Malam sudah kian larut ketika mobil yang dikendarai Nuga berhenti di pekarangan luas rumah milik ayah Kinara. Nuga melepas seatbeltnya sendiri. Sedangkan Kinara cuma diam tak bergeming.
"Enggak mau turun?"
Kinara menghembuskan napasnya kasar. Lalu melepas seatbeltnya pasrah. "Males banget gue, sumpah."
"Lo udah sampe di sini. Nggak mungkin, kan, kita balik lagi buat nyewa hotel?"
Kinara mengerjap bingung. "Ho-hotel? Maksud lo—"
Nuga terkekeh, "tuh kan, ketauan pikiran lo tuh kotor. Maksudnya, nyewa hotel buat lo doang, bukan berdua sama gue,"
Kinara menarik rambut Nuga dengan kasar. "Siapa juga yang mikir mau tidur bareng lo, ha?! Siapa?!"
"Aduh, duh, iya mbak! Buset. Gak usah jambak-jambak dong!" Nuga meringis mengusap kepalanya sendiri yang terasa perih.
Kinara hendak membuka pintu mobil, namun kemudian menyandarkan punggungnya kembali ke sandaran jok sambil menghembuskan napas keras-keras.
"Gue malu. Mau ditaro di mana muka gue kalau ketauan gagal kabur, Nad?" gadis itu melipat kedua tangannya di depan dada dengan wajah tertekuk.
Nuga tertawa kecil sambil tangannya terulur, mengacak pelan rambut coklat milik gadis di sebelahnya. Membuat sang empunya rambut hampir tersedak ludahnya sendiri.
"Turunin dulu gengsi lo, masuk rumah pake kaki kanan dulu, terus ucap Assalamu'alaikum—"
"Ih apa-apaan sih lo!" Kinara menepis tangan Nuga dengan kasar. "Gue juga tau gimana cara masuk rumah yang bener, kali!"
Nuga kali ini menipiskan bibir dan mendengus keras. "Iya, deh, terserah anda, Mbak yang serba tahu,"
"Ya udah, gue masuk dulu." Dengan cepat gadis itu membuka pintu mobil lalu keluar karena berada di dalam mobil lama-lama bersama Nuga akan berdampak buruk pada jantungnya. Nuga menyusul turun, membantu Kinara mengeluarkan kopernya dari dalam bagasi.
"Siniin!" Kinara merebut kopernya dan langsung berbalik, melangkah cepat menuju rumahnya.
"Senja!" panggil Nuga tiba-tiba membuat Kinara menoleh lagi sambil memicingkan matanya. "Apa?"
"Nggak mau bilang makasih?"
Kinara memutar bola mata. "Makasih!" dan seperti biasa, ia berkata dengan nada ketus yang sudah melekat pada dirinya lalu cepat-cepat menjauh dari hadapan Nuga.
Keesokan harinya, Kinara mengurung diri di kamar seharian. Ia sama sekali tidak keluar kamar semenjak bangun tidur tadi. Ayahnya tidak berani mengusiknya sama sekali. Apalagi Fajar, cowok itu cuma fokus mengikuti kegiatan ayahnya seharian. Sesekali mengetuk pintu kamar Kinara hanya untuk menawarinya makan. Kinara menjawab ogah-ogahan. Dia tidak berminat untuk makan sama sekali.
Satu keluarga memang sudah paham betul kalau Kinara anak yang keras kepala. Dan satu-satunya orang yang selalu bisa membujuknya hanyalah ibunya. Tapi sekarang, ibunya masih berada di Jakarta dan Kinara tidak punya siapa-siapa lagi yang bisa setidaknya membujuknya untuk makan.
Ia masih berbaring di atas tempat tidurnya. Berguling ke sana ke mari dengan bosan, tak berniat untuk beranjak sedikitpun meski matahari sudah hampir berada di atas kepalanya.
Tiba-tiba ponselnya bergetar. Menandakan sebuah pesan masuk ke akun Linenya. Kinara mengernyit, melihat nama pengirimnya.
Sebastian Nadir Gautama : Bangun, jangan bengong mulu.
Kinara benar-benar tak mengerti pada pemuda itu. Bagaimana bisa dia tahu kalau Kinara saat ini sedang bengong dan tak melakukan apa-apa?
Senja Kinara Wijaya : hah?

KAMU SEDANG MEMBACA
Dialog Senja
Teen FictionKetika hati tak mampu bicara, dalam diam melukiskan luka. Gadis senja itu membenci namanya. Senja. Karena menurutnya, Senja mengingatkannya pada hal-hal yang fana. Seperti tentang pertemuannya dengan seseorang yang mengubah arah hidupnya, dan segala...