"Test, test. Halo? Ini Kinar,"
"Halo? Kinar, udah siap?"
"Bentar, bentar. Tinggal pake liptint,"
"Oke, kita udah di depan rumah lo. Buruan keluar!"
"Buruann! Ini hari yang penting buat lo. Jangan sampai lo terlambat!"
"Iya, iya. bawel. Gue ke depan sekarang,"
Gue memasukkan ponsel ke dalam clutch setelah sambungan telepon sudah terputus. Untuk terakhir kalinya, gue mencondongkan wajah gue ke depan cermin dan memoleskan liptint merah muda ke bibir gue. Setelah selesai, sekali lagi, gue memastikan penampilan gue hari ini sudah oke. Dress biru muda selutut yang membalut sempurna tubuh gue, dan rambut yang sudah gue tata seindah mungkin.
Gue menegakkan tubuh gue, menghela napas dalam-dalam.
"Oke, Kinara. Lo pasti bisa. Jangan gugup."
Dan satu kalimat itu mengantarkan gue untuk bertemu dengan teman-teman gue yang sudah menunggu dengan bosan di depan rumah dengan dua mobil terparkir berderet. Gue memasuki audi hitam yang pengemudinya sudah melambai-lambai dan tersenyum manis ke arah gue.
"Good morning, Princess," sapanya di sebelah gue.
Gue tersenyum sinis. "Gak usah sok manis, geli,"
"So, ready for today?"
"Yep. Im fucking ready!"
Lelaki di sebelah gue tersenyum, lalu melajukan audinya keluar dari pekarangan rumah gue.
Oh, ya. Gue hampir lupa. Nama gue Senja Kinara Wijaya. But just call me Kinar. Gue benci dipanggil Senja. Dan gue memang sebegitu bencinya pada senja. Senja mengingatkan gue pada hal-hal yang fana. Seperti tentang perasaannya ke gue, dan segala sumber kebahagiaan gue. Yang dengan mudahnya melebur dalam fana.
Seharusnya, gue membenci hari ini. Karena datangnya hari ini akan sepenuhnya mengingatkan gue pada hari-hari yang nggak mau gue ingat. Hari-hari yang indah sekaligus membuat gue sadar kalau semuanya fana.
Karena sejatinya, segala sesuatu yang indah itu datangnya hanya sementara.
2016
Kalau ada nominasi cewek galak dan sering cursing walaupun di depan orang tuanya sendiri, pasti pemenangnya adalah gue. Senja Kinara Wijaya. Walaupun nama gue seindah nama-nama karakter cewek di novel, tapi percayalah, gue memang seindah itu.
Enggak.
Gue nggak bisa dibilang indah sama sekali.
Terkadang, gue bertanya pada Tuhan, kenapa gue diciptakan dengan mulut sekasar parutan kelapa. Bukan apa-apa, cursingnya sih enak. Tapi setelah cursing selalu dapat ceramah panjang dari Mami atau siapapun orang yang lebih tua dari gue.
Seperti saat ini contohnya.
"Fajar gila lo! Balikin headphone gue!"
"Kinara! Fajar itu adik kamu! Kenapa, sih, kamu nggak bisa ngasih contoh yang baik? Harus berapa kali Mami ingetin kamu?!"
Kan, benar, Mami mengoceh di balik kemudinya. Sementara gue hanya memutar bola mata, sudah tidak asing dengan celotehan Mami yang sudah bisa gue tebak.
"Bisa nggak sih, kamu jangan kasar-kasar jadi cewek?" sambung gue berbarengan dengan kalimat yang terlontar dari mulut Mami. Sama persis.
"Kinara! Jangan ngelawan terus!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Dialog Senja
Teen FictionKetika hati tak mampu bicara, dalam diam melukiskan luka. Gadis senja itu membenci namanya. Senja. Karena menurutnya, Senja mengingatkannya pada hal-hal yang fana. Seperti tentang pertemuannya dengan seseorang yang mengubah arah hidupnya, dan segala...