Chap 3

231 25 7
                                        

Lama banget updatenya ya .... Haha maaf, sejujurnya saya agak bingung. Bagian ending sudah terpikirkan, tetapi bagaimana jalan cerita menuju ending itu masih membingungkan saya sendiri. Saya ampe liat Movie 2 berkali-kali dibagian Otae biar bisa menemukan idenya. Hehe jadi maaf ya kalau nanti ini cerita kesannya aneh😞

Apalagi dialog di chapter ini kebanyakan saya copy dari Movie 2. Scene Tsukky dkk dateng jenguk Otae yang sakit

Semoga suka ^^

o0o

Kenangan masa lalu itu terus menghantui Gintoki. Membuatnya selalu dirundung dalam perasaan bersalah. Seandainya saat itu ia tidak mabuk berat. Seandainya saat itu ia tidak memaksa Otae untuk menemaninya pulang, yang justru berujung kesebuah Love hotel. Seandainya ia tidak membiarkan Otae mabuk.

Saat itu mereka berdua dalam keadaan mabuk. Nafsu dan gairah ingin memiliki lebih jauh mendominasi diri mereka. Terlebih Gintoki. Ia sadar, sebelum malam penyatuan itu, ia merasakan keganjilan pada tubuhnya. Hanya saja ia tak tahu apa itu. Semua jawaban akan pertanyaannya itu barulah terjawab tepat ketika gadis yang paling berharga dalam hidupnya terkena wabah putih.

Hatinya hancur berkeping-keping melihat gadis yang dicintainya terbaring lemah. Dengan kondisi yang semakin lama semakin mengenaskan. Rambut yang memutih, kulit yang memucat dan kedua iris mata yang juga turut memutih.

Apa yang bisa ia lakukan?

Tidak ada.

Tidak ada yang bisa ia lakukan. Ia justru pergi menjauh dari kehidupan gadis itu. Tak sanggup berada di dekatnya untuk lebih lama lagi. Sejujurnya ia takut, kalau ia terus berdekatan dengan Otae dirinya akan memperparah keadaan.

Selain itu ia juga mati-matian berusaha mencari cara untuk menyembuhkan Otae. Menemui Gengai secara diam-diam, ataupun mencari cara dengan membuka-buka buku tentang pengobatan.

Tapi semua yang ia lakukan tidak menghasilkan apapun. Ia tidak menemukan cara untuk menyembuhkan Otae. Bahkan ketika ia mencari solusi, penyakit Otae semakin serius. Parahnya lagi penyakit itu menyebar, menjangkiti para penduduk. Satu persatu para penduduk mulai menunjukkan tanda-tanda rambut memutih, kulit memucat, dan tubuh yang semakin kurus. Mulai saat itu, orang-orang menyebutnya wabah putih.

Sadar bahwa dirinyalah yang menyebabkan adanya wabah putih, Gintoki semakin menyalahkan dirinya. Dan ia terus mengutuk dirinya sendiri melihat keadaan gadis yang sangat dicintainya.

'Apakah tidak ada cara untuk menghilangkan wabah ini?'

Begitulah pikir Gintoki.

'Maafkan aku,' Gintoki menatap pilu Otae yang sudah terlelap kembali berkat obat tidur yang ia suntikkan ke tubuh gadis itu secara diam-diam. Hati-hati, ia menarik suntikannya. Kemudian Gintoki membaringkan tubuh Otae secara perlahan di atas bangsal.

Senyuman tipis terkulum di bibirnya saat melihat betapa pulasnya Otae tidur, tampak damai. Meskipun deru napas gadis itu terdengar lemah.

Gintoki mengusap rambut Otae, ia ingin terus berada di sisi gadis ini. Bisakah ia berada di sini lebih lama lagi?

"Kyuubei?"

Deg

Gintoki tersentak mendengar suara seseorang di luar sana. Itu ... Tsukky? Tsukuyo.

Ia menyebut Kyuubei. Apa mungkin ada Yagyu Kyuubei dan Tsukky datang menjenguk Otae? Kalau memang itu benar, kenapa dr.Tanaka, dokter yang membantunya untuk masuk ke dalam ruangan Otae tidak memberitahunya akan kehadiran dua orang itu?

Tears (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang