Pertanyaan Shafira

5.2K 744 37
                                    

Bel pulang  sekolah sudah berbunyi dua jam yang lalu, namun gadis itu masih asyik dengan buku bacaannya di kelas. Membaca memang menjadi hobinya dari kecil. Menurutnya buku bukan hanya sekadar sumber ilmu pengetahuan, tapi bisa menjadi sahabat terbaik dalam hidupnya.

Jika anak sepantarnya menyukai novel remaja dengan tokoh badboy, Shafira lebih menyukai novel-novel religi seperti novel Habiburrahman, Asma Nadia, atau Helvy Tiana Rosa. Di aplikasi Jingga pun, Shafira lebih sering membuka genre spiritual, menurutnya selain bisa menambah hiburan, juga bisa menambah ilmu agama. Karena menurutnya "You are what you read". Kamu adalah apa yang kamu baca. Dan apa yang dibaca sangat berpengaruh bagi cara berpikir seseorang.

Saat ini Shafira belum ada niatan menulis di aplikasi itu. Ia hanya pembaca saja. Shafira bingung bagaimana caranya memulai, padahal di dalam otaknya banyak imajinasi. Meskipun sedari kecil Shafira terbiasa menulis buku diary, ia masih belum percaya diri jika tulisannya dibaca oleh banyak orang.

Kadang ia sendiri pun malu membaca buku diary miliknya. Bagaimana jika orang lain yang baca?

"Neng belum pulang?"

Suara berat terdengar dari arah pintu. Orang itu adalah Mang Aziz, OB di sekolahnya.

Meski ruang kelas sudah dibersihkan oleh siswa, namun biasanya Mang Aziz mengeceknya kembali. Terlebih di koridor sekolah yang kadang luput dari para siswa saat piket.

"Iya Mang, ini baru mau pulang."

Mata Shafira berpindah melihat jam dinding di kelasnya, kemudian terbelalak saat melihat jarum jam sudah menunjukkan angka 5. Shafira langsung bangkit sambil membawa tasnya, bisa-bisa ia sampai rumah setelah Isya kalau tidak pulang sekarang.

"Pulang ya Mang," pamitnya pada Mang Aziz.

"Iya Neng, hati-hati di jalan."

Shafira melewati koridor yang sudah sepi. Kepalanya menoleh sembilan puluh derajat ke arah samping. Netranya menatap lapangan belakang, biasanya di sana masih ada anak OSIS yang sedang berlatih untuk pelantikan. Dan tentunya ada Aru di sana, namun hari ini terlihat sepi. Bahkan sepertinya ia orang terakhir yang masih menginjakkan kaki di sekolah.

"Gue mohon pergi dari sini, Shas!"

Langkah Shafira terhenti saat mendengar suara seseorang. Suara itu tidak asing lagi baginya. Tapi, Shafira tidak tahu, dari mana sumber suara itu.

"Gue nggak mau!"

Lanjut suara perempuan dengan suara isakan.

Kaki Shafira melangkah hati-hati, mencoba mencari sumber suara. Seketika jantungnya seperti melorot ke bawah saat melihat Alan dan Shasi sedang berdua di dalam kelas.

"Gue bilang pergi dari sini!" suara Alan nampak lemah namun penuh penekanan. Pria itu meringkuk di lantai, dengan tubuh yang menggigil. Ditambah mulutnya mendesis seperti sedang menahan kesakitan.

"Gue nggak bisa Alan! Gue nggak bisa ninggalin lo dalam kondisi seperti ini!!"

"Lo pergi atau kita putus?!"

"Gue nggak mau pilih dua-duanya!"

"Lo pergi atau gue yang pergi dari kehidupan lo?"

"Lo jawab dulu pertanyaan gue. Lo itu kenapa? Kenapa lo bisa kayak gini? Kalo lo sakit, ayo kita pergi ke dokter!"

"Gue—" Alan mendesis. Tubuhnya semakin menggigil, padahal Shasi sudah memakaikan jaket miliknya pada Alan. "Gu—gue ... Gue sakau."

Bugh!

Buku yang dipegang Shafira terjatuh. Hal itu membuat Alan dan Shasi melihat ke arah pintu.

Shafira langsung mengambil bukunya dan buru-buru kabur dari tempat itu. Sebelum keduanya tahu kalau ia mendengar semuanya. Tapi sungguh, Shafira tidak sengaja mendengarnya. Sungguh.

ARUSHAFIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang