalu Mark menanyakan hal ini dan Taeyong selalu menjawab dengan mantap bahwa ia akan pulang secepatnya. Tetapi, karena ada urusan yang begitu penting disini, mau tidak mau Taeyong harus mengundurkan niatnya itu dan membuat adiknya kecewa.
"Kali ini aku berjanji Mark. Aku sudah memesan tiket pesawatnya. Kau tidak perlu khawatir."
Hembusan nafas dari Mark terdengar ditelinga Taeyong.
"Ya, sebaiknya kau menepati janjimu karena aku akan kecewa jika kau mengingkarinya lagi. Hm, ngomong-ngomong, bawakan aku robot figure terbaru. Ku dengar disana menjual harga yang sangat fantastis dan keren."
Taeyong terkekeh. "Tidak. Aku tak akan membelikanmu mainan yang tidak penting namun bisa menguras tabunganku."
Taeyong beranjak dari duduknya. Melangkahkan kakinya menuju tempat tidur yang telah menemaninya selama ini.
"Bagaimana jika aku membelikanmu sebuah boneka? Hitung-hitung bisa kau beri kepada Haechan?"
Desahan kasar keluar dari bibir Mark.
"Oh, ayolah. Kau tahu sendiri bukan jika aku tidak suka memberikan hal feminim seperti itu kepada kekasihku?"
Taeyong tersenyum dan mulai membaringkan tubuhnya. Kedua matanya menjelajah langit-langit kamarnya.
"Aku pikir Haechan adalah pria yang sangat tidak beruntung karena mendapatkan adikku yang sungguh sangat tidak romantis."
Taeyong memang sudah hapal dengan watak adiknya yang terkesan dingin. Bahkan Taeyong sempat meringis saat mendengar cerita dari adiknya bahwa ia belum pernah memberikan apa-apa untuk kekasihnya. Bukankah adiknya itu sangat bodoh?
"Jika aku sudah sampai disana. Aku akan mengajarimu bagaimana cara membuat orang tersayangmu bahagia."
"Ia sudah bahagia dengan hanya berada disisiku."
Taeyong memagut. "Benarkah? Apa kau yakin? Bisa saja ia hanya memasang senyuman bohongnya dan sebenarnya ingin diperlakukan hal yang romantis olehmu?"
Kini hanya terdengar suara helaian nafas yang membuat Taeyong yakin bahwa adiknya itu kini sedang memikirkan perkataannya.
"Hm, baiklah. Bantu aku jika kau sudah berada disini."
Kedua sudut bibir Taeyong terangkat. Ia tak menyangka bahwa adiknya itu menurutinya. Benar-benar adik yang manis.
"Ya, sampai jumpa minggu depan. Dan kau harus menjemputku."
Kekehan terdengar dari sebrang sana.
"Ya. Oh, ku dengar Yuta hyung juga akan datang kesini minggu depan."
Taeyong tersenyum samar mendengarnya. Bagaimana pun juga rasa kecewa terhadap tindakan Yuta masihlah ada. Namun ia tak ingin berlarut-larut membawa masalah itu hingga kedepannya. Karena Taeyong merasa, ia sudah dewasa. Dan tidak sepantasnya kebencian masa lalu dibawa hingga kesana.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Feeling [JAEYONG]
Fanfiction[ ✓ ] Mencari sebuah jawaban akan berbagai pertanyaan yang muncul di hatinya. Namun saat jawaban itu telah didapatkannya, mengapa takdir seolah mempermainkannya kembali? ❝ Am I in love with you? Or am I in love with the feeling? ❞ - Jaeyong...