Suatu saat nanti, ada masa dimana kamu akan mengerti rasanya kehilangan seseorang yang sangat perduli kepada mu.
-•-
Bandung beberapa bulan ini terus diguyur hujan deras. Yang beberapa bulan belakangan ini pula menjadi candu bagi pecinta rindu.
"Rencana kuliah dimana?"
Pertanyaan 2 tahun lalu itu kembali terucap. Yang ditanya hanya menggidikkan bahu acuh, netra nya masih fokus memandangi layar gadget, menampilkan permainan yang akhir-akhir ini sedang buming.
"Heh! Aku nanya!"
Bentak nya keras. Merasa diusik, cowok itu memutar bola mata jengah.
"Alana! Berisik!"
Alana, Alana Dita. Perempuan dengan sejuta karakter yang berhasil, ah lebih tepatnya mendapatkan hadiah seorang pangeran es yang mungkin sangat mustahil untuk ditaklukkan.
"Aku lagi ngomong malah kamu cuekkin, bukannya didengerin malah didiemin aja, gak tau apa kalo or... "
"Iyaaa, mau ngomong apa?"
Sergah cowok itu cepat, tidak terbayang bagaimana nasib telinga nya akan pecah mendengar semua ocehan yang Alana tunjukkan padanya.
"Kamu mau kuliah dimana?"
Alana berusaha meredam emosi, bertanya dengan tampang yang cukup serius. Prediksinya mungkin akan salah, itu harapannya.
"Gak tau. Ikut papah ke London mungkin"
Jari besarnya meraih secangkir cokelat panas yang tersedia diatas meja, mengaduk nya sebentar. Pikirannya melayang jauh, entah dimana ujungnya.
"Dih Dio! Gak bisa gitu dong"
Apa yang Alana khawatir kan terucap lancar dari bibir mungil Dio. Lemas, itu yang Alana rasakan sekarang.
"Kenapa gak bisa?"
Tanya nya heran, sementara Alana membulatkan matanya tak percaya. Bagaiamana Dio bisa setenang ini?
"Kita bakal LDR an dong? Aku gak mau ah"
"Yaudah putus aja"
Bagai disiram ampas tahu, Alana tercengang. Hati nya mencelos mendengar Dio mengakatakan hal itu dengan lancar. Seolah peejuangan Alana menghadapi sifat Dio selama 2 tahun ini tidak berarti apapun.
"Kok kamu ngomong nya kaya gitu? Aku udah gak berarti buat kamu lagi gitu maksudnya?"
"Emang"
Hati nya benar-benar rapuh, benteng pertahanan nya seolah runtuh. 2 tahun ini Alana sangat sabar menghadapi sifat Dio yang terkesan cuek dan bodoamatan. Tapi untuk kali ini, hati nya benar-benar sensitif.
"Seenggaknya gausah ngomong sefrontal itu kek! Bikin hati orang sakit aja"
Oke, Alana lemah di titik ini.
"Abisan gue rada alergi sih kalo disuruh jadi orang munafik"
Hatinya bergetar, hujan diluar seolah mewakili tangis perih nya. Apa yang paling menyakitkan? Ketika kehadiran mu tidak pernah diharapkan oleh orang kamu cintai. Menyakitkan bukan? Alana hanya salah satu, salah satu dari ribuan bahkan milyaran orang yang menjadi korban suatu kalimat bernama CINTA.
Alana tersenyum manis, senyum yang hanya ia dedikasikan untuk Ayah, Bunda, dan Dio -Nya.
Tapi kali ini berbeda, mungkin ini senyum terakhir yang akan ia berikan pada Dio, mungkin juga hari terakhir Dio melihat senyum manis yang kata orang bisa membuat candu tersebut.
"Makasih, dan selamat! Kamu orang pertama sekaligus orang yang paling aku cinta yang udah ngebuat hati aku ancur-seancurnya"
Terdapat kilatan kekecewaan dimata Alana, terselip juga rasa penyesalan disetiap nada yang dia ucapkan.
"Sama-sama"
Ucap nanar cowok itu, tatapan dingin menusuk masuk ke dalam netra milik Alana.
"Ternyata selama ini aku salah. Aku kira kamu genggam erat hati aku biar aku gak pergi, ternyata kamu genggam cuma mau ngeremukin"
Senyum yang sedari tadi bertengger di wajah manis nya perlahan hilang bersamaan dengan robeknya satu nama. Diovano Mahendra, nama yang hampir 2 setengah tahun itu dijaga dengan rapat dan apik dihati nya.
Alana hanya tidak kuat menahan luka sendirian lebih lama lagi. Seandainya Alana bisa seperti Dio, mengatakan kalimat itu dengan mudahnya tanpa ada rasa sakit sedikitpun. Apakah seperti ini rasanya tidak dihargai? Apa sesakit ini?
Rasa yang timbul pada Alana hanya sebagian skenario kecil yang Tuhan persiapkan. Mungkin Alana salah memilih laki-laki yang tepat, mungkin juga Dio bukan lah jodoh Alana. Lagi pula mereka masih SMA, perjalanan hidup yang harus dilalui masih begitu panjang.
Alana bukannya takut untuk menangis, ia hanya tidak ingin terlihat lemah dihadapan Dio. Memilih meninggalkan cowok itu sendirian, berjalan cepat menerobos hujan tanpa pelindung untuk menutupi tubuh kecil nya. Hujan deras yang terus mengguyur bersamaan dengan deras tangis nya saat ini.
Hujan menyamarkan segalanya, menyamarkan luka yang baru timbul, mengguyur rasa kecewa yang tertanam lekat dihati.
Sementara disisi lain, Dio yang melihat Alana pergi menerobos hujan tanpa ada pelindung yang menutupi tubuhnya hanya mengangkat dua alis acuh. Memandangi punggung kecil cewek itu belari cepat semakin menjauh dari balik kaca cafe.
Entah apa yang merasuki nya, badannya terasa sangat kaku, kaki nya pun tak tergerak untuk menyusul atau sekedar menawarkan payung. Baginya, jika tidak ingin dikejar tidak perlu dikejar, karna sesuatu yang dipaksa itu tidak akan berjalan lancar.
Menggidikkan bahu tidak perduli, kembali menyesap cokelat panasnya. Netra nya masih setia terfokus kan pada sebuah postingan di salah satu akun media sosial. Yang beberapa hari ini memenuhi pikirannya.
Salam hangat.
[NoHope9_03]
KAMU SEDANG MEMBACA
Escape
Teen FictionBerkali-kali mencoba, berkali-kali pula gagal. Cinta bukan perihal 2 hati yang saling jatuh, tapi janji yang tanpa sadar mengikat lekat. Janji lama yang selalu dikenang lewat coretan tua dibuku lesuh. Bagaimana cara dia datang tanpa permisi, lalu pe...