Arusha Liem

18.1K 1.4K 205
                                    

Tidak selayaknya manusia mengemis cinta manusia lainnya. Sedangkan cinta-Nya tak pernah dikejar.

••ARUSHAFIRA••

"Dosa kalo gue jatuh cinta sama sahabat gue sendiri?!" tanya seorang gadis dengan rambut blonde sepundak. Kedua matanya menatap nanar laki-laki bermata sipit di hadapannya. Berharap laki-laki itu merespons baik perkataannya atau mungkin perasaannya.

"Gue kecewa," lirih laki-laki berkulit putih. Ia mengesah, sambil menyugar rambutnya karena tidak mengira bahwa kata-kata itu keluar dari bibir gadis yang sudah lima tahun ini bersahabat dengannya. "Gue pikir kita murni bersahabat. Tapi lo malah punya perasaan lebih."

"Gue nggak bisa mencegah datangnya cinta, Aru. Kalau gue bisa, gue juga nggak akan jatuh cinta sama lo. Lima tahun, lima tahun gue pendam semuanya. Setidaknya kalaupun lo nggak balas perasaan gue, gue udah lega."

Laki-laki itu terlihat kesulitan meneguk salivanya sendiri. Apa yang ia dengar, benar-benar membuatnya frustasi setengah mati. Lima tahun, itu artinya sejak keduanya mengikrarkan persahabatan, gadis itu sudah mulai mencintainya. Dan ia tidak suka.

"Berhenti jadi wanita murahan. Gue nggak suka lo seperti perempuan lain yang mengemis cinta dari laki-laki. Dan juga,... " ia menggantung kalimatnya sejenak, kemudian melanjutkan, "gue nggak bisa membalas perasaan lo."

"No problem, gue udah siap dengan respons lo itu. Apa ada cewek lain yang lo suka?" tanya wanita itu dengan mencoba tersenyum. Meski hanya senyuman paksaan. Setidaknya, ia bisa terlihat kuat di depan sahabatnya itu.

"Nggak ada. Gue lagi nggak suka sama cewek. Gue cuma nggak mau persahabatan kita hancur karena rasa cinta. Gue sayang sama lo, kayak gue sayang sama Shasi. Gue cuma mau kayak gini, tetep bersahabat."

Seribu tangan tak kasat mata sedang meremas hatinya. Tidak ada kata-kata kasar di sana, bahkan laki-laki yang dipanggil Aru itu berkata dengan nada lembut, namun sukses membuat hatinya tak berbentuk lagi. Seberapa pun usahanya untuk mendapatkan hati Aru, statusnya tidak akan berubah. Hanya sebagai sahabat dan dianggap sebagai adik. Ya, karena Shasi adalah nama adik kembarnya.

Matanya terlihat berkabut. Dadanya terasa sesak karena penolakan yang dilontarkan sahabatnya itu. Namun tak ia pungkiri, ada rasa lega menyelimuti hatinya. Setidaknya laki-laki itu tahu tentang perasaannya.

"Gue permisi dulu," ujar Aru sambil membalikkan badan meninggalkan rumah milik sahabatnya. Rumah ini besar bak istana, namun seperti kuburan yang sepi. Karena sahabatnya hanya tinggal berdua dengan asisten rumah tangga, sedangkan kedua orangtuanya sibuk bekerja. Baru saja Aru melangkah, sebuah tangan melingkar di pinggangnya.

"Ru, gue akan menunggu lo cinta sama gue. Kita udah banyak menghabiskan waktu bersama. Kita udah sama-sama tahu sifat masing-masing, kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan yang terpenting perasaan masing-masing. Gue percaya, seiring berjalannya waktu, rasa cinta buat gue akan tumbuh di hati lo."

Aru berusaha melepas tangan itu. Ia tidak nyaman dengan posisi mereka. Terlebih hanya ada mereka berdua di ruang tamu. Aru tidak ingin setan merasa menang karena sudah berhasil menjerumuskan kedua anak manusia ke dalam jurang kenistaan.

"Gue pulang," pamit Aru sekali lagi. Ia merasa gerah berada lama-lama di tempat ini.

Kaki jenjangnya melangkah cepat meninggalkan rumah yang sudah sering ia kunjungi. Banyak kenangan yang ia punya di rumah ini, tentunya dengan seorang gadis yang sedang menatap punggungnya dengan sorot mata terluka. Aru tahu, apa yang sudah ia katakan keterlaluan. Tapi ia tidak ingin sahabatnya itu seperti perempuan lain yang terus mengejarnya, meskipun tak pernah ia pedulikan. Menurutnya, tidak selayaknya manusia mengejar cinta manusia lainnya. Sedangkan cinta-Nya tidak pernah dikejar.

ARUSHAFIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang