BAB 9

0 0 0
                                    

“Kita ke mana, Kek?” tanya Jagad ketika sudah berada di dalam mobil.

Laki-laki tua yang duduk di sebelah kemudi hanya diam. Sesekali memerhatikan layar ponselnya yang sedari tadi berdengung. banyak pesan yang masuk. Baik BBM, WA maupun email. Laki-laki yang masih terlihat tampan meski usianya sudah tua itu, membuka salah satu email yang bertenger di kotak masuk. Ekpresinya terlihat serius saat membacanya. Beberapa saat kemudian ia tersenyum. Laki-laki tua itu melempar pandangannya ke arah Jagad yang duduk di belakang melalui kaca spion atas.

Jagad merasa ada yang ganjil. Ini aneh! Mendadak sikap sang Kakek berubah dingin. Tak seramah tadi. Pikirannya melayang ke mana-mana. Jangan-jangan Kakek ini mau menculiknya seperti yang dikatakan ibunya tempo lalu. Ah, mana mungkin Kakek yang baik hati itu mau menculiknya. Atas dasar apa coba?

Lihat saja penampilan si Kakek. Pakaiannya rapi. Kulitnya bersih meski terlihat keributan di beberapa bagian tubuhnya tapi tetap saja ia terlihat berwibawa. Dan tentunya saja wangi. Ia tidak terlihat seperti penculik berwajah sangar. Lihat saja mobil yang dikendarainya. mobil mewah dengan lengkap dengan sopirnya. Bahkan penampilan sang sopir lebih mirip sebagai pengawal pribadi. Berbadan tegap dan berkaca mata hitam. Dan ini untuk pertama kalinya Jagad naik mobil mewah. Sangat nyaman. Ah, terkadang penampilan seseorang bisa saja menipu.

Jagad menepis anggapannya. Mana mungkin Kakek yang pernah mentraktirnya makan itu punya niat jahat terhadapnya? Kalau memang benar Kakek itu mau menculiknya. Apa istimewanya dirinya sampai diculik orang kaya? Ah, ngaco!

“Kek, sebenarnya kita mau ke mana?” ulang Jagad.

“Nanti juga kamu akan tahu sendiri.” Sang Kakek akhirnya menjawab pertanyaan Jagad. Ia tahu pemuda itu pasti meras bingung.

Tak berapa lama, mobil sedan BMW itu berhenti di depan lobi hotel yang tidak asing lagi bagi Jagad karena sudah sering dilewati saat berangkat sekolah.

Jagad semakin was-was. Sang Kakek mengajaknya ke hotel. Ngapain coba? Dia itu mau cari kerja bukan mau menginap di hotel bintang 3 itu.

Tak sepatah kata pun yang keluar dari bibir Jagad. Bagai dicocok hidungnya, Jagad hanya mengikuti langkah sang kakek memasuki lobi hotel. Jantungnya berdegup cepat dan kakinya gemetaran. Seumur-umur ini kali pertama ia masuk ke hotel terbesar yang ada di kota Lamongan itu.

“Kek, kita ngapain ke hotel?” Jagad memberanikan diri untuk bertanya.

Sang Kakek tersenyum. Ia bisa menebak jalan pikiran sang pemuda berhidung bangir tersebut.

“Bukankah kamu ingin mencari pekerjaan?” Sang Kakek bertanya balik.

“Iya, Kek. Saya memang berniat cari kerja. Tapi bukan di hotel!”

Jagad semakin bingung. Tunggu. Kerja di hotel? Jagad meralat pertanyaannya. Apa sang Kakek akan mencarikan pekerjaan di hotel? Lalu siapa Kakek ini?

Sang Kakek kembali tersenyum. Tanpa menjawab menjawab pertanyaan Jagad, ia menyeret kakinya menuju kafe. Suara ketukan tongkatnya mengiringi langkahnya.

Jagad menghembuskan napas panjang. Sebenarnya mau Kakek ini apa? Dengan malas, ia mengikuti langkah sang Kakek.

Kafe Mayana adalah nama Kafe yang ada di hotel Mahkota. Letaknya masih di dalam lobi hotel. Menyatu dengan ruang resepsionis. Aktifitas di kafe tersebut masih bisa dilihat dari luar hotel melalui kaca transparan.

Sang Kakek meminta duduk di kursi yang sudah disediakan. Ia memilih meja paling pojok. Pengunjung kafe Mayana lumayan rame sore hari itu. Kebanyakan pengunjungnya adalah orang yang menginap di hotel tersebut. Ada pula yang dari luar. Sekadar ingin nongkrong sambil menikmati sajian musik dari band lokal yang sudah disiapkan pihak hotel sebagai media hiburan.

“Suka kopi?” tanya Kakek.

Jagad mengangguk. Kemudian sang Kakek menjentikkan jarinya, isyarat memanggil pelayan kafe. Ia memesan menu andalan kafe tersebut. Coffee latte with choco chip. Minuman kopi yang diblender dengan taburan coklat.

Selang beberapa menit kemudian, pesanan datang.

“Apa kamu bisa bermain musik? Waktu itu kakek pernah melihatmu dan teman-temanmu di trotoar alun-alun.”

“Jadi Kakek melihat temanku bermain biola?” Jagad bertanya balik.

Laki-laki yang gemar memakai batik itu mengangguk. “Tidak hanya itu. Kakek juga melihat kalian saat membantu pengemis di perempatan lampu merah. Kakek bangga melihat anak muda seperti kalian masih peduli dengan penderitaan orang lain. Jarang sekali, anak muda sekarang melakukan kegiatan seperti yang kalian lakukan.” Kali ini sang Kakek berbicara panjang lebar.

“Sebenarnya saya punya band di sekolah, Kek. Baru dibentuk untuk persiapan lomba membuat lagu penyemangat yang diadakan dinas pendidikan bekerjasama dengan perusahaan minuman. Tadi siang kami baru selesai rekaman di studio,” terang Jagad peuh semangat.

“Boleh Kakek mendengarkan lagu yang kalian buat?”

“Boleh aja, Kek. kebetulan saya punya copy rekamannya di hp.”

Jagad mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana. Kemudian ia membuka pemutar musik. Memilih lagu yang pernah direkam ketika masih latihan di studio. Setelah menemukan lagu ciptaannya itu, ia kemudian menekan tombol play. Suaranya tidak begitu jelas. Musik dari band yang mengisi acara di kafe lebih mendominasi daripada suara musik yang dihasilkan dari ponsel Jagad. Mau tidak mau, laki-laki tua yang berhidung mancung itu, menempelkan ponsel Jagad di telinganya. Ia mendengarkan lagu ciptaan Jagad dengan takzim.

“Lagunya bagus,” pujinya sembari menyerahkan ponsel yang dipegangnya ke pemiliknya.

“Terima kasih, Kek,” sahut Jagad.

“Besok kalau ada waktu, ajak teman band kamu ke sini untuk tampil acara di kafe ini.”

“Maksud Kakek, band saya diterima kerja di sini untuk mengisi acara di kafe ini?” Seolah tak percaya, Jagad mengulang kata-kata Kakek.

Laki-laki tua itu mengangguk dengan mantap.

Bagai kejatuhan buah durian, ia terlonjak senang. Ini seperti mimpi. Band SMAnya yang baru dibentuk akan tampil di hotel ternama di Lamongan. Luar biasa, bukan?

“Untuk jadwalnya sendiri,biar nanti pihak managemen kofe yang akan mengaturnya.”

“Baik Kek, terima kasih banyak,” ucap Jagad sembari menjabat tangan Kakek saking senangnya. Ia tak sabar ingin segera menghubungi teman-temannya.

Mata JagadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang