Jagad berjalan gontai memasuki rumah setelah latihan berjam-jam bersama-sama temannya di rumah Swasti. Dukungan dari teman-teman geng SR semakin membakar semangatnya untuk menampilkan yang terbaik. Selama alat-alat musik milik ayah Swasti tidak dipakai untuk manggung, Jagad dkk boleh memakainya.
“Assalamualaikum,” ucap Jagad dari ambang pintu. Kemudian ia menghempaskan tubuhnya di sofa panjang ruang tamu. Berbaring.
“Waalaikumsalam,” sahut Mak Mira dari arah dapur. “Baru pulang, Nak? Bagaimana latihannya? Katanya studionya terbakar. Kalian latihan di mana?” tanyanya menghampiri putra semata wayangnya. Langkahnya terhenti di sudut ruang tengah, menekuri anaknya yang sedang beristirahat di sofa panjang.
“Iya, studionya terbakar. Penyebabnya belum pasti. Tapi alhamdulillah, orang tua Swasti punya alat musik yang lengkap dan kami boleh memakainya untuk latihan. Di Lamongan tidak ada studio rekaman selain di jalan Basuki rahman. Jadi lusa kami akan rekaman di Gresik. Doain Jagad dan teman-teman supaya bisa memenangkan lomba itu,” pinta Jagad.
“Iya. Mak selalu doain kamu dan teman-teman kamu. Senmoga berhasil.”
Jagad memejamkan mata sejenak, melepas penat. Sepulang sekolah, ia dan teman-temannya langsung menuju ke rumah Swasti untuk latihan. Menjelang isya, ia baru pulang diantar Nur Cahyo. Beberapa hari terakhir, ia memang diantar-jemput teman-temannya. Kadang Nur Cahyo atau Didik yang kebetulan rumah mereka searah. Biasanya Jagad pulang pergi menggunakan sepeda ontelnya. Dari semua teman Geng SR, hanya dia yang tidak memiliki sepeda motor.
Sebenarnya sejak duduk di bangku kelas IX SMP, ayahnya sudah menyiapkan sepeda motor untuk dipakai Jagad saat masuk SMA. Tapi semenjak ayahnya meninggalkan rumah, dan kebutuhan semakin mendesak ditambah lagi biaya masuk SMA yang tidak sedikit, terpaksa ia menjual sepeda motornya.
Pandangan Mak Mira masih belum lepas dari Jagad. Ia merasa kasihan pada anak satu-satunya itu. Sepertinya Jagad kelelahan. Seharian ini ia sibuk dengan kegiatan sekolahnya. “Mau dibuatkan air panas untuk mandi, Gad?” tawarnya kemudian.
“Boleh, Mak.” Jagad menyanggupi tanpa berniat membuka matanya.
Mak Mira yang mematung di sudut ruang tengah kembali ke dapur. Menyiapkan air panas untuk mandi sang anak.
****
Tujuh hari menjelang batas waktu, persiapan band yang digawangi Jagad kian matang. Mereka siap untuk rekaman hari ini yang bertepatan dengan tanggal merah. Jadi waktu mereka lebih banyak.
Pak Aris akan menemani Jagad dkk rekaman. Beberapa anak dari geng SR tidak bisa ikut menemani. Hanya Zumaroh dan Swasti yang bisa ikut. Sementara Gesang, Azid, Yunita dan Lia ada kegiatan lain.
Dua mobil avanza berwarna putih dan biru terparkir di halaman rumah Swasti. Kebetulan, Pak Arid membawa mobil sendiri. Satu lagi tentu saja milik sang empuhnya rumah.
Jagad, Didik dan Lugut naik mobilnya Pak Aris. Sementara Vika, Yudi dan Nur Cahyo naik mobilnya Swasti.
“Nur, kamu yang nyetir,” kata Swasti sambil melempar kunci mobil ke arah Nur Cahyo. Tanpa menunggu jawaban dari temannya itu, ia langsung masuk mobil.
Nur Cahyo menangkap kunci mobil dengan terpaksa. ia kemudian membuka pintu kemudi sambil menggerutu. Padahal ia ingin duduk manja di kursi paling belakang sambil bermain game. Menyebalkan!
****
Proses rekaman berlangsung selama 3 jam. Suasana di dapur rekaman sangat berbeda dengan latihan biasanya. Aransement yang dihasilkan dari intrument alat musik yang Jagad dan teman-temannya harus pas dan enak didengar. Begitu pula dengan suara yang dihasilkan dari vokalis. Beberapa kali Vika harus mengulang untuk menyesuaikan nada-nadanya. Pelatih benar-benar detail dalam mengarahkan anak asuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mata Jagad
Teen FictionIni bukan tentang cinta tapi sebuah rahasia yang selama ini terkubur bersama masa lalu. Bermula ketika Jagad mengikuti lomba menulis lagu yang diadakan salah satu produsen minuman terkenal yang menjadi salah satu sponsor dalam pekan olahraga terbesa...