Seminggu Kemudian

287 38 0
                                    

Pasar Santa,
 

Menghabiskan malam minggu di Pasar Santa selalu jadi salah satu andalan Inge untuk mengembalikan kestabilan emosinya.

Alih-alih menghampiri gempita hedonisme mal-mal di pusat kota, merapat ke pasar ini selalu memberikan perasaan syahdu yang tidak mampu ia jelaskan.

Dan mungkin, hanya Niluh lah yang memiliki pandangan serupa.

Tentunya selain karena kafe milik temannya berlokasi tidak jauh juga dari sini, Niluh juga berpikir yang sama. Bahwa hanya di Pasar Santa, hadir seorang diri tidak akan membuat kita merasa terasing.

Ini adalah kali pertama ia bertemu kembali dengan Niluh sekembalinya perempuan itu dari Korea. Inge sungguh tidak sabar mendengar cerita darinya.

Usai mengelilingi beberapa tenant di lantai atas, mereka berjalan dan merapat ke salah satu warung sate Padang terpopuler di ibukota.

"Senang rasanya lihat kamu bisa senyum selebar ini pas kita ketemu," buka Inge menggeser sambal dan jajaran kecap di antara mereka, "A good news?"

Niluh mengangguk, ada girang di wajah perempuan ini.

"Kamu benar, semua baik-baik saja. Keluarga Young-Gi baik banget. Mereka hangat. Walau ya nggak sehangat drama-drama Korea, sih. Tapi mereka terbuka dengan perbedaan. Dan aku hepi, Young-Gi juga bisa diterima baik di keluargaku."

"Syukurlah," Inge menghela napas lega.

"Kami rencana mempercepat pernikahan kami. Mungkin ke pertengahan tahun depan. Tapi aku belum kasih tahu Melvin soal ini," pungkasnya, "Omong-omong, ini, aku bawain beberapa masker dan lip tint," ia mengeluarkan satu paperbag dari dalam tasnya.

"Wah!" ucap Inge ikut senang.

Sejenak Niluh memerhatikan Inge dengan wajah selidiknya. Sambil senyum-senyum.

Menyadari hal itu, akhirnya Inge angkat bicara, "Oke, aku akan jujur. Sebenarnya ada yang ingin aku ceritakan dan tanyakan."

Niluh hikmat mendengarkan Inge meski di tengah suara ramai tempat ini.

Dan Inge pun mulai mengisahkan pertemuannya dengan Enggar beberapa bulan lalu. Sampai ke detil-detilnya. Tanpa terganggu oleh pesanan yang diantarkan pelayan ataupun notifikasi ponsel mereka. Sampai habis.

"Lalu, yang ingin aku tahu adalah—was it hard for you to starting over, when you met Young-Gi?"

Niluh menegakkan tubuhnya seolah akan buka suara di konferensi pers. Ia berdeham seraya menggeser gelas es jeruknya mendekat.

"Tough question," katanya, "It was hard. For both of us. Apalagi buat Young-Gi dengan trauma masa lalunya, dan aku dengan sifat insecure-ku."

"That's the thing," sela Inge cepat, "Aku rasa, ketakutan terbesarku adalah perasaan nggak amanku. If you know what I mean. This won't be good, selalu aja ada ingetan aku soal si Sialan itu yang muncul."

"Itu karena pengalaman terakhir kamu aja yang kurang menyenangkan," tebak Niluh tepat, "As I told you before, you're just exactly my doppelganger. Kita itu mirip.

Dulu, sebelum aku bertemu Young-Gi, sama sepertimu. My ex was a douchebag. Tapi, lama-lama aku berpikir. Aku harus yakin kalau nggak semua orang sama.

Mengasumsikan Young-Gi sama seperti mantanku—jelas bukan sesuatu yang baik," tukas Niluh, "So I give him a try, give my self a try."

"Were you scared—that this might fail again?" Inge memicingkan matanya.

Jakarta, Katanya (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang