Ketika hati tak mampu bicara, dalam diam melukiskan luka.
Gadis senja itu membenci namanya. Senja.
Karena menurutnya, Senja mengingatkannya pada hal-hal yang fana.
Seperti tentang pertemuannya dengan seseorang yang mengubah arah hidupnya, dan segala...
(Chapter ini panjang dan ditulis dengan keniatan hati jadi tolong spam komen aja gapapa biar semangatt)
"KAK KINAR BANGUN WOI!!"
"Ngghhh.."
"KAK KINAR!! ASTAGA LIAT INI JAM BERAPA?!"
"Ngh apa sih brengsek berisik bangeeet," gue mengumpat sambil menggeliat di atas tempat tidur gue dengan mata yang masih tertutup. Duh, berat banget rasanya kepala gue.
"Kak! Bangun, Mami mau pulang duluan," Fajar mengguncangkan bahu gue saat gue terduduk dengan keadaan setengah sadar.
Gue langsung membelalak begitu mendengar ucapan Fajar.
"Hah? Berarti kita pulang dong hari ini?! Yesss!!" Segera, gue beranjak dari tempat tidur menuju lemari pakaian, namun belum juga gue melangkahkan kaki, Fajar sudah menahan tubuh gue yang hampir saja oleng.
"Heh, udah tau abis mabok. Sok-sok an mau jalan sendiri!" Fajar mendudukkan gue di tepi ranjang yang usang ini sembari gue memegangi kepala gue yang terasa berat.
"Aduuuuh, pusing banget kepala gueeee,"
"Ya makanya ga usah minum-minum. Lo tuh cewek, Kak! Mau sampai kapan, sih, kayak gini?"
Gue mendelik saat Fajar tiba-tiba menceramahi gue. "Tau apa lo?! Lo cuma anak kecil yang taunya cuma sekolah, tidur, maen PS! Beban lo gak seberat gue jadi jangan sok tau!"
Bisa gue lihat bocah di depan gue ini cuma diam merapatkan bibirnya. Bodo amat. Sok bener sih.
"Apa lo masih liatin gue?!" gue memandangnya sengit dna Fajar malah menunjuk-nunjuk wajah gue dengan ragu.
"I-itu.. sori, Kak."
"Apaan?!"
"Mata lo— beleknya banyak banget,"
"FAJAR KURANG AJAR LO YA!!!!"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Gue berjalan ke dapur setelah selesai membersihkan diri dan bersiap-siap untuk pulang. Benar-benar, gue nggak menyangka bakalan tinggal di sini sehari doang. Mami memang baik banget sama gue.
Iya, baik banget.
Atau mungkin tidak.
Setelah samar-samar gue mendengar deru suara mesin mobil yang menjauh dari pekarangan rumah, disusul suara besar Fajar yang mengucapkan "HATI-HATI DI JALAN MAMI!"
Otomatis gue langsung berlari ke pintu depan, mengabaikan air putih yang tadinya akan gue minum.
Dan benar saja, mobil Mami sudah melaju meninggalkan pekarangan rumah Papi. Gue tersentak dan secara otomatis berteriak memanggil Mami.
"MAMIIII!!! TUNGGUIN KINAR!!" Gue berlari menuruni tangga dan tanpa alas kaki berusaha mengejar mobil Mami.