Mereka Memanggilnya Shafira

8.6K 1.1K 75
                                    

Allah memilih manusia "terbaik" bukan berdasarkan dari keluarga, keturunan, ataupun genetika.
Melainkan melalui ujian, ketaatan, dan keimanan.

••ARUSHAFIRA••

Lantunan bacaan ayat suci terdengar memenuhi isi kamar. Begitu indah, begitu menyejukkan hati siapa saja yang mendengarnya. Sayangnya, tidak ada satu pun orang yang mendengarnya, karena saat ini semua mata telah terpejam, tubuh yang lelah merindukan peristirahatan.

Gadis itu larut dalam bacaannya. Menurutnya sepertiga malam adalah waktu paling tepat untuk membaca kalam Ilahi sekaligus salat Tahajud. Karena ia percaya, ketika sepertiga malam tiba Allah turun ke langit bumi umtuk mengabulkan doa-doa hamba-Nya yang meminta sesuatu. Serta menghapus dosa hamba-Nya saat seorang hamba meminta ampunan.

Tak banyak yang dipinta gadis itu, ia hanya meminta ampunan dari Sang Maha Pengampun untuk dirinya, dan Maminya. Serta berharap Allah ridha akan hidupnya.

BRAK!

Terdengar suara pintu dibanting dari arah luar. Ia segera menutup Al-Qur'annya dan melepas mukena. Dengan segera ia bangkit dan langsung menuju ke arah sumber suara.

"Astagfirullah, Mami!" pekiknya saat melihat wanita paruh baya terhuyung di sofa. Gadis itu langsung membantu wanita yang ia panggil Mami untuk berbaring mencari posisi nyaman.

Bau alkohol menyeruak ke indera penciumannya. Netranya menatap dress yang dipakai Maminya yang kotor akibat bekas muntahan. Ia tahu, Maminya itu paling tidak bisa meminum alkohol.

Dengan gerakan gesit, ia berlari ke arah kamar Mami untuk mengambil pakaian ganti. Di tangannya sudah ada daster yang biasa digunakan oleh Maminya. Setelah itu, ia pun kembali ke ruang tamu.

Maminya menggeliat dengan mata yang masih terpejam. Dari bibirnya yang tersapu gincu merah tidak lepas gumamam sedikit pun.

Gadis itu memposisikan Maminya agar duduk untuk membuka resleting dress. Kemudian dengan hati-hati dan telaten ia membuka dress Mami yang sudah kotor. Saat dress itu sudah berhasil ia tanggalkan, ia bisa melihat sekujur tubuh Maminya penuh bercak merah keunguan. Hal yang sudah biasa ia lihat saat menggantikan pakaian Mami seperti biasa saat ada seorang laki-laki bermobil menjemput Maminya.

Ia kembali lagi ke kamar Mami, kali ini untuk memgambil bantal serta selimut. Tubuh Mami berat, ia tidak sanggup jika memindahkan Mami ke kamar tanpa bantuan orang lain. Sedangkan di rumah ini, ia hanya tinggal berdua dengan wanita yang sudah melahirkannya.

Dengan hati-hati ia mengangkat kepala Mami dan menyelipkan bantal di bawahnya. Kemudian ia menyelimuti tubuh Mami dengan selimut, agar tidak kedinginan.

Gadis itu mengambil posisi di bawah sofa tempat Mami tertidur. Kedua tangannya ia tekuk untuk menaruh dagunya. Ia pandangi wajah Mami yang sudah terlelap, sesekali terdengar bunyi dengkuran halus, pertanda Mami sudah berada di alam mimpi.

Setiap malam, Maminya itu selalu pulang dini hari. Di jemput oleh laki-laki yang berbeda tiap malamnya, dengan berbagai jenis tampilan. Terkadang laki-laki yang datang pun dengan sikap yang berbeda. Tidak jarang Mami pulang dengan memar di wajah dan beberapa bagian tubuh yang lain.

Ia tidak ingin hidup seperti ini. Kehidupan Maminya itu sangat jauh dari agama. Untuk masalah materi, memang tidak pernah kekurangan. Tapi cara mencarinya yang salah. Padahal ia rela hidup sederhana yang terpenting uang itu halal dan berkah.

Secara fisik, Mami dan anaknya itu sangat berbeda. Mami mempunyai garis wajah oriental, dengan kulit putih bersih, serta rambut hitam bergelombang. Sedangkan gadis itu mempunyai garis wajah ke-Arab-an dengan mata besar dan hidung bangir serta dagu yang terbelah. Rambutnya pun bukan hitam, melainkan cokelat gelap. Satu kesamaan diantara keduanya, mereka sama-sama mempunyai kulit putih bersih.

ARUSHAFIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang